DICARI DENGAN SEGERA
Asisten pribadi.
• Perempuan usia max 27 tahun.
• Pendidikan terakhir min S1.
• Mampu berkomunikasi dengan baik dan bernegosiasi.
• Penampilan tidak diutamakan yang penting bersih dan rapi. (Lebih bagus jika berkaca mata, tidak banyak senyum, dan tidak cerewet.)
Kejadian itu satu setengah tahun lalu, saat dia benar-benar membutuhkan uang, jadi dia melamar pekerjaan tersebut. Namun setelah dia di terima itu adalah penyesalan untuknya, sebab pekerjaanya sebagai asisten pribadi benar-benar di luar nalar.
Bosnya yang tampan dan sangat di gemari banyak wanita itu selalu menyusahkannya dalam hal pekerjaan.
Dan pekerjaannya selain menyiapkan segala kebutuhan pribadi bosnya, Jessy juga bertugas menyingkirkan wanita yang sudah bosan dia kencaninya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chris Dan Masa Lalunya (Part)
Chris menunduk dengan tangan yang memegang gelas minuman di tangannya. Di depannya ada Charles dan Jordy yang menatap dengan tak percaya.
"Jadi, Jessy tahu tentang rencanamu?" Chris mengangguk.
"Dan dia tetap mengikuti permainanmu?" Chris kembali mengangguk.
"Dia gila." Jordy menggeleng pelan. Jelas dia tak habis pikir dengan Jessy, sudah tahu Chris hanya mempermainkannya, bukannya menolak, tapi malah memilih masuk dalam permainan.
"Lalu kau, bukannya kau tidak tertarik padanya, dan hanya mempermainkannya?"
"Awalnya memang begitu, tapi semakin lama aku semakin menyukainya." Chris meneguk minumannya. "Dan sekarang dia justru tak percaya padaku."
"Kau tak mengaku saat aku tanya kau mulai menyukainya?" tanya Jordy.
"Ya, dia kan memang begitu. Egonya terlalu tinggi." timpal Charles, lalu keduanya tertawa.
Chris menghela nafasnya. Ya awalnya dia memang hanya ingin mempermainkan Jessy, namun ternyata dia justru jatuh hati pada Jessy, hanya saja di depan Jordy dan Charles dia enggan mengakuinya. Tentu saja apa yang Charles dan Jordy bilang benar. Egonya terlalu tinggi. Dia hanya enggan mengakui jika dia sudah kalah dari Jessy. Dan justru dialah yang jatuh cinta pada Jessy.
"Lalu sekarang bagaimana?" Chris mengusap wajahnya kasar.
Jordy dan Charles saling pandang. "Maafkan kami, Chris. Tapi, mungkin kau akan sulit mendapatkan kepercayaannya lagi."
"Itu bukan solusi." Bahu Chris semakin jatuh. Dia datang berharap bisa mendapat solusi dari permasalahannya. "Belum lagi kedatangan Caterina membuatku pusing."
"Caterina?" Jordy dan Charles menunjukkan wajah terkejut.
"Wanita itu kembali?"
"Hm..." Chris hanya bergumam, dan kembali meneguk minumannya.
"Chris, kau jangan sampai jatuh ke dalam tipu daya wanita jalang Itu lagi. Jika iya, maka kau bukan teman kami lagi," ucap Jordy.
Charles mengangguk. "Jordy benar. Jika kau bersama dengannya, jangan pernah temui kami lagi!"
"Ingatlah apa yang dia lakukan padamu dulu."
"Aku tak peduli padanya." Jordy dan Charles menghela nafasnya lega. "Hanya saja dia datang dengan bukti DNA jika aku memiliki anak dengannya."
"Apa!"
....
Jessy menggenggam kertas di tangannya, dimana ada tanda tangan Chris disana. Kertas berisi perjanjian jika Chris akan melakukan apapun untuknya jika dia membantunya untuk berpura-pura menjadi kekasihnya di depan Deborah.
Ya, Jessy akan menggunakan ini untuk meminta Chris mengizinkannya berhenti, tanpa denda. Setelah itu dia bisa bebas.
Jessy tak punya pilihan lain, sebab Jessy yakin sekarang Chris mungkin lebih tidak akan mengizinkannya pergi. Tentu saja Jessy yakin jika Chris merasa dia sudah melukai harga dirinya karena menolaknya.
Setelah memasukan kertas tersebut kedalam tasnya Jessy bersiap untuk pergi ke rumah Chris dimana dia harus menyiapkan kebutuhan Chris seperti biasanya.
Tiba di rumah Chris Jessy langsung menyiapkan pakaian dan segala kebutuhan Chris. Melihat Chris yang masih bergelung di dalam selimut Jessy segera membangunkan pria itu, namun Chris justru bergeming.
"Tuan, bangunlah." Jessy mengguncang bahu Chris agar pria itu segera bangun, sebab beberapa kali dia memanggilnya pria itu tak kunjung bangun.
Chris mengusap matanya lalu mendudukan dirinya. "Kamu sudah datang?"
"Ini pukul 8 pagi, Tuan." Tak biasanya Chris bangun siang, biasanya Chris akan bangun dengan teratur di pukul 7.30 pagi. Tapi saat Jessy tiba, pria itu justru masih memejam.
Tangan Chris terangkat meraih air di meja nakas lalu meneguknya hingga setengah. "Aku akan mandi." Chris bangkit namun dia merasakan pusing, dan kembali duduk.
"Anda baik- baik saja?" Jessy bahkan refleks mengulurkan tangannya untuk menahan tubuh Chris.
"Tidak apa. Hanya terlalu banyak minum semalam." Chris kembali berusaha bangun dan pergi ke kamar mandi.
Jessy menatap punggung Chris yang terlihat lesu, lalu keluar dari kamar untuk menyiapkan minuman perada pengar untuk Chris. Tak biasanya pria itu minum sampai mabuk. Dua tahun menjadi asisten Chris, Jessy tahu jika Chris bisa kuat minum sampai beberapa gelas jika sedang pertemuan bisnis. Tapi kali ini pria itu minum sampai mabuk? Apa karena permasalahan mereka semalam.
"Cih, tidak mungkin." Jessy tidak akan percaya dengan pria itu lagi. Lagi pula tidak mungkin Chris begitu frustasi sampai mabuk hanya karena penolakan darinya.
Chris mendudukkan dirinya di meja makan lalu menoleh pada Jessy. "Kamu sudah makan?" tanya Chris.
"Saya sudah, Tuan."
"Kalau begitu aku tidak makan." Chris bangkit dari duduknya dan bergegas pergi.
Jessy menipiskan bibirnya menatap heran pada Chris yang bersikap aneh. Dia melihat minuman pereda pengar yang dia buat masih utuh di atas meja.
"Maaf, aku minta tumbler," ucapnya pada pelayan.
....
Jessy mengikuti Chris yang sudah memasuki mobil lebih dulu, dengan sebuah tumbler di tangannya. Saat dia menyentuh pintu depan, Chris membuka jendela. "Duduk di belakang." Jessy melihat kursi kemudi yang ternyata sudah di duduki supir, lalu dia sendiri berjalan ke arah pintu belakang dan duduk di sebelah Chris.
Melihat Chris yang duduk dengan memijat kepalanya dengan mata memejam, Jessy mengulurkan tumbler di tangannya. "Minumlah."
Chris membuka matanya lalu menatap tumbler yang di pegang Jessy. "Apa ini?" katanya. Chris mengambil tumbler tersebut dari tangan Jessy.
"Minuman pereda pengar, Tuan." Chris tersenyum.
"Kamu khawatir padaku?"
Jessy mengeryit. "Apa maksud anda, Tuan?"
Chris masih menampakkan senyumnya. "Kau khawatir aku sakit karena terlalu banyak minum?"
Jessy menipiskan bibirnya. "Maafkan aku, Tuan. Aku adalah asistenmu. Aku berkewajiban untuk memastikan setiap kebutuhanmu, termasuk jika anda mabuk." Setelah itu Jessy memalingkan wajahnya keluar jendela.
Chris menunduk kembali menatap tumbler di tangannya, namun kali ini senyumnya surut. Hanya sesaat, hingga dia menghela nafasnya lalu kembali tersenyum. "Apapun itu, terimakasih," ucap Chris, lalu membuka dan meminum air di dalamnya.
Jessy menoleh dan melihat Chris meminum pereda pengar buatanya. "Sudah habis," ucap Chris dengan tersenyum, sementara Jessy hanya diam dengan wajah terpaku.
....
Tiba di lobi kantor Chris di hadang oleh seorang wanita, hingga dia menghentikan langkanya, diikuti Jessy yang juga berhenti.
Jessy melongokkan wajahnya dan terdiam saat melihat Caterina berdiri di depan Chris. Wanita itu tersenyum menatap Chris lalu berkata ... "Lama tidak bertemu Chris," ucapnya dengan mengulurkan tangannya.
"Yang pasti aku tidak senang dengan pertemuan kita." Chris menanggapi dengan dingin, bahkan tak menerima uluran tangan Caterina.
Caterina terkekeh dengan menarik kembali tangannya. "Begitu? Tapi sayang sekali, senang atau tidak kita tetap harus bertemu. Tentu saja asistenmu sudah mengatakannya, bukan?" Caterina menatap Jessy.
Jessy berdehem. "Kalau begitu saya duluan, Tuan." Jessy mengangguk dan hendak pergi. Dia tak ingin terlibat dengan permasalahan dua orang ini. Namun dia justru merasakan kerahnya di tarik dari belakang.
"Siapa bilang kau boleh pergi?" Jessy menatap Chris dengan tajam, lalu ke arah Caterina dengan dengan meringiskan senyum.
"Tuan, apa yang kau lakukan?"
"Aku tak ingin membuang waktuku. Tapi sepertinya wanita ini akan bicara banyak. Jadi sebaiknya kamu siapkan ruang meeting." Jessy melipat bibirnya lalu mengangguk.
"Baik, akan saya lakukan." Jessy menghela nafasnya untuk segera pergi menyiapkan ruang pertemuan untuk Chris dan Caterina. Bukan hanya itu, Jessy juga harus tetap disana dan mendengar setiap kata yang keluar dari bibir Chris dan Caterina, yang menurut Jessy tak perlu dia dengar secara gamblang. Jelas itu terasa menyakitinya.
semangat juga buat Othornya biar Up terus😍😍🔥🔥🔥🔥🔥