NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Sang CEO

Istri Rahasia Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta Seiring Waktu / Romansa / CEO
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Rienss

“Sah!”
Di hadapan pemuka agama dan sekumpulan warga desa, Alan dan Tara terdiam kaku. Tak ada sedikitpun senyum di wajah meraka, hanya kesunyian yang terasa menyesakkan di antara bisik-bisik warga.
Tara menunduk dalam, jemarinya menggenggam ujung selendang putih yang menjuntai panjang dari kepalanya erat-erat. Ia bahkan belum benar-benar memahami apa yang barusaja terjadi, bahwa dalam hitungan menit hidupnya berubah. Dari Tara yang tak sampai satu jam lalu masih berstatus single, kini telah berubah menjadi istri seseorang yang bahkan baru ia ketahui namanya kemarin hari.
Sementara di sampingnya, Alan yang barusaja mengucapkan kalimat penerimaan atas pernikahan itu tampak memejamkan mata. Baginya ini terlalu cepat, terlalu mendadak. Ia tak pernah membayangkan akan terikat dalam pernikahan seperti ini, apalagi dengan gadis yang bahkan belum genap ia kenal dalam sehari.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rienss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kenapa Harus Peduli Sejauh Ini

“Bagaimana perasaanmu, Tara?”

Tara yang kini telah berdiri di hadapan Dirga menunduk sejenak, kemudian ia mengankat pandangan dan mengulas senyum kepada pria itu. “Saya... baik-baik saja, Pak,” jawabnya tenang.

Dirga menatapnya lekat, seolah mencari celah kebohongan di wajah gadis itu. “Kau yakin? Kau akan menerimanya begitu saja keputusan itu?”

Tara mengangguk mantap. “Saya yakin, Pak.”

Dirga menghela napas lalu mengalihkan pandangannya ke samping. “Kau bahkan tidak berusaha menolak atau ingin mempertanyakan alasan di balik keputusan itu?”

Tara sempat terdiam, menatap map yang masih berada di tangannya sebelum menjawab, “Tidak ada yang perlu saya pertanyakan, Pak. Lagipula surat itu juga sudah bertanda tangan lengkap.”

Helaan napas Dirga terdengar berat. Ia berdiri, lantas melangkah ke arah jendela besar di belakang mejanya. Tangannya terlipat di depan dada, menatap langit kota yang tampak kelabu.

“Tapi aku yang keberatan dengan keputusan ini,” ucapnya pelan. “Dan aku berjanji akan segera mengurusnya.”

“Jangan, Pak,” potong Tara cepat membuat Dirga mengerutkan dahinya.

“Jangan lakukan itu,” lanjut Tara pelan. “Saya... tidak ingin masalah ini makin rumit.”

“Tapi itu tidak adil, Tara,” balas Dirga cepat, kali ini ia balik badan menghadap Tara dengan rahang mengeras. “Mutasi itu bukan keputusan yang profesional. Keputusan itu berdasarkan kepentingan pribadi.”

Tara Menaikkan sebelah alisnya, “Maksud... Pak Dirga?”

Dirga terlihat salah tingkah seketika. Lidahnya mendadak kelu.  Mana mungkin ia mengatakan bahwa Alan sengaja memindahkan Tara karena dirinya menyukai gadis itu. Itu sungguh tidak masuk akal untuk sekarang.

Dirga menggaruk tengkuk. “A...ah... tidak apa-apa, Tara. Jangan terlalu dipikirkan.”

Tara mengangguk-angguk kecil. Ia lalu menyodorkan map yang di bawanya ke meja Dirga. “Kalau tidak ada hal lain, saya permisi, Pak.”

“Eh, mau kemana?” ujar Dirga spontan, sedikit menahan.

“Kembali ke ruangan, Pak. Lanjutin laporan. Untuk meeting nanti siang,” jawab Tara.

Dirga mendengus, menunduk pelan. “Baiklah,” katanya akhirnya, menyerah.

Ia tahu tidak bisa memaksa. Tapi sesuatu di dalam dirinya terasa berat saat melihat Tara berjalan keluar dari ruangannya tanpa menoleh sedikit pun.

Begitu pintu tertutup, Dirga mendesah panjang dan menjatuhkan diri kembali ke kursi. Tangannya memijit pelipis, menatap kosong ke map yang ditinggalkan gadis itu.

Sementara itu di lantai atas, Alan bersandar di kursinya. Laptopnya sudah kembali terbuka, menampilkan rekaman cctv lantai delapan belas tempat ruang CFO berada.

Ia menatap layar itu dengan rahang mengeras. Sudah hampir setengah jam lamanya Tara berada di ruang kerja Dirga, dan sampai saat ini belum terlihat tanda-tanda gadis itu keluar dari sana.

Alan mengepalkan tangan di atas meja.

Urat di pelipisnya menegang.

Kenapa harus selama itu?

Apa yang mereka bicarakan?

Apa yang sebenarnya mereka lakukan di dalam?

Dan kenapa ia harus peduli sejauh ini?

Ia menahan diri untuk tidak berdiri dan melangkah ke ruangan Dirga saat itu juga. Satu sisi batinnya ingin menghampiri, ingin tahu apa yang terjadi. Tapi sisi lain, gengsinya menahan.

Ia mengembuskan napas kasar, lalu menutup laptop dengan hentakan pelan.

Tatapannya tajam menatap dinding di depan. “Sial! Kenapa juga aku harus perduli?!”

*

Pukul 14.15 waktu setempat, ruang meeting divisi keuangan sudah dipenuhi oleh para staff yang duduk rapi mengitari meja  panjang. Tak lama kemudian, Dirga muncul dari arah pintu, membuat selurh peserta rapat berdiri dan menunduk hormat pada pria itu.

Setelah Dirga duduk di kursinya di ujung meja, rapat bulanan siang itupun dimulai. Beberapa supervisi bergantian untuk melakukan presentasi, summary penjualan, highlight pencapaian perusahaan, dan beberapa laporan lainnya.

Meski tatapannya terlihat fokus ke layar presentasi, tapi tanpa siapapun sadari pria itu acap kali melirik ke arah Tara yang duduk di deretan kursi di sebelah kirinya.

Gadis itu terlihat begitu serius memperhatikan, sesekali menulis point-point penting dari presentasi di buku catatan kecil miliknya.

Kenapa dia begitu tenang seolah tidak terjadi apa-apa? Begitu pikir Dirga dalam hati.

Dan saat itu...

Tiba-tiba pintu ruang meeting terbuka. Para staff refleks menoleh.

Alan muncul  dam masuk dengan langkahnya yang tegas dan mantap, diikuti oleh Rico setengah langkah di belakangnya.

“Pak Alan?” Suara Andri terkejut, sementara beberapa staff ada yang saling berbisik.

Pun deikian dengan Dirga. Ia langsung berdiri dari tempat duduknya, menatap kehadiran sang kakak dengan keterkejutan yang berusaha ia simpan.

“Pak Alan, tumben sekali...” ucapnya.

Alan menatap ke sekeliling sebelum matanya kembali pada Dirga. “Ya. Kudengar divisimu mengadakan rapat internal. Jadi kupikir aku bisa mengikutinya dan mendengarkan langsung laporan dari para staffmu,” jawab Alan santai.

“Tapi bukankah siang ini Anda ada pertemuan dengan...”

“Pertemuan dengan Pak Surya dibatalkan,” potong Alan santai.

Alis Dirga menukik sebelah. Tatapannya beralih pada Rico seolah tengah mencari kebenaran dari asisten pribadi abangnya itu.

Dan reaksi Rico hanya menggendikkan bahu. Ia tidak tahu kenapa Alan tiba-tiba membatalkan pertemuan dengan salah satu klien penting mereka padahal Pak Surya sendiri sudah dalam perjalanan menuju lokasi pertemuan yang telah ditentukan sebelumnya tadi.

Irga menghela napas, ia lalu memberi isyarat pada salah satu staff untuk menyiapkan kursi tambahan untuk Alan di sisi meja. Tapi sebelu staff itu berhasil bergerak, Alan sudah menarik kursi sendiri, tepat di seberang Tara.

Tara sontak menegang, apalagi ketika matanya sempat bertemu dengan tatapan tajam Alan, membuat jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat tanpa alasan yang bisa ia jelaskan.

Ia menunduk sedikit, mencoba menjaga ekspresi datar, namun tubuhnya terasa kaku.

Dirga hanya melirik sebentar ke arah Alan, lalu beralih ke Tara sebelum kembali duduk dan melanjutka jalannya rapat.

“Tara sekarang giliranmu,” ucap Dirga.

Meski terlihat kaku, Tara mengangguk. Ia lalu menampilkan presentasi laporannya di layar.

Setiap kali Tara berbicara, menjelaskan ata dan grafik, Alan secara tidak terang-terangan tampak memperhatikan, dan itu cukup membuat Tara gelisah.

“Untuk proyeksi kuartal depan, kami sudah menyesuaikan dengan estimasi produksi ari divisi operasional,” jelas Tara sembari menatap layar. “Perkiraan margin keuntungan akan meningkat sekitar dua belas persen, dengan asumsi permintaan ekspor tetap stabil.”

Dirga dan pak Andri mengangguk-anggukkan kepala, sementara Alan mengetuk pelan jarinya di atas meja. Harus pria itu akui, meski berasal dari latar belakang kehidupan dan pendidikan yang kurang, tapi istri rahasianya itu memang tergolong pintar. Makanya ia lolos dalam seleksi yang diadakan pihak HRD waktu itu.

“Dua belas persen,” ulangnya pelan. “Kenapa tidak lima belas persen seperti target awal?”

Tara menatap pria itu sekilas sabil menelan ludah. “K_karena... ada beberapa faktor eksternal, Pak. Nilai tukar dan biaya logistik yang naik sejak bulan lalu.”

Alan mengangguk tipis. “Baik.”

Dirga meliriknya sekilas, lalu menimpali, “Tim sudah melakukan simulasi terbaik, Pak Alan. Angka dua belas itu realistis.”

“Realistis belu tentu cukup, Pak Dirga,” sahut Alan yang kini berpaling menatap adiknya tersebut. Suaranya terdengar tenang namun tajam, membuat orang-orang di sana membeku.

“Kita tidak membayar orang untuk berpikir aman,” lanjutnya tegas.

Dirga tersenyum tipis, mencoba menahan sesuatu yang meluap di dadanya. “Tentu. Tapi terkadang realitas memang tidak bisa disetir sesuka kita. Bukankah begitu, Pak Alan?”

Alan tidak menawab. Tatapannya kembali ke layar, lalu berpindah kepada Tara yang menunduk menahan gelisah.

Beberapa detik terasa begitu lama. Hingga akhirnya suara Alan kembali terdengar.

“Baik. Lanjutkan sesuai rencana. Saya ingin laporan final dikirim sore ini.”

“Baik, Pak,” jawab Tara cepat.

Alan berdiri, melirik sekilas ke arah Dirga tapi tidak berkata apa-apa. Dan selanjutnya, ia pun keluar dari ruangan itu.

Begitu pintu tertutup, semua orang baru berani bernapas lega.

Rio dan Sena yang duduk bersebelahan dengan Tara langsung bersandar di kursinya. “Gue sempat mengira akan ada yang kelempar laptop tadi,” gumam Rio pelan sambil mengelus dada.

Seentara Sena menoleh ke arah Tara dengan tangannya menepuk lembut bahu gadis itu. “Kamu oke, Ra?”

Tara mengangguk pelan, berusaha tersenyum tipis. “Iya... kamu tenang saja.”

Sementara itu di luar, Alan melangkah mantap menyusuri koridor untuk kembali ke ruangannya. Namun ekspresi tenang di wajahnya seperti yang terlihat di ruang meeting tadi sudah tidak kentara.

Ada sesuatu yang meluap di dadanya, yang ia sendiri tidak bisa memberinya nama.

Tapi... melihat Tara kembali berada di ruangan yang sama dengan Dirga... membuatnya merasa tak tenang sedikitpun. Dan ia membenci sikapnya yang tak seharusnya peduli sejauh itu.

Ia sedikit menoleh ke samping. “Suruh gadis itu ke ruangan saya sore ini, Co.”

1
Rahmat
Dirga rebut tara dr pria pengecut seperti alan klau perlu bongkar dirga biar abang mu dlm masalah
Rahmat
Duh penasaran gimana y klau mrk bertemu dgn tdk sengaja apa yg terjadi
ida purwa
nice
tae Yeon
Kurang greget.
Rienss: makasih review nya kak. semoga kedepan bisa lebih greget ya
total 1 replies
minsook123
Ngakak terus!
Rienss: terima kasih dah mampir kak. Salam kenal dan semoga betah baca bukuku ya🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!