Kanaya Syifa Pratama, seorang gadis cantik berasal dari desa. Bercita-cita ingin menjadi seorang bidan, merantau ke kota untuk kuliah mewujudkan mimpi.
Tapi takdir berkata lain, ia di jebak oleh pacarnya sendiri sampai dirinya hamil. Semua mimpi yang sudah ia bangun hancur begitu saja, bahkan bukan hanya itu Syifa juga harus menerima perlakuan kasar dari ibu mertuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indah R Y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 24
Setelah membaca isi pesan dari sang Ayah, Varo langsung meluncur kerumah utama. Bagaimanapun kemarahannya dengan kedua orang tuanya, mereka tetaplah orang tua yang harus Varo hormati.
Setiba di rumah utama, Varo langsung di sambut para pelayan di rumah itu. Tapi Varo mengabaikan ia terus melangkahkan kakinya menuju kamar sang Mama.
Dan benar saja, saat Varo memasuki kamar itu, wanita paruh baya yang Varo panggil dengan sebutan Mama itu sedang terbaring lemah dengan wajah pucat.
"Kamu pulang nak" ucap Mama Firda menatap Varo sendu.
Varo mendekat, lalu duduk tepat di samping sang Mama. Di genggamnya tangan Mama Firda dengan erat. Pria itu menundukan kepalanya masih merasa enggan menatap wajah sang Mama.
"Terima kasih sudah datang untuk melihat Mama mu" kata Papa Armand.
Varo menoleh kemudian menjawab "Bagaimana pun sikapnya, dia tetap mama ku, wanita yang melahirkan aku"
Mendengar ucapan Varo, mama Firda tertunduk lesu, sikap Varo seperti ini karena ulahnya. Sampai sekarang Varo masih menganggap bahwa kematian istrinya karena ulah Mama Firda.
"Apa kamu tidak ingin menikah lagi ? Umurmu sudah tua, dan Papa sangat ingin menimang cucu" tanya Papa Arman.
Varo mendengus mendengar pertanyaan sang Papa. "Aku takut nanti wanita itu akan bernasih yang sama dengan istriku"
Mata Mama Firda berkaca-kaca, ia memang sangat membenci istrinya Varo dulu. Setiap hari ia menyiksa menantunya. Sampai akhirnya Bianca melakukan bunuh diri karena tak sanggup dengan kelakuan Mama Firda.
Varo yang saat itu melihat dengan mata kepalanya sendiri dimana istrinya tergantung di balkon kamar. Tangis pria itu pecah, meraung memanggil nama istrinya.
"Apa kamu belum bisa memaafkan kesalahan mama kamu nak ?" tanya Papa Armand dengan lirih.
"Bagaimana mungkin aku dengan semudah itu memaafkan kesalahan Mama. Seandainya aku lebih awal mengetahui kalau Mama sering menyiksa istrku pasti aku akan langsung membawanya pergi"
Air mata mengalir dengan deras membasahi pipi Mama Firda, entah cara apalagi yang harus ia lakukan supaya sang Varo mau memaafkan kesalahannya.
Sudah 1 jam Varo berada di kamar itu, ia melirik jam yang melingkar di tangannnya kemudian beranjak berdiri.
"Mau kemana nak ?" tanya Mama Firda.
"Pulang"
"Menginaplah disini nak ! Mama mohon" ucap Mama Firda sembari terbatuk-batuk.
"Mama ingin aku trauma lagi ?, maaf aku tak bisa bahkan menginjakan kaki kerumah ini saja sudah membuat perasaan ku sakit" balas Varo enggan menatap wajah mamanya.
Varo melepaskan tangan mama Firda yang mencengkram tangannya, ia turun kan dengan pelan. Kemudian tanpa mengatakan apa-apa lagi Varo meninggalkan kamar itu.
Papa Armand menatap kepergian putranya dengan tatapan sendu. Ia menarik napas dalam-dalam.
"Mas tolong kejar Varo ! Mama masih ingin dia disini" pinta Mama Firda pada sang suami.
"Percuma Ma, Varo tidak akan mau, dia masih dalam amarahnya"
"Mau sampai kapan Varo seperti ini ?, mama rindu melihat dia tersenyum"
Papa Armand menggeleng, ia tidak tau sampai kapan Varo akan bersikap dingin pada semua orang. Ini sudah tiga tahun sejak kepergian Bianca.
"Papa juga rindu sama Varo yang dulu"
"Mama janji, jika suatu hari nanti ada seseorang yang bisa mengembalikan senyum Varo, Mama akan melakukan apa saja untuk orang itu" ucap mama Firda dengan sungguh-sungguh. Ia begitu menyesal atas perbuatan nya dulu.
********
Beberapa hari kemudian, sore itu kota Jakarta di guyur hujan yang sangat deras. Padahal Varo sudah ingin pulang dari tadi. Tapi karena hujan masih sangat deras Varo menunda nya.
"Tuan apa tuan ingin pulang ?" tanya Rio yang sejak tadi duduk di sofa ruangan Varo.
"Hujan di luar masih sangat deras, pasti jalan menuju apartemen banyak yang terkena banjir. Kalau kamu mau duluan silahkan !" jawab Varo.
"Saya akan tetap disin tuan, sampai tuan pulang"
"Ya sudah kalau gitu"
Tapi hingga malam menjelang hujan pun semakin deras, petir menyambar dan suara gemuruh saling bersahutan.
Varo kembali melihat jam tangannya, sudah pukul 09 malam.
"Sepertinya hujan tidak akan redah, saya akan pulang" ucap Varo yang langsung berdiri dari duduknya.
Rio mengikuti. Pria itu juga melangkahkan kakinya keluar ruangan.
Setiba di lobi perusahaan, Varo dan Rio masih berdiri, hujan masih sangat deras.
"Tunggu disini tuan, biar saya ambil mobilnya" ucap Rio.
"Tidak perlu, kita kesana sama-sama. Malam ini kita pulang dengan mobil masing-masing, kau tidak perlu mengantar aku ke apartemen"
"Tapi tuan"
"Jangan membantah Rio ! Ini sudah menjadi keputusan ku"
Rio langsung terdiam, ia tak bisa mengatakan apa-apa lagi selain menurut.
Akhirnya karena keputusan Varo, keduanya pulang dengan mobil masing-masing. .
Varo mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, menembus jalanan ibu kota yang terlihat begitu sepi. Varo menatap lurus kedepan, ia ingin selamat sampai tujuan nantinya.
Sementara itu di depan sebuah kafe, Syifa berdiri sambil memeluk tubuhnya sendiri. Hawa dingin menusuk sampai ke tulangnya. Kafe tempatnya bekerja sudah tutup 2 jam yang lalu di karenkan hujan turun dengan deras.
Syifa menyesali karena menolak ajakan temannya untuk mengantarnya ia pulang. Tadi ia pikir angkot masih banyak tapi ternyata Syifa salah.
"Kapan berhentinya ?" gumam Syifa yang mulai menggigil. Ia semakin mengeratkan pelukan di tubuhnya untuk mencari kehangatan.
Dari kejauhan Syifa melihat sebuah mobil hitam mendekat, lampu mobil itu berhasil membuat kedua mata Syifa menyipit.
Tiba-tiba mobil hitam itu berhenti mendadak, membuat Syifa sedikit ketakutan. Ia takut kalau orang di dalam mobil adalah orang jahat.
"Lindungi hamba ya Allah !" doa Syifa dalam hati.
Ternyata sang pemilik mobil adalah Varo, pria itu mendengus kesal karena mobilnya tiba-tiba saja mogok.
"Sialan !" umpat Varo.
Pria itu menatap sekeliling, hingga matanya menangkap sosok Syifa yang berdiri tak jauh dari mobilnya. Dapat Varo lihat kalau Syifa sedang kedinginan.
"Dasar gadis bodoh, untuk apa dia berdiri disana sendirian ? Kalau ada orang jahat bagaimana ?" gerutu Varo.
Akhirnya setelah berpikir sejenak Varo turun dari mobil, ia berdiri tak jauh dari Syifa. Pria itu sesekali melirik Syifa yang menggigil.
"Ahhhh" teriak Syifa saat mendengar suara geluduk yang begitu besar.
"Hei berisik, itu hanya geluduk" ucap Varo dengan kesal.
Syifa tak menjawab, ia melirik ke arah Varo dengan kesal. Tidak tau saja oleh pria itu bagaimana ketakutannya sejak tadi.
Lap....
Tiba-tiba lampu mati, kegelapan dimana-mana. Syifa semakin ketakutan ia membuka tas kecilnya untuk menghidupkan senter melalui ponselnya.
"Jangan panik Fa ! Sebentar lagi lampunya akan hidup" gumam Syifa berusaha menenangkan diri.
Tapi tetap saja ketakutan semakin besar Syifa rasakan, apalagi setelah menunggu lima belas menit lampu tak kunjung menyala.