Sebelum ibunya Sherin menghembuskan nafas terakhir,tubuhnya sangat lemah.dengan susah payah ia pun berkata."pergilah! carilah anakmu,ayahnya bernama...Devan...tapi,kamu harus berjanji tidak boleh menemui laki laki itu dengan wajah aslimu!"dan Sherin pun segera menyetujuinya.
"kenapa harus seperti itu bu?kenapa harus menyembunyikan wajah asliku?bukanya raut wajahku yang cantik yang ibu turunkan pada diriku ini yang selalu ibu banggakan?"
Namun sejak kejadian itu,ibunya Sherin menggunakan teknik kecantikannya menyembunyikan wajah asli Sherin...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mpu gandring, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kebencian
Sewaktu perjalanan mengantar Simon pulang, Simon yang mungkin sudah lelah karena menangis itu, sebelum sampai rumah Sherin pun sudah tertidur.
Dengan perlahan dia membaringkan anak itu di kursi belakang, lalu melepaskan jaketnya untuk menyelimuti badan anak itu.
Setelah berpikir-pikir, dia pun berkata: "tolong kendarai mobilnya agak sedikit pelan ya! Simon sedang tidur di belakang," berhenti sejenak dan lanjut berkata " terus AC nya jangan terlalu besar! kalau tidak,bisa ada perbedaan suhu yang drastis saat turun dari mobil nanti,dan bisa membuatnya mudah terserang flu."
Ketika sudah sampai,Devan memberhentikan mobilnya di tempat yang sama, membelokkan badannya dan melihat Sherin, pandangan Sherin saat ini semua berada pada diri Simon, penuh kasih sayang dan kelembutan. Saat pandangan matanya tertuju pada pakaian Simon yang tipis itu, dia pun memanjangkan tangannya, lalu memberikan Sherin jaketnya yang di letakkan di samping pengemudi itu dan berkata " selimuti Simon dengan ini saja!" setelah mengatakan itu, Devan pun mengalihkan pandangannya lagi dan tidak berbicara lagi.
Sherin menerima dan menyelimuti Simon dengan jaket yang di berikan devan, menoleh dan menatap dari belakang punggung laki laki itu, setelah tersadar baru lah berhenti menatap nya, lalu mengambil jaketnya sendiri dan memakainya.
Saat turun dari mobil, Sherin berdiri di pinggir jalan.Devan kembali menyalakan mobil, berpikir sejenak lalu membuka kaca mobil dan berkata "kamu masuk dulu!"
Sherin terdiam sejenak, baru sadar dan mengerti maksud laki laki itu, Sherin menganggukan kepalanya kepada devan dan membalikan badan berjalan menuju rumahnya.
Berjalan masuk ke lorong, kemudian masuk ke rumah kontrakannya, menyalakan lampu,Sherin lalu membalikkan badannya untuk melihat ke arah depan lorong itu.
Mobil itu langsung pergi.
Sebenarnya laki laki itu hatinya juga tidak jahat,( Sherin menyimpulkan dalam hatinya)
Setelah mobil berjalan tidak berapa jauh, Devan memukul-mukul bagian belakang kursi di sampingnya dan berkata "jangan berpura-pura lagi! orang nya sudah pergi."
Bayangan hitam kecil di kursi belakang itu pun menggerakkan badan bagian bawahnya,lalu duduk. Simon sebenarnya berpikir untuk memberikan waktu untuk mereka berdua, tapi siapa tahu dari awal sampai akhir mereka berdua juga tidak terlalu berbincang. Berpikir sampai di sini, anak itu pun memonjongkan bibirnya ke arah Devan.
"papa,sebenarnya kamu merasa mama itu gimana sih?"
Pandangan Devan melihat ke depan, tidak melirik ke samping sedikit pun, namun di benaknya muncul sederetan bayangan.
Dia melengkungkan bibirnya dan membuka suara "dia sudah tua,jelek lagi juga tidak menarik,"
Simon melototi Devan sejenak, dengan nada suara yang tidak senang berkata "papa yang sudah tua,makanya penglihatan mu juga sudah tidak bagus lagi." bagaimana pun Simon melihat wanita itu terasa nyaman-nyaman saja.
Setelah mengatakan itu Simon pun berbaring kembali.
Saat ini, di satu kamar di rumah Devan.
Gabriel melihat jam tangan di tangannya, dengan nada dingin bertanya "apa kamu tahu ke mana Devan pergi?"
Pembantu yang terus berdiri di pintu itu menjawab dengan ketakutan "sebelum pukul 8,Tuan Devan sudah membawa Simon pergi." dan langsung menundukkan kepalanya setelah menjawab dan tidak berani menatap Gabriel.
Sudah larut malam seperti ini masih membawa Simon pergi.? Gabriel mengerutkan dahi,ujung bibirnya agak sedikit cemberut ke bawah, dia berdiri lalu menutup pintu kamar itu, mengeluarkan setumpuk uang dan memberikannya kepada pembantu yang di hadapannya itu.
"ayo cepat katakan!" ujarnya.
Mulanya pembantu itu menatap Gabriel dengan sorotan mata yang dalam, dengan tak sabaran dia pun memasukkan uang tersebut ke dalam lengan bajunya, baru lah menjawab "mendengar pembicaraan Simon dan mbok lili, Simon ingin pergi mencari mamanya."
Gabriel dengan kecepatan tinggi seakan tersentak melompat dari ranjang,mama?
"apa dia sudah tidak bekerja lagi di rumah ini?" tanya Gabriel.
pembantu itu menganggukan kepala.
"kenapa?" tanya Gabriel lagi.Dia sempat mendengar bahwa sebelumnya untuk tetap bisa mengasuh Simon, pengasuh itu hampir saja kehilangan nyawa,kenapa bisa tiba-tiba tidak bekerja lagi.
Pembantu itu menggeleng-gelengkan kepalanya, kali ini walau Gabriel sudah mencoba menggunakan cara apapun juga ,dia tetap saja tidak ingin membuka mulut.
Tentang hal itu,Devan sudah pernah berpesan bahwa kalau sampai orang luar tahu,mereka tidak hanya akan kehilangan pekerjaan begitu simple saja.
Walaupun dia tidak mengatakannya,tapi hati Gabriel tahu jelas, pasti telah terjadi sesuatu.
Simon ini terus mengganggu saja,teringat olehnya akan malam hari di mana malam pertunangan mereka yang di rusak oleh Simon,darah di kepalanya menyembur menjadi satu,kepalanya pun terasa sakit.
"kamu keluar dulu!" ujar Gabriel.setelah pembantu itu pergi, dia pun menelpon seseorang "di mana kamu?" tanyanya dalam telpon.
"adikku yang manis,ada apa? sudah rindu dengan diriku ya?" jawab orang yang di telpon itu, suara yang kerap di dengar olehnya ini seolah bersamaan masuk ke dalam telinganya, membuatnya merasa mual,sampai-sampai dalam hatinya ingin sekali muntah.
"kamu tolong aku! cek,Devan baru saja pergi kemana?dengan siapa?"
Laki laki yang di telpon itu terdiam sejenak dan menjawab "aku juga tahu, kamu menelpon pasti hanya demi Devan."
"kamu ingin membantu aku atau tidak?" tanya Gabriel dengan nada tidak sabaran.Kalau saja masalah ini tidak terlalu pribadi, Gabriel tidak akan menelpon laki laki ini.
"bantu dong, tunggu aku! 10 menit lagi aku akan beri kamu jawaban."
Kemudian di telpon terdengar bunyi tutt...tut..tut...(telpon pun di tutup)
Memang kalau menunggu waktu memang bisa terasa berlalu sangat pelan.Gabriel terus mundar-mandir di dalam kamar itu, melihat foto berdua Devan dan Simon di atas kepala ranjang membuatnya menjulurkan tangannya dan menelungkupkan foto itu dengan kuat di atas meja.
Kalau saja Gabriel tahu sekarang anak kecil ini bisa mengganggu rencana-rencananya, dulu dia pasti tidak akan meng-iya kan hal itu.
Tingting....(bunyi pesan weachat yang masuk)
Gabriel membuka pesan tersebut, setelah melihat beberapa foto dari pesan itu, dia marah dan membanting handphone nya ke tas ranjang.
Selanjutnya,dering yang akrab itu berbunyi,melihat layar itu, perasaan dingin dari matanya pun bertambah kuat lagi.
"mau apalagi?"
"yah....adikku ini habis manis sepah,di buang deh!" suara haha itu membuat kulit kepala Gabriel seakan mati rasa.
"kamu ingin mengatakan apa? ayo cepat katakan! kalau tidak ada aku tutup telponnya."
"kamu jangan mengeluarkan amarah mu ke aku! kalau kamu berani,sana keluarkan ke adik iparku! tapi,kalau aku lihat cara Devan menatap wanita itu, takutnya Devan sudah tertarik dengan wanita itu....Gabriel,kalau memang tidak bisa mendapatkan hatinya,aku sarankan menyerahlah sedini mungkin!"
Gabriel menggenggam selimut,menggigitnya di mulut, mencabik-cabik dengan kuat, wanita itu takut dia tidak bisa menahan diri untuk berteriak.
Layar handphone nya masih terhenti pada pesan weachat itu.
Dari beberapa foto di depan itu bisa terlihat dengan jelas.
Foto pertama adalah Simon dan Devan duduk di dalam mobil, wanita itu berdiri di samping jalan.
Foto kedua adalah Sherin naik ke mobil.
Foto ketiga,mereka bertiga masuk ke dalam sebuah restoran masakan hongkong.
Foto ke empat, satu jam setelahnya mereka bertiga keluar dari restoran itu, Simon di tengah, Devan dan Sherin di sampingnya.
Walaupun ini hanya foto dari CCTV di jalan,tapi tetap saja bisa terlihat bahwa sepertinya ada senyuman di wajah Sherin.
Tangannya perlahan menggenggam erat.
Beberapa tahun ini, di luar sana dia selalu mencegah wanita-wanita yang mungkin bisa berhubungan dengan Devan, tapi tidak terpikir olehnya, malah kebobolan seorang wanita yang sangat tidak menarik di pandangan orang lain.
Terpikir olehnya, sejak bertunangan,walau hanya sesekali bermalam di rumah Devan, dia juga tetap saja di atur untuk tidur di kamar tamu ini.
Bahkan tidak bisa masuk ke dalam kamar Devan
Semakin berpikir, Gabriel semakin emosi.kebencian dirinya terhadap Simon dan juga pengasuh yang pantas mati itu pun bertambah.