Squel novel lanjutan dari BUDAK CINTA.
Bagi yang belum membaca di karya ku sebelumnya silahkan mampir dulu ya !!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MICHELLA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23
Waktu terus berjalan begitu cepat, pernikahan ku dengan Irgy sudah tinggal menghitung hari saja. Aku semakin gugup, aku semakin takut, pikiranku semakin bercampur aduk.
Terbayang semua kenangan masa lalu, semua rasa sakit, haru, pilu, kecewa, terhina, seakan kembali menggores luka lama. Dulu aku pernah terjatuh, bangkit lagi, terjatuh lagi. Di perbudak cinta oleh banyak lelaki karena nafsu belaka, berawal dari kegilaan ku hingga nafsu yang mengontrol kehidupanku terjerat sex bebas.
Berkali-kali aku gagal dalam membina suatu hubungan menuju pernikahan. Berkali-kali pula aku mencoba untuk tetap terus mencoba bertahan, tapi dari semua masa lalu kelam kala itu lah yang membuatku mampu untuk terus berdiri kokoh memantapkan diri, dan saat ini. . .
Ya, saat ini. Kehidupan ku yang sebenarnya baru akan dimulai, membina keluarga utuh dalam suatu ikatan pernikahan. Bersama laki-laki yang tak lain bukan dari kriteria yang aku idam-idamkan. Bocah polos nan lugu, laki-laki yang dengan berani menantang ku untuk segera menikah tanpa ikatan pacaran terlebih dahulu.
Bagaimana aku tidak jatuh cinta, meski perlu waktu lama untuk mengakuinya. Meski dia berada jauh dari usia ku saat ini, meski dia tau bagaimana masa lalu ku dulu, meski dia tau aku hidup sebagai tulang punggung ibu ku saat ini, dia tidak gentar. Bahkan kedua orang tua nya bersedia menerimaku dengan penuh kasih sayang, dan membebaskan ku dimana akan tinggal ketika nanti sudah menikah dengan putra mereka.
Sungguh ini suatu anugerah terindah yang tak terduga sebelumnya. Soal jodoh, memang sudah Tuhan yang menentukan nya sebaik mungkin, sepantas mungkin, dan di waktu yang sangat singkat ini. Tuhan melabuhkan hatiku pada sosok laki-laki muda namun lebih dewasa.
Kau tau, air mata ku terus saja mengalir, betapa tuhan sangat baik padaku. Dia masih saja memberiku sosok lelaki idaman setiap wanita tentunya.
" Nak, apa yang kau pikirkan? " sapa ibu ku ketika aku sedang duduk termenung diruang tamu. Menatap kosong foto ayah di layar ponsel ku.
" Bunda, Fanny hanya rindu ayah. Itu saja, " Jawab ku mengalihkan.
" Fanny, berjanjilah satu hal pada ibu Nak. " Ucap ibu ku dengan lembut, menggenggam tangan ku dengan hangat.
" Apa bunda? "
" Saat kau memasuki rumah Irgy sebagai menantu, jangan pernah kau menganggap mereka keluarga asing sebatas mertua dan menantu. Bunda ingin kau juga menganggap mereka seperti kau menganggap ayah dan bunda mu sebagai orang tua. Hormati dan sayangi sepenuhnya. Dan Irgy, walau dia masih lebih muda darimu. Tapi dia suamimu, hormati layaknya dia sebagai suami dan kepala keluarga di rumah tangga kalian nantinya. Berjanji lah nak. . . " Ucap ibu dengan tatapan begitu lekat pada ku. Ada kebahagiaan bercambur sedih dari sorot kedua matanya.
" Bunda, terimakasih selalu memberikan nasehat yang sangat berarti dalam hidup Fanny. Fanny tidak akan berjanji, Fanny takut mengingkarinya. Tapi Fanny akan berusaha sebisa mungkin bunda. " Jawab ku dengan mantap.
" Bahagia ini tidak mampu bunda ungkapkan dengan kata-kata lagi Nak. Pernikahanmu sudah kian mendekat, rasanya bunda masih ingin memanjakan mu sebagai puteri bunda. Tapi kali ini, jodoh mu lah yang akan menggantikan peran bunda nantinya, begitu juga ayah mu. Pasti saat ini ikut menyaksikan nya, dan andai dia masih bersama kita. Dia akan berkata hal yang sama dengan bunda. " Perlahan air mata ibu mulai mengalir deras. Aku hanya mampu memeluknya tanpa berucap kata satupun.
🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃🍃
Tiga hari sebelum pernikahan. . .
Memang benar, kata banyak orang yang pernah ku dengar. Pernikahan itu sangat sakral, akan ada banyak cobaan yang datang melanda sebelum hari H. Entah dari kedua belah pihak keluarga, atau dari pasangan yang akan menikah.
Aku mengalami suatu kecelakaan kecil ketika menaiki motor milik butik, untuk mengantar barang pesanan seseorang. Sebenarnya itu bukan tugas ku, tapi entah kenapa aku begitu ingin mencoba kembali menaiki motor di jalanan kota yang begitu ramai ini. Sepertinya sangat menyenangkan, hingga dari arah yang berlawanan seorang siswa SMA menaiki motor dengan ugal-ugalan menyenggol setir motor yang ku kendarai hingga membuatku terjatuh hilang kendali.
Semua keluarga panik mendengar hal ini, namun lagi-lagi Tuhan berbaik hati pada ku. Aku hanya mengalami luka kecil di bagian kaki kanan ku, meski ini membuatku cukup susah berjalan. Mungkin sudah waktunya aku cuti dari pekerjaan ku sementara waktu.
Ke esokan hari nya, entah bagaimana awalnya ibu terjatuh di kamar mandi hingga tak sadarkan diri. Orang pertama yang aku ingat saat ini hanya Irgy dan keluarganya, bersyukur Irgy dengan cepat membawa ibu ke rumah sakit terdekat. Hingga membuat ibu harus terpaksa di opname karena tubuhnya begitu lemah. Mungkin karena terlalu lelah dengan kesibukan nya menyiapkan pernikahan ku dengan Irgy.
Walau sudah di sepakati, aku dan Irgy hanya cukup duduk tenang dan santai. Karena semua persiapan kami sudah ada yang menanggung nya termasuk gaun pernikahan ku, gedung, dan catering, sudah di atur oleh beberapa orang yang mengaku sebagai kerabat dekat orang tua Irgy. Aku mengiyakan nya saja, meski tanpa sengaja ku dengar bisikan mereka mengatakan bahwa mereka semua adalah para asisten dan pengurus rumah keluarga besar Irgy.
Dokter menyarankan ibu untuk opname satu malam saja, namun beliau dengan semangat beranjak kemudian berdiri. Menolak untuk mendapat perawatan lebih di rumah sakit, naluri seorang ibu. . . aku terharu dengan sikap ibu kali ini.
Seketika ibu sehat kembali seperti sedia kala saat satu hari sebelum pernikahan ku berlangsung. Seperti yang sudah di tentukan pernikahan ku tetap di adakan di kota besar ini, di salah satu gedung hotel berbintang dengan berbagai macam souvenir yang sudah di siapkan, dengan syarat yang menghadiri undangan pernikahan ku dengan Irgy harus membawa undangan langsung yang bertuliskan nama ku dan Irgy.
Tidak kah ini terlalu menggelikan bagiku? Terkadang aku merasa tidak pantas dan minder, namun terkadang pula aku merasa jadi wanita satu-satunya di dunia ini yang paling beruntung bisa mendapatkan kemegahan ini semua dari orang keluarga Irgy. Mereka sungguh sangat baik.
Drrttt. . . Drrttt. . .
Ponselku berdering, lagi-lagi sebuah nomor baru yang memanggil. Tanpa berpikir panjang aku menerima panggilan tersebut,
** Halo, dengan siapa?
Jawab ku santai,
**Bagaimana kabarmu Fanny?
Ehm, baik. Tapi maaf, anda siapa ya**?
Karena aku memang lupa dengan suara si penelpon ini.
**Apa kau sungguh lupa dengan suaraku Fanny?
Aduh maaf, karena nomor mu baru di ponsel ku.
Apa kau masih suka membaca karya seniman Kahlil Gibran**?
Degh !!!
Apakah dia Tristan? Tapi, dia masih mengingat nomor ku? atau. . . Huh, tenang Fanny. Tenang,
**Tris-tan?
Aku bahagia kau masih mengingat ku.
Hahaha, sory. Ehm, sudah terlalu lama sejak hari itu**.
Jawab ku kemudian dengan santai, meski sedikit terkejut dan bibir gemetaran.
**Ku dengar kau tinggal di kota besar saat ini, kehidupan mu pasti lebih baik saat ini. Dan aku, ikut berduka cita. Aku baru mengetahui kepergian ayah mu.
Ya, begitulah. Kehidupan ku berubah lebih baik setelah tinggal di kota yang begitu besar ini. Dan terimakasih ucapana duka mu. Apa kau sudah menikah Tristan**?
Dia terdiam sesaat ketika aku bertanya dengan santai.
**Sepertinya kau sudah hidup sangat bahagia. Terdengar dari suaramu, sepertinya kau sedang jatuh cinta pada seseorang.
Ah, kau membuatku malu saja. Ehm, kebetulan kau menelpon ku. Apa ada sesuatu yang penting? sampaikan saja dulu.
Tidak, aku. . . Aku hanya, tiba-tiba teringat padamu dan begitu terkejut saat mendengar kabar tentang kepergian ayah mu saat itu**.
**Ah, sudah lah. Aku sudah bisa menerima nya dengan ikhlas, takdir Tuhan siapa yang tau bukan? Ah, ya. Bisakah kau kemari esok Tristan?
Besok? ke kota besar? untuk menemuimu? apa kau sungguh masih ingin menemuiku Fanny? Ah, aku sangat bahagia. Jujur, aku masih sangat merindukanmu**.
**Hahaha, kau selalu saja menggodaku. Bukan hanya bertemu dengan ku, tapi juga suami ku. Besok adalah hari pernikahan ku Tristan, datang lah. Aku pasti akan sangat bahagia, aku juga mengundang Tommy dan Dini. Mereka akan datang, datang lah bersama mereka.
Fanny, kau. . . akan segera menikah? Maafkan aku, sepertinya aku terlambat**.
Bip bip bip. . .
Halo, halo. Tristan, halo. . .
Dia, mematikan telepon nya begitu saja? dasar tidak sopan. Apa dia terkejut mendengarku akan menikah? oh astaga. Semoga tidak demikian.
Tapi aku salut dengan cinta kalian yang abadi meski hingga akhir tetap tak bisa bersatu.
Aku rindu dengan cerita ini, aku datang lagi.
Masih, sama, aku selalu terbawa suasana.
Sedih, Kevin, Irgi, Amar, aku merindukan kalian.