Ibu,,, aku merindukanmu,, airmatanya pun berderai tatkala ia melihat seorang ibu dan anaknya bercanda bersama. Dimanakah ibu saat ini,, aku membutuhkanmu ibu,,,
Kinara gadis berusia 18thn yang harus menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian kedua orang tuanya yang mengejar bahagia mereka sendiri, hingga ia harus merelakan harga dirinya yang tergadai pada seorang CEO untuk kesembuhan sang adik,,apakah bahagia akan hadir dalam hidupnya atau hanya derita dan derita,,,,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Liliana *px*, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 24 rencana tingkepan
Waktu terus bergulir, tanpa terasa usia kandungan Nara sudah hampir tujuh bulan. Menurut kepercayaan orang jawa, usia kandungan yang menuju tujuh bulan di lakukan acara syukuran yang sering disebut dengan tingkepan. Yang bertujuan agar Ibu juga bayinya diberi keselamatan saat persalinan nantinya, juga diberi keberkahan. Nara yang mulanya tak tahu apa apa kini mulai mengerti setelah diberi tahu ibu ibu yang membantu pekerjaannya.
Selama ini, untuk menopang hidup keluarga kecilnya yang tak utuh itu, ia membuka usaha konveksi, karena hobinya yang suka mendesain sendiri baju untuk debay, akhirnya ia memutuskan untuk membuka usahanya.
Dengan sedikit tabungan yang tersisa, ia mulai membeli semua keperluan alat dan mesin jahitnya. Mulanya dia sendiri yang menjahit, dan hasil jahitannya di pasarkan secara online juga dititip titipkan pada toko toko yang ada di pasar.
Sementara Naya membantu Kakaknya dengan menanam bunga bungaan seperti mawar, lily, juga melati, dengan tangannya sendiri ia merangkai bunga bunga itu dan dititipkan di toko bunga yang ada di daerah itu.
"Kak,, adakah yang menjadi beban Kak Nara sekarang?"
Naya duduk disamping Nara yang kini menatap bintang bintang yang berhamburan di langit, menjadi pemandangan yang indah di malam yang gelap gulita, serta angin yang berhembus sepoi sepoi, menambah dinginnya malam yang semakin menusuk tulang.
"Besok bantu aku belanja keperluan buat tingkepan ya, Dek! Sekalian aku ingin membeli kain untuk bahan konveksi kita, alhamdulillah ada pelanggan yang membeli dalam jumlah besar, mereka suka dengan model dan bahan dari baju yang aku desain."
Nara pun mengambil nafas perlahan lalu melepaskannya dengan berat. Di pandanginya Naya dalam dalam. Setitik air mata jatuh dari pelupuk matanya.
"Maafkan aku, sampai saat ini belum bisa membuatmu bahagia sayang, mudah mudahan usaha kakak maju pesat agar bisa mewujudkan impianmu sayang,,,"
Nara membelai lembut rambut Naya yang tersenyum penuh arti kepadanya.
"Kak,,, bagiku tak ada yang lebih penting selain kalian,Rana, Kakak juga debay, kalau soal impianku, masih bisa ku capai meski tidak masuk universitas, ilmu yang diajarkan padaku selama ini sudah setaraf dengan perawat di rumah sakit Kak, jadi Kakak tak perlu khawatir, aku masih bisa bantu bantu di puskesmas desa, biar ilmuku tidak hilang nantinya."
Nara hanya tersenyum mendengar perkataan Naya, meskipun hidup mereka serba sederhana, namun mereka bertiga cukup bahagia dengan hidup mereka yang sekarang.
Meski tiap kali mereka harus melakukan pemeriksaan untuk Rana tiap minggunya di kota.
Itulah yang membuat tabungan Nara semakin menipis, hingga harus mengorbankan pendidikan Naya ke Universitas Kedokteran yang biayanya cukup mahal bagi mereka sekarang.
"Hidupmu adalah milikmu sayang,,, aku akan mendukung apa pun keputusanmu, maafkan aku karena tak bisa mewujudkan impianmu."
Dengan senyum penuh keterpaksaan Nara memeluk tubuh adiknya sambil menitikkan air mata, namun segera di hapusnya, ia tak mau terlihat lemah di depan adiknya saat ini.
"Kak,,, apa Ibu dan Ayah masih mengingat kita, sudah hampir 8 tahun kita berpisah dengan mereka, apa kita masih ada di hati Ayah dan Ibu, Kak?"
Nara melepas pelukan mereka, lalu menakupkan kedua tangannya di pipi Naya. Lalu menghapus air mata yang mengalir di pipi adiknya itu.
"Percayalah sayang,,, Ayah juga Ibu pasti juga merindukan kita, jika mereka tahu kondisi Rana, mereka juga pasti akan sedih, tapi kita juga harus tahu kesulitan Ayah juga Ibu dengan keluarga mereka yang baru, aku yakin, suatu saat kita akan bersama dengan mereka."
Meski dengan menahan gejolak hatinya yang juga ikut menjerit dengan kerinduan yang terpendam untuk kedua orang tuanya, Nara tetap berusaha menghibur adik tercintanya itu.
"Auww,,,"
tiba tiba saja Nara menjerit tertahan sambil memegangi perutnya. Membuat Naya terkikik pelan.
"Debay menendang kakak lagi?"
Nara hanya mengangguk sambil tersenyum kearah Naya, dielusnya perut yang udah membuncit itu dengan penuh kasih sayang.
"Sayang,,, tenanglah, Bunda tidak sedang mengghibah orang, tapi kami rindu akan Kakek dan Nenekmu, tenang ya sayang,,,"
Sambil mengajak debay berbicara Nara terus mengelus elus perutnya. Hingga debay tak menendangnya lagi.
Memang debay tidak suka jika Bundanya membicarakan seseorang, ia seakan protes dengan menendang perut Bundanya, hingga Nara menenangkannya.
"Ayo masuk ke dalam, angin sudah mulai kencang, nanti kita masuk angin lagi."
Ajak Nara yang diangguki oleh Naya, lalu keduanya pun segera masuk ke dalam rumah dan menuju ke kamar mereka masing masing.
Setelah merebahkan dirinya di ranjang, akhirnya Naya pun masuk dalam alam bawah sadarnya.
Berbeda dengan Naya yang sudah di buai oleh mimpi indahnya. Nara justru tak bisa memejamkan matanya.
Potongan potongan kecil kenangan tentang Raffi selalu membayang di matanya. Hingga bulir bening itupun mengalir dan membasahi pipinya dan jatuh di bantal yang di peluk oleh Nara.
"Kak,,, besok anak kita akan diruwat, tolong jaga kami dari sana Kak, ridhoi selalu langkahku, meski aku lebih suka menemanimu di sana, namun tanggung jawabku pada kedua adikku dan anak kita, membuat aku harus bertahan dengan kerinduan yang menyiksa ini, sungguh aku sangat merindukanmu, Kak."
Air mata Nara terus mengalir hingga ia merasa lelah lalu perlahan ia pun masuk ke alam mimpinya.
"Sayang,,, bangun sudah pagi, katanya kamu mau beli keperluan untuk acara tingkepan anak kita, juga kain untuk konveksimu, ayo bangun, matahari udah mulai meninggi, sayang,,, bangunlah,,,,"
Nara pun menggeliatkan tubuhnya, samar samar ia bisa mendengar suara Raffi membangunkannya. Dengan segera ia pun membuka matanya, berusaha mengumpulkan semua kesadarannya, saat semua kembali air matanya pun tertumpah lagi.
Dipandanginya wajah yang ada di depannya.
"Kakak,,,"
Bisiknya lirih memandangi wajah tampan di hadapannya.
bersambung🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹