Deg, Alea tertegun ketika melihat dokter baru diapotek tempatnya bekerja. Yang diperkenalkan anak bosnya. Wajahnya mengingatkan akan cinta pertamanya diwaktu SMA yang pergi tanpa kabar selama delapan tahun.
Wajah yang sama tapi nama yang berbeda. Apa Alea sudah salah mengenal orang. Dia sangat yakin kalau dokter didepannya adalah
orang yang dulu teman sakaligus orang yang dia cintai. Tidak ada beda sedikitpun dari wajahnya.
Namanya dokter Haikal Fernanda. Dokter spesialis penyakit dalam yang baru datang dari kota. Dia hanya menatap dingin ke semua karyawan ketika memperkenalkan diri. Tanpa melihat sedikitpun ke arah Alea.
Mengapa dia tidak mengenali Alea?
Apa lamanya waktu berpisah membuatnya melupakan Alea?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dia Mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part#24
Diperjalanan pulang Alea hanya diam. Dia larut dengan pikirannya sendiri sambil melihat keluar kaca mobil. Haikal melirik Alea dari sudut matanya. Tiba-tiba Eri bertanya untuk memecah keheningan.
''Maaf dok, apa anda pernah tinggal disini dulu?''
''Tidak pak, emang kenapa?'' Haikal balik bertanya.
''Hmm, bapak rasa pernah melihat anda delapan tahun yang lalu'' kata Eri sambil berpikir.
''Lebih baik ayah istirahat saja. Gak usah pikirkan yang telah berlalu'' jawab Alea. Dia tidak mau ayahnya mananyakan hal yang orang disampingnya tidak ingat. Haikal melihat kearah Alea.
Tapi Alea malah mengalihkan pandangannya kekaca mobil.
''Delapan tahun yang lalu apa orang itu benar mirip seperti saya pak?'' tanya Haikal pura-pura tidak tahu.
''Iya, walau umurnya masih remaja tapi wajah kalian benar-benar mirip. Dia anak yang baik dan ramah. Padahal dari yang bapak lihat dia anak orang kaya tapi mau berteman dengan Alea. Hampir tiap minggu dia main kerumah. Jadi tidak mungkin bapak salah. Hanya saja setelah itu dia tidak pernah lagi bapak lihat. Dan ketika bapak melihat dokter baru bapak ingat kembali'' Jelas Eri semangat. Dia seperti mengingat setiap saat bertemu dengan Hainal. Haikal terdiam sejenak. Dia harus bagaimana mengatakan kalau Hainal sudah tidak ada. Alea makin tidak enak dengan suasana sekarang.
''Ayah...'' Alea kembali menegur Eri.
''Hehe, iya Lea. Ayah tidak akan bertanya lagi'' jawab Eri tersenyum. Eri sangat tahu bagaimana perasaan Alea kepada Hainal.
Tidak ada pembicaraan mereka sampai didepan rumah tua yang sederhana. Alea langsung keluar untuk membantu ayahnya turun. Sedangkan Alan yang sudah sampai duluan langsung menurunkan barang mereka dari bagasi mobil dan dibawa masuk kedalam rumah.
''Ayo masuk dulu dokter'' Ajak Eri. Haikal masih termenung melihat kondisi rumah Alea yang sudah sangat tua. Tapi dia juga suka dengan kondisi halaman yang asri dan terawat.
''Gak usah diajak ayah. Anda pasti sibukkan dok. Bukannya anda bilang ada urusan tadi'' kata Alea dengan senyum dipaksakan.
''Apa boleh saya masuk pak?'' tanya Haikal tersenyum kearah Alea. Alea malah terkejut mendengar ucapan Haikal.
''Apa ini orang salah makan. Kenapa dia mau menerima tawaran ayah untuk masuk kedalam rumah'' Batin Alea.
...''Hmm, bukannya anda orang yang sangat pilih tempat untuk dikunjungi. Saya rasa anda tidak akan suka masuk kerumah saya'' ucap Alea mengertakan giginya bicara. Dia masih berusaha menyuruh Haikal pergi....
''Ini pengecualiannya'' jawab Haikal santai tanpa menghiraukan Alea.
''Ayo pak kita masuk'' sambungnya lagi sambil memapah Eri masuk.
Alea mengikuti dari belakang dengan cemberut.
''Apa sih maunya nih orang. Kemaren cuek minta ampun. Sampai tidak ingin kenal sama sekali. Sekarang malah bersikap baik sama ayah'' batin Alea.
''Udah gak usah ngomong dalam hati'' sindir Haikal yang berjalan didepan Alea.
''Siapa yang ngomong dalam hati. Anda terlalu percaya diri'' jawab Alea.
''Percaya diri salah satu yang harus dimiliki oleh dokter. Iyakan pak?'' kata Haikal.
''Iya dok'' jawab Eri senang.
''Ayo silakan duduk dok, maaf kondisi rumah kami seperti ini. Dan kalau anda tidak nyaman duduk dikursi tahan aja'' sambungnya lagi. Haikal tersenyum dan langsung diduduk di kursi yang sudah tua juga bahkan kainnya sudah banyak yang robek.
Haikal mau masuk kedalam rumah untuk melihat seperti apa kehidupan Alea yang membuat Hainal jatuh cinta kepadanya. Apalagi selama yang Haikal tahu Hainal adalah tipe orang yang sangat tertutup dan tidak suka bergaul dengan perempuan.
Haikal memperhatikan setiap sudut rumah. Tidak ada satu pun barang mewah disana. Yang ada hanya perabot tua yang bagi Haikal sudah tidak layak untuk dipakai. Selama ini Haikal berpikir kalau Alea adalah cewek matre pada umumnya. Dia tidak menyangka kehidupan Alea seperti ini padahal dia sudah bekerja sampai lembur.
''Lea tolong kamu buatkan dokter teh'' perintah Eri.
''Dokter tidak minum yang begituan yah. Tidak sehat untuknya'' jawab Alea.
''Tapi tidak baik tamu tidak diberi minum'' ucap Eri.
''Gak usah repot-repot pak. Saya juga tidak haus'' tolak Haikal. Dia masih melihat kemarahan dimata Alea setelah kejadian hari itu.
''Kalau gitu Alea kekamar memereskan pakaian ayah dulu'' kata Alea.
''Nanti saja. Kamu temanin dokter mengobrol disini. Ayah mau istirahat'' ucap Eri. Alea mau menolak tidak enak hati. Dia melihat kearah Haikal seolah menyuruhnya cepat pergi. Alea belum sepenuhnya ingin bertemu Haikal setelah dia menangis hari itu. Kalau dipikir sekarang dia agak malu.
Tiba-tiba terdengar teriakan dari luar.
''Alan keluar kau'' teriak orang tersebut membuat Alea terkejut. Alan yang berada dikamarnya langsung keluar. Mereka ingin melihat siapa yang datang.
Ternyata yang datang Rina bersama dengan anak laki-lakinya yang umurnya tua dua tahun dari Alea.
''Ada apa bang Riyan mencari Alan?'' tanya Alea menatap Rina dingin.
''Jangan pura-pura tidak tahu kau. Kalian harus bertanggungjawab atas apa yang dilakukan Alan sama papa'' teriak Riyan anak Rina marah.
''Semua itu pantas untuknya. Setelah apa yang dia lakukan terhadap ayah saya'' jawab Alan tidak kalah marahnya.
''Apa kalian punya bukti kalau semua itu dilakukan papa saya. Saya bisa menuntut kalian'' ancam Riyan.
''Iya tuntut saja anak yang tidak tahu diuntung ini. Dia bahkan hampir membunuh papamu'' ucap Rina.
''Hei tante, kalau Alan ingin membunuh om hari itu. Mungkin sekarang dia sudah berada dirumah sakit. Tapi buktinya ayah saya yang dirawat dirumah sakit. Dan asal bang Riyan tahu tante dan om hampir saja membunuh ayah saya. Kalau bang Riyan tidak percaya tanya langsung sama ayah'' kata Alea.
''Alah alasan kalian saja. Biar kalian punya alasan untuk memukul papa saya. Kalau kalian tidak ingin masalah ini berujung kepengadilan sebaiknya kalian serahkan sertifikat tanah'' jawab Riyan dengan senyum jahatnya bersama Rina.
''Hehe, lucunya'' Alea tertawa mengejek.
''Kalau intin dari semua ini adalah sertifikat tanah. Kenapa kalian sampai ngomong berbelit-belit. Asal kalian tahu kami tidak akan pernah memberikan sertifikat tanah ini. Dan kamu bang, seharusnya kamu malu untuk menunjukan wajah didepan kami. Hanya untuk biaya pernikahan kamu. Tante sampai ingin menjual tanah ini yang bukan haknya lagi. Dulu karna alasan biaya sekolah dan kuliahmu dia menjual semua tanah milik kakek. Dan hanya tanah ini yang diberikan kakek untuk ibu. Tidak ada hak tante atas tanah ini'' ucap Alea tegas.
''Kalau kamu tidak mau menyerahkan sertifikat tanah ini. Siap-siap adik kesayanganmu masuk penjara dengan tuduhan penganiayaan saya punya buktinya'' Ancam Riyan memperlihatkan video Alan memukul Dedi diponselnya.
Alan sangat marah dia berjalan kedepan ingin memukul Riyan yang tertawa licik penuh kemenangan.
''Dasar manusia biadab. Tidak cukup dulu kalian menyiksa kami. Sekarang kalian ingin memgancam kami dengan video itu. Kalau kamu berani hadapi saya secara jantan'' hardik Alan. Emosinya sudah tidak terkontrol lagi. Alea berusaha menahan Alan. Dia tidak mau Alan memukul Riyan. Karna itu akan memperkeruh keadaan. Mungkin ini yang diharapkan Rina dan Riyan sekarang. Sehingga mereka bisa mengancam untuk mendapatkan sertifikat tanah.