NovelToon NovelToon
REINKARNASI BERANDALAN

REINKARNASI BERANDALAN

Status: tamat
Genre:Kebangkitan pecundang / Action / Time Travel / Romansa / Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Tamat
Popularitas:252
Nilai: 5
Nama Author: andremnm

Arya Satria (30), seorang pecundang yang hidup dalam penyesalan, mendapati dirinya didorong jatuh dari atap oleh anggota sindikat kriminal brutal bernama Naga Hitam (NH). Saat kematian di depan mata, ia justru "melompat waktu" kembali ke tubuh remajanya, 12 tahun yang lalu. Arya kembali ke titik waktu genting: enam bulan sebelum Maya, cinta pertamanya, tewas dalam insiden kebakaran yang ternyata adalah pembunuhan terencana NH. Demi mengubah takdir tragis itu, Arya harus berjuang sebagai Reinkarnasi Berandalan. Ia harus menggunakan pengetahuan dewasanya untuk naik ke puncak geng SMA lokal, Garis Depan, menghadapi pertarungan brutal, pengkhianatan dari dalam, dan memutus rantai kekuasaan Naga Hitam di masa lalu. Ini adalah kesempatan kedua Arya. Mampukah ia, sang pengecut di masa depan, menjadi pahlawan di masa lalu, dan menyelamatkan Maya sebelum detik terakhirnya tiba?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andremnm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 23. menuju serang...

Di dalam kegelapan total Jalur Utara Bawah Tanah, yang hanya diterangi oleh senter kecil di tangan Maya, mereka bergerak perlahan. Terowongan bekas air dan lumpur itu sempit dan basah, memaksa mereka untuk merangkak. Dion berada di depan, menyeret Arya yang terikat di tandu kain darurat. Maya berada di belakang, mendorong.

Dion: (Berbisik) "Sempit sekali. Jika kita berhenti di sini, kita akan terkubur. Kita harus terus bergerak."

Maya: "Arya, bagaimana kondisimu? Kau harus bicara padaku."

Arya: (Suaranya serak dan jauh) "Lanjutkan. Jangan... berhenti. Terowongan ini... akan lurus... selama satu kilometer. Lalu... tikungan tajam ke kanan."

Meskipun dalam keadaan kritis, memarahi dirinya sendiri agar tetap sadar. Setiap tarikan Dion di depan mengirimkan gelombang rasa sakit yang tajam ke bahu Arya.

Dion: "Kita harus cepat. Surya mengorbankan dirinya di bunker itu. Kita tidak boleh membuang waktu."

Maya: "Surya akan baik-baik saja, Dion. Dia sudah merencanakan ini. Kita harus fokus pada rute ini. Arya, kau yakin jalur ini aman?"

Arya: "Itu jalur... yang aku gunakan... di masa depan... untuk meninggalkan Cakra Manggala... saat bom meledak. Ini aman dari pengawasan..."

Mereka merangkak selama tiga puluh menit. Udara di terowongan terasa pengap dan lembap. Tiba-tiba, Dion berhenti.

Dion: "Tunggu, Maya! Aku merasakan sesuatu!"

Maya: "Apa? Suara? Ada yang mengejar?"

Dion: "Bukan suara. Getaran. Getaran frekuensi sangat rendah. Itu... Server Utama! Virusnya aktif!"

Dion, sang hacker jenius, mampu merasakan getaran halus di udara yang dihasilkan oleh transmisi data skala besar.

Dion: (Sambil merangkak, wajahnya menunjukkan campuran kecemasan dan kepuasan) "Suntikan data burst yang kita lakukan bekerja! Waktu tunda 12 jam itu hampir habis. Virusnya baru saja meluncurkan payload pertamanya. Sekarang, Server Utama Cakra Manggala sedang mengalami serangan panik."

Maya: "Apa yang terjadi di sana sekarang?"

Dion: "Paranoia! Virusku menyuntikkan tiga informasi palsu yang ditujukan untuk menciptakan perpecahan internal. Sekarang, petinggi militer sedang sibuk mencari tahu siapa yang membocorkan 'pertemuan rahasia' mereka. Kontrak-kontrak palsu itu membuat mereka curiga pada birokrat mereka sendiri. Mereka akan mengira ada pengkhianat internal di Jakarta."

Arya: (Tertawa lemah, yang terdengar seperti batuk) "Bagus... Dion. Itu akan... mengalihkan mereka. Perburuan terhadap 'teroris asing' akan... menjadi prioritas kedua."

Maya: "Tapi bagaimana jika Komandan Jaya menyadari ini adalah virus? Dia tahu kau pintar."

Dion: "Dia akan tahu. Tetapi butuh waktu berjam-jam bagi tim IT mereka untuk melacak dan membersihkan virus dengan payload waktu tunda dan self-destruct data. Sebelum mereka berhasil, kekacauan sudah terjadi di Jakarta. Paranoia sudah menyebar."

Tiba-tiba, terdengar suara gemuruh keras dan teredam dari belakang mereka, diikuti oleh getaran kuat di terowongan.

DUAARRR!

Maya: "Apa itu?!"

Dion: "Pintu bunker! Surya! Dia meledakkan pintu masuk! Dia menjebak dirinya sendiri, tapi dia membeli kita waktu!"

Getaran akibat ledakan itu menyebabkan beberapa kerikil dan debu berjatuhan di sekitar mereka.

Arya: (Suaranya semakin lemah) "Terowongan ini... tidak akan bertahan lama... setelah ledakan... cepat! Celah di ujung... itu pintu masuk ke jalur kereta..."

Mereka meningkatkan kecepatan, merangkak mati-matian, menyeret Arya di antara puing-puing kecil yang berjatuhan. Mereka menyadari pengorbanan Surya tidak boleh sia-sia.

Setelah beberapa menit perjuangan yang brutal, mereka melihat cahaya redup di ujung terowongan. Celah kecil yang Arya sebutkan!

Dion: "Itu dia! Jalur kereta! Kita berhasil!"

Mereka merangkak keluar dari kegelapan terowongan yang sesak, tiba di tempat terbuka: jalur kereta tua yang ditinggalkan, dikelilingi oleh pepohonan rindang. Udara segar, meskipun masih gelap sebelum fajar, terasa seperti surga.

Mereka bebas dari bunker, tetapi kini mereka harus menghadapi jalur kereta yang panjang dan terbuka menuju Kota Serang.

Mereka berdiri di atas rel kereta tua yang ditinggalkan, dikelilingi oleh semak belukar dan pohon-pohon yang tumbuh liar. Udara fajar yang sejuk menyentuh kulit mereka, membawa aroma tanah basah dan daun kering. Setelah berjam-jam merangkak dalam lumpur dan kegelapan, berdiri di tempat terbuka adalah kemewahan yang mengkhawatirkan.

Dion: (Melihat kembali ke terowongan yang runtuh, napasnya tersengal) "Kita berhasil keluar. Surya... dia pasti menahan mereka."

Maya: "Kita harus segera pergi, Dion. Rel ini akan membawa kita ke Serang, tapi rel juga terlihat dari udara."

Mereka kembali membuat tandu, kali ini menggunakan dua batang kayu yang mereka temukan di dekat rel, dan kemeja bersih terakhir. Mereka menempatkan Arya di atasnya.

Arya: (Menggenggam erat lengan Maya, demamnya semakin parah) "Tidak... angkat aku. Aku bisa... berjalan sebentar."

Maya: (Wajahnya keras, menolak) "Jangan keras kepala, Arya. Kau tidak bisa berjalan. Lukamu terbuka lagi karena tarikan di terowongan. Kita harus mengurangi pendarahan."

Maya segera merobek kain kemeja itu dan menekankannya ke luka Arya. Kali ini, darahnya lebih gelap dan lebih lambat, pertanda baik bahwa pendarahan di bahu sudah berkurang, tetapi demamnya mengkhawatirkan.

Maya: "Kita harus bergerak cepat, tapi tidak terlalu cepat. Rel kereta ini akan meninggalkan jejak yang jelas di kerikil dan debu. Kita harus berjalan di atas bantalan kayu rel, bukan di antara kerikilnya."

Dion: "Itu akan melambatkan kita. Tapi kau benar. Jejak kaki di kerikil akan mudah dibaca oleh pelacak Naga Hitam."

Mereka mulai berjalan di atas bantalan kayu yang sempit dan licin. Ini adalah pekerjaan yang lambat dan melelahkan, memaksa mereka untuk terus menjaga keseimbangan sambil memanggul beban Arya. Setiap bantalan yang lapuk menimbulkan decit yang nyaring.

Arya: (Gumam lemah, berhalusinasi) "Dion... cek sinyal... Server Pusat... perhatikan... reaksi... Jakarta."

Meskipun sakit, Arya terus memaksa mereka untuk fokus pada dampak virusnya.

Dion: (Mengambil radio Surya yang dimodifikasi, yang kini hanya berfungsi sebagai scanner frekuensi) "Aku akan memindai frekuensi radio militer dan polisi. Lihat apakah ada lonjakan komunikasi yang tidak normal."

Mereka berjalan selama setengah jam. Langit semakin terang. Keindahan hutan yang baru bangun di sekitar mereka berbanding terbalik dengan bahaya yang mengintai.

Tiba-tiba, Dion berhenti.

Dion: (Mendekatkan telinganya ke scanner radio) "Maya! Dengar ini! Ada lonjakan komunikasi yang luar biasa di frekuensi militer! Mereka panik!"

Dion memutar tombol scanner itu. Suara-suara yang terpotong dan terenkripsi terdengar dari speaker kecil.

Suara 1 (Terputus-putus): "...lakukan investigasi segera... bocoran di internal... kontrak Jembatan X-9 palsu... siapa yang membocorkannya?..."

Suara 2 (Terdistorsi): "...pengkhianat di Kopertis Pusat... cari tahu siapa yang bertemu Komandan Jaya tanpa izin..."

Maya: (Lega bercampur takut) "Virusmu berhasil, Dion! Mereka tidak membicarakan kita! Mereka membicarakan satu sama lain!"

Dion: "Arya benar! Kekacauan internal mereka lebih mendesak daripada mencari teroris asing. Kita berhasil membagi fokus militer."

Arya: (Tersenyum samar, matanya terpejam) "Kerja bagus... Dion. Sekarang... mereka akan saling memburu..."

Keberhasilan virus itu adalah satu-satunya kabar baik mereka. Namun, mereka tidak bisa merayakan. Mereka sekarang harus menghadapi realitas fisik. Demam Arya yang tinggi berarti mereka harus segera mencapai tempat yang aman untuk pengobatan profesional, bukan sekadar obat-obatan darurat.

Maya: "Kita harus mencapai kota terdekat yang memiliki rumah sakit kecil tanpa koneksi langsung ke Cakra Manggala. Serang masih terlalu jauh. Kita perlu mencari desa kecil yang dilewati jalur ini."

Mereka menyadari bahwa perjalanan darat sejauh 50 kilometer di bawah ancaman militer dan dalam kondisi fisik Arya yang seperti ini adalah misi bunuh diri. Mereka harus menemukan solusi lain, dan cepat.

Mereka terus bergerak di atas bantalan rel yang sempit, dengan matahari fajar mulai menembus kanopi hutan. Udara semakin hangat, yang berbahaya bagi demam tinggi Arya.

Maya: (Berbisik) "Arya, kita tidak bisa terus berjalan. Demammu semakin parah. Kita harus menyimpang ke desa terdekat."

Arya: (Menggeleng lemah) "Tidak... Desa... terlalu dekat dengan... jalan raya. Terlalu berisiko... Ada sesuatu... di depan. Sebuah... petunjuk..."

Kata-kata Arya yang samar memicu ingatan Maya. Arya sering menyebutkan sesuatu di jalur kereta ini.

Mereka tiba di sebuah area terbuka, di mana jalur kereta tua itu melebar. Di sana, tersembunyi di balik gudang kayu lapuk, berdiri sebuah Lokomotif Tua yang sudah berkarat, ditinggalkan puluhan tahun lalu.

Dion: "Lihat! Lokomotif! Itu sudah tidak bergerak sejak zaman kolonial. Tapi ini adalah tempat yang bagus untuk bersembunyi sebentar."

Mereka menyeret Arya ke sisi lokomotif yang berkarat untuk mendapatkan bayangan. Saat Maya menyingkirkan semak-semak, ia melihat sesuatu yang aneh.

Di balik tuas rem tangan lokomotif itu, ada sebuah kunci roda gigi perunggu tua yang diikat dengan pita kain oranye terang. Pita itu jelas baru, dan tidak sesuai dengan lingkungan yang tua dan berkarat.

Maya: (Mengambil kunci itu, terkejut) "Kunci apa ini? Arya, apakah ini... petunjuk yang kau maksud?"

Arya: (Matanya setengah terbuka, sedikit lega) "Ya... Kunci kereta. Kau ingat... cerita masa kecilku? Aku pernah... bersembunyi di sini... di Lokomotif Tua..."

Dion: "Kunci kereta? Kereta ini sudah mati! Mesinnya sudah berkarat total!"

Arya: "Tidak... mesinnya... dimodifikasi. Ada motor diesel militer cadangan... yang dipasang di bawah... kabin. Untuk jalur evakuasi darurat... sepuluh tahun lalu. Aku tahu... sandi... tuasnya."

Dion: "Modifikasi diesel di lokomotif uap tua? Itu gila! Tapi jika itu benar, kita punya kendaraan!"

Maya: "Arya, kau yakin kau tahu cara menyalakannya? Mesinnya pasti rumit."

Arya: "Tuas... di balik... panel kontrol. Putar kunci perunggu... tujuh belas kali... lalu masukkan sandi... 'NAGA HITAM JATUH'... huruf besar semua..."

Dion dan Maya saling pandang. Sandi yang sama dengan Daftar Hitam. Arya telah menyiapkan segala sesuatu, bahkan pelarian mereka dengan kendaraan yang mustahil.

Dion: "Maya, aku akan coba. Kita harus membawa Arya ke dalam kabin."

Mereka memindahkan Arya ke dalam kabin lokomotif yang panas dan berdebu. Dion, meskipun ahli dalam teknologi digital, kini harus berhadapan dengan mekanik kolonial yang tua.

Dion menemukan panel kontrol yang ditutupi oleh karat. Dengan pisau serbaguna, ia mencongkel panel itu. Di dalamnya, ada tempat kunci roda gigi perunggu.

Dion: "Ini dia. Kunci roda gigi."

Dion memasukkan kunci perunggu itu dan memutarnya dengan hati-hati sebanyak tujuh belas kali. Terdengar bunyi klik-klik internal.

Maya: "Sekarang, sandinya!"

Dion dengan tangan gemetar, menekan tuas-tuas di panel kontrol sesuai dengan urutan huruf 'NAGA HITAM JATUH'.

Tiba-tiba, dari bawah kabin, terdengar suara mesin yang menyalak, batuk-batuk, dan kemudian...

VROOOM! VROOOM!

Mesin diesel militer itu meraung, meskipun suaranya teredam oleh badan lokomotif tua. Asap tebal mengepul dari cerobongnya. Lokomotif itu, setelah tidur puluhan tahun, hidup kembali.

Dion: (Berteriak kegirangan, penuh adrenalin) "Kita berhasil! Kita punya kereta! Kita akan pergi ke Serang!"

Maya: "Cepat, Dion! Gerakkan! Mereka akan mendengar suara mesin ini!"

Dion menarik tuas gas. Lokomotif tua itu mengeluarkan bunyi berderit yang memekakkan telinga dan mulai bergerak maju, pelan tapi pasti, menjauhi Kota Cakra Manggala yang penuh bahaya. Mereka melarikan diri di atas jalur yang tidak pernah didatangi siapa pun, dengan Arya sebagai kapten mereka yang sakit.

1
Calliope
Duh, hati jadi bahagia setelah selesai baca karya ini!
andremnm: makasih🙏🙏
total 1 replies
Deqku
Aku jatuh cinta dengan ceritamu, tolong update sekarang juga!
andremnm: makasih ya
total 1 replies
tae Yeon
Terlalu emosional, sampai menangis.
andremnm: makasih 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!