Sepuluh mahasiswa mengalami kecelakaan dan terjebak di sebuah desa terpencil yang sangat menjunjung tinggi adat dan budaya. Dari sepuluh orang tersebut, empat diantaranya menghilang. Hanya satu orang saja yang ditemukan, namun, ia sudah lupa siapa dirinya. Ia berubah menjadi orang lain. Liar, gila dan aneh. Ternyata, dibalik keramah tambahan penduduk setempat, tersimpan sesuatu yang mengerikan dan tidak wajar.
Di tempat lain, Arimbi selalu mengenakan masker. Ia memiliki alasan tersendiri mengapa masker selalu menutupi hidung dan mulutnya. Jika sampai masker itu dilepas maka, dunia akan mengalami perubahan besar, makhluk-makhluk atau sosok-sosok dari dunia lain akan menyeberang ke dunia manusia, untuk itulah Arimbi harus mencegah agar mereka tidak bisa menyeberang dan harus rela menerima apapun konsekuensinya.
Masker adalah salah satu dari sepuluh kisah mistis yang akan membawa Anda berpetualang melintasi lorong ruang dan waktu. Semoga para pembaca yang budiman terhibur.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eric Leonadus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 - Michikko - Bagian Keenam
Kehadiran 10 sosok itu cukup mengejutkan Arimbi, tapi, mendadak ia tertawa mengerikan, ”Ha... ha... ha... ha... kakak masih juga menggunakan mereka sebagai bala bantuan. Percuma saja, aku sudah tahu cara mengatasinya,” setelah berkata demikian ia memekik keras, keras sekali membuat Miwako buru-buru menutup telinganya. Bukan hanya Miwako, tapi, juga kesepuluh sosok itu. Menyusul kemudian bunga-bunga api memercik dan mengenai kayu-kayu kering dalam waktu singkat api menyala dan membakar kesepuluh sosok itu.
Terdengar teriakan yang menyayat hati, tubuh 10 sosok itu terpanggang oleh bara api, teriakan-teriakan itu berakhir saat tubuh mereka ambruk ke tanah. Wajah Miwako memucat, “Tidak mungkin,”
Melihat perubahan air muka Miwako, Michikko tertawa, “Ha... ha... ha... ha... kini hanya kau dan aku, mari kita selesaikan saja semuanya setelah itu aku akan membakar wanita yang bernama Cindy dan Maribeth.
“Aku takkan membiarkanmu melakukan itu Michikko. Menurutmu kau sudah menang ? Belum. Aku berjanji pada ibu untuk membawamu kembali kepadanya, maka, harus kutepati janjiku itu,” sahut Miwako sambil berdiri tegak sepasang matanya menatap tajam ke arah Michikko, “Bagiku mudah saja aku membunuhmu, tapi, biar bagaimanapun juga kau adalah adik kandungku,”
_____
Di saat dua kakak beradik itu terlibat dalam pertempuran supernatural yang sengit, di dalam tampak Cindy dan Maribeth dibantu dengan 3 orang pria tengah mencari-cari sesuatu. Dua wanita itu tampak sedang putus asa, salah seorang dari 3 pria itu berjalan menghampiri mereka, “Sebenarnya, apa yang kita cari di tempat ini ?” tanyanya. Cindy dan Maribeth saling pandang, baru saja hendak membuka bibirnya, seorang pria lain menyahut, “Kita mencari mayat. Kata gadis Jepang itu di dalam sumur ini ada jasad adiknya yang bernama Michikko. Mayat itu sudah ada disini beberapa puluh tahun yang lalu, kemungkinan sudah menjadi tengkorak,”
“Mayat ?” tanya pria pertama, “Yang benar saja, aku adalah seorang tukang kayu yang hanya bergelut dengan kayu dan sejenisnya, tidak pernah berurusan dengan mayat. Keluarkan aku dari sini,”
“Kau tenang saja. Ada Ki Prana. Jika ada apa-apa beliaulah yang bertanggung jawab,” ujar pria kedua sambil menunjuk ke arah pria ketiga yang mendadak muncul dari permukaan air.
“Bagaimana, Ki ? Apa Anda sudah menemukannya ?” tanya Cindy.
“Volume air terlalu besar, satu-satunya jalan adalah menguras sumur ini,” jawab orang itu,
“Memang itu butuh waktu yang lama, tapi, aku yakin bisa menemukannya tanpa menguras air,”
“Bagaimana caranya, Ki ?” tanya Maribeth.
“Kurasa kalian tahu bahwa tempat ini menyimpan energi yang cukup besar. Tempat ini adalah sumber kekuatan wanita yang bernama Michikko itu,” ujar Ki Prana, “Maka dari itu aku akan menyatukan semua energi yang terkumpul di tempat ini dan energi itu cukup untuk menarik benda-benda yang berasal dari dunia gaib,” sambungnya. Setelah berkata demikian Ki Prana menoleh ke arah 2 pria yang berdiri tak jauh dari tempatnya berdiri, “Kalian dengarlah. Di tempat seperti ini kita harus tenang, ketakutan kalian bisa membuat kekuatannya makin bertambah dan nyawa Nona Miwako bisa terancam. Biarkan kukerjakan tugasku, memang butuh waktu cukup lama, tapi tidak, kalau kalian tenang dan bantulah aku,”
“Apa yang harus kami lakukan, Ki ?” tanya Maribeth yang tiba-tiba saja merasa tidak tenang.
“Kak Maribeth, tenangkan dirimu,” sahut Cindy, “Kita memang seperti sedang diawasi, tapi, tekanan yang menyesakkan dada ini berasal dari atas sana. Jelas disana telah terjadi pertempuran dahsyat. Berharap saja agar Nona Miwako selamat dan Arimbi bisa kembali seperti semula,”
“Benar-benar mengerikan. Seumur hidup baru pertama kalinya aku mengalami kejadian seperti ini,” ujar Maribeth sambil mengalihkan perhatiannya ke arah Ki Prana yang tengah memejamkan mata dan mengatur pernafasannya, tanpa sadar semua yang ada di tempat itu melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Ki Prana.
Semua orang mendengar banyak sekali suara-suara aneh di sela-sela suara-suara ledakan aneh yang berasal dari atas. Tapi, dalam waktu singkat, suasana aneh dan menyesakkan dada itu mendadak berubah yang mereka dengar hanyalah gemericik air yang berasal tak jauh dari tempat mereka berdiri.
Suara gemericik air itu makin jelas terdengar, semua orang termasuk Cindy dan Maribeth membuka kelopak matanya dan hendak menatap ke arah asal suara itu, tapi, Ki Prana menyahut, “Kalau kalian mau melihat bunyi apa itu, boleh-boleh saja. Tapi, jangan sampai konsentrasi kalian buyar gara-gara melihat wujud sebenarnya. Itulah yang membuat Arimbi kerasukan,”
Semua orang menuruti perkataan Ki Pranamereka melanjutkan meditasinya. Tapi, lama kelamaan suara itu semakin mengganggu, salah seorang pria membuka matanya dan seluruh permukaan air tengah ditutupi oleh rambut hitam, panjang. Matanya terbelalak lebar manakala, rambut itu perlahan-lahan melayang ke udara dan bergerak ke arahnya. Wajah pria itu memucat, begitu rambut itu sudah ada di dekat hidungnya, ia melihat sepasang sinar kemerahan keluar dari sela-sela rambut tersebut. Sepasang sinar kemerahan tersebut, semakin lama semakin jelas dan membentuk bola mata.
Bola mata itu lebih besar daripada bola mata manusia pada umumnya, biji matanya terbelalak lebar, urat-urat pembuluh darah dan syarafnya bagaikan sekawanan cacing merah bergerombol mengelilingi biji mata tersebut. Sekalipun tak ada tanda kehidupan di dalamnya yang kosong dan hampa, namun, itu membuat siapa saja yang memandangnya takut dan ngeri. Pria tersebut merasakan rahangnya kaku, tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun. Jantung berdetak dua kali lebih cepat di atas normal, sekujur tubuhnya bergetar dan mengejang hebat. Sekian lamanya mengalami kejang-kejang, tubuhnya kemudian roboh dan tidak bergerak-gerak, sepasang matanya terbelalak lebar tapi, tak ada lagi tanda kehidupan di dalamnya.
Rambut yang mirip kepala tanpa tubuh tersebut melayang perlahan mengintari Ki Prana, Cindy, Maribeth dan yang lainnya. Mereka seakan tidak terpengaruh dengan apa yang telah terjadi. Terdengar bunyi kecipak air dan dari permukaan melompat keluar 10 sosok wanita berbaju merah hati, berambut hitam panjang tergerai, “Modotte Kite Ne !!!” terdengar seruan membahana, menggema seakan memenuhi tempat tersebut.
Baik Ki Prana, dan yang lain terkejut saat membuka matanya, 10 sosok tersebut telah berdiri mengelilingi mereka tapi, kepala mereka menengadah ke atas. Detik berikut, 10 sosok itu merangkak naik. Dalam waktu singkat mereka semua sudah berada di atas.
“Tampaknya pertarungan supernatural seru sedang berlangsung di atas. Kita harus membantu Nona Miwako,” ujar Cindy.
“Jangan,” sahut Ki Prana, “Fokuskan saja pencarian kita pada jasad Nona Michikko, semakin lama terendam di dalam air, kekuatannya akan terus berlibat ganda,” sambungnya.
Baru saja Ki Prana menutup mulutnya, mendadak Maribeth berseru, “Ki, Cindy, lihatlah benda yang mengapung di atas permukaan air di depan kita itu ?” Serentak orang-orang menatap ke arah yang ditunjuk oleh Maribeth.
Cindy berjalan menghampiri benda tersebut dan membelalakkan mata, “Ki ... sepertinya, ini adalah kerangka manusia,” katanya.
“Tampaknya apa yang kita cari sudah ditemukan,” ujar Ki Prana.
_____
7Sementara itu di luar sumur, pertarungan supernatural masih berlangsung seru. Miwako dan Michikko yang berada di dalam tubuh Arimbi masih mengadu kekuatan telekinesis mereka. Miwako kini dibantu oleh 10 sosok wanita yang baru muncul dari dalam sumur, mereka mengepung Michikko dari berbagai penjuru. Baik Miwako dan Michikko hanya saling menggerakkan benda-benda yang ada di sekeliling mereka.
Michikko menggerakkan semak belukar sebagai senjatanya yang meliuk-liuk kesana-kemari bagai seekor ular raksasa sementara Miwako menggerakkan bahan-bahan material seperti kayu, batu, kerikil dan tanah untuk menerobos pertahanan Michikko yang sepertinya sulit untuk di tembus.
10 sosok itu mencoba untuk terus mendekati Michikko sambil berteriak-teriak keras dalam bahasa Jepang. Tapi, Michikko sama sekali tak dapat dijamah. “Dia memang hebat,” desah Miwako, “Kekuatannya berkembang pesat. Pertama kali aku menghadapinya, tak membutuhkan waktu lama untuk menundukkannya. Jika terus-menerus seperti ini ... bisa-bisa aku mati konyol. Ibu ... Bantulah puterimu ini untuk menundukkan iblis yang bersemayam di dalam tubuh Arimbi. Jika tidak, Arimbi bisa celaka,”
Miwako memejamkan mata, bibirnya komat-kamit mengucap mantera :
“Zen'nō-sha wa kono Sora chū ni subete no sonzai o sōzō shita.
Watashi wa hisu no messenjā no hitoridesu.
Akuma wa muryokude anata no ashi no shita ni hizamazuite imasu.
Anata no chikara o ikuraka sage sasete… kare no naka ni aru akuryō o chin'atsu shimashou.
Watashi wa jinrui o sukuu tame ni watashinojinsei o okuritaidesu. Tengoku, taiyō no kamisama, watashi o tasuketekudasai…"
yang artinya :
“Yang Maha Kuasa menciptakan semua makhluk yang ada di alam semesta ini. Aku adalah salah satu utusan-NYA. Iblis tak berdaya dan bertekuk lutut di bawah kaki-MU. Sudilah ENGKAU menurunkan sebagian kekuatan-MU ... untuk menundukkan roh jahat yang bersemayam di dalam dirinya. Aku sudi memberikan nyawaku, demi untuk menyelamatkan umat manusia. Langit, Dewa Matahari, bantulah aku ....”
Setelah berkata demikian, ia merentangkan kedua tangannya dengan tapak tangan menghadap ke atas. Mendadak angin kencang bertiup, membentuk putaran angin, bergerak naik semakin lama semakin cepat hingga membentuk tornado dan menyelimuti semua yang ada di tempat itu. Kilat menyambar-nyambar diiringi dengan bunyi petir menggelegar. Ledakan keras terjadi tubuh Arimbi terpental sejauh 3 meter dan tak sadarkan diri. Perlahan-lahan angin tornado tersebut sirna, gumpalan debu sirna dan Miwako berdiri tegak dikelilingi 10 sosok wanita, mereka memandangi tubuh Arimbi yang terkulai lemas.
Bangunan yang dulunya bekas sekolah SMA Tidar I, tampak berantakan, tapi, hampir seluruh tanaman liar dan merambat tak nampak lagi yang tersisa hanyalah puing-puing hitam. Hening.
“Nona Miwako, kau baik-baik saja ?” tanya Ki Prana.
Miwako menoleh, debu yang menempel pada wajah, tubuh dan pakaiannya membuatnya terlihat lesu seakan baru menyelesaikan sebuah tugas yang cukup berat. Yah, menghadapi Michikko yang bersemayam di dalam tubuh Arimbi cukup menguras tenaganya, namun, ia mencoba untuk tersenyum. Perhatiannya beralih kepada benda yang dibawa oleh Cindy dan Maribeth, “Apakah kalian menemukan jasad Michikko ?” tanyanya sambil berjalan menghampiri Cindy.
“Kami tidak tahu, apa benar ini jasad Michikko. Hanya kaulah yang bisa memastikannya ?” ujar Ki Prana sambil memperlihatkan kerangka berjenis kelamin wanita itu. Miwako mengamatinya sesaat lalu berkata, “Ini adalah kerangka milik Michikko. Tapi, apakah kalian juga menemukan Missukko ? Boneka kesayangan Michikko ? ” tanyanya kemudian.
“Celaka, aku lupa bahwa boneka itu sumber kekuatan Michikko. Sekalipun kita menemukan jasad Michikko, semuanya sia-sia. Nyawa Arimbi terancam,” ujar Ki Prana sambil membalikkan badan untuk kemudian berjalan ke arah sumur, sementara matahari sudah berada tepat di atas kepala, tinggal beberapa jam lagi hari mulai malam.
“Ki Prana, berhati-hatilah sekalipun itu hanya boneka, tapi, bukan boneka biasa,” ujar Miwako.
Tak ada jawaban, Ki Prana terus melangkah hingga tubuhnya lenyap.
Sepeninggal Ki Prana terdengar suara cekikikan, semua orang mengalihkan pandangannya ke sumber suara. Suara itu berasal dari arah dimana Arimbi tergolek tak berdaya. Tubuh Arimbi perlahan-lahan melayang di udara, kulitnya perlahan-lahan menghitam, sepasang matanya terbelalak lebar menatap ke arah Miwako dan yang lain.
“Hi... hi... hi... hi... kalian takkan dapat menyelamatkan Arimbi, dia sudah kukuasai seluruhnya,” suara itu terdengar parau.
“Arimbi... kami tahu kau ada di dalam sana, jangan biarkan dirimu menyerah oleh roh jahat !!” seru Miwako, “Arimbi, sadarlah !!”
Di hadapan mereka sosok wanita yang melayang-layang di udara itu bukanlah sosok Arimbi yang mereka kenal. Tapi, sosoknya lebih menyerupai seorang wanita Jepang, berambut awut-awutan. Kulitnya pucat, urat nadinya yang mirip geliat cacing kepanasan bergerak-gerak seakan hendak keluar.
“Pertarungan tadi cukup menguras tenagaku, aku tak yakin bisa mengalahkannya. Kini tergantung Arimbi, dia harus melawan jikalau tak ingin raganya dirampas oleh Michikko,” kata Miwako.
Cindy menatap tajam ke arah Arimbi, pandangan matanya berkilat-kilat seakan ada nyala api yang cukup besar di dalamnya, sosok itupun balas menatapnya, “Kak Arimbi... ini bukanlah dirimu ! Hanya kaulah yang bisa mengatasi Michikko, kak. Lawanlah dia, jangan biarkan ia menguasaimu,” teriakan Cindy ini diikuti oleh Maribeth secara bergantian.
Sosok itu mengerang-ngerang sambil memegangi kepalanya. Ia terus mengerang, “Pergilah !” ujarnya kemudian sambil mengibaskan tangan kanannya. Cindy dan Maribeth terpental ke kiri beberapa tindak sementara sosok itu menghampiri Miwako, “Kemarikan kerangka itu biar aku tidak melihat lagi diriku yang dulu,” serunya sambil hendak merampas kerangka manusia yang digendong Miwako. Tapi, secepat kilat Miwako menahan gerakan sosok itu dengan kemampuan telekinesisnya sambil berkata, “Takkan kubiarkan kau menyentuhnya. Menjauhlah !”
Sosok itu tak mampu menerobos pertahanan Miwako, terlebih saat kesepuluh sosok wanita yang berdiri di belakang Miwako sudah mengepung dari berbagai penjuru. Miwako dan Michikko sama-sama sudah melemah, pertarungan pertama tadi cukup menguras tenaganya. Miwako tidak peduli akan dirinya, sekalipun nyawa taruhannya, yang penting Arimbi harus segera diselamatkan, apabila tidak seluruh organ dalamnya rusak dan nyawanya terancam.
Tubuh kesepuluh wanita pengepung Michikko menegang, terdengar suara aneh dan mereka berteriak-teriak seperti orang kesakitan.
Perlahan-lahan dari dalam tubuh mereka keluar sosok-sosok lain yang mengerikan dan melesat menyambar tubuh Arimbi. Arimbi mengalami kejadian sama, tubuhnya menegang dan saat sosok-sosok aneh dan mengerikan itu menyambar tubuhnya, ia merasakan adanya getaran listrik yang cukup kuat. Sosok-sosok itu terus merangsek dan Arimbi merasakan sesuatu keluar dari tubuhnya. Sesosok wanita berambut hitam panjang tergerai, mengenakan pakaian hitam. Itu adalah roh Michikko. Roh tersebut seakan menolak untuk keluar dari raga Arimbi, tapi, kekuatan 10 sosok aneh itu tak mampu dikendalikan hingga akhirnya, roh Michikko berhasil ditarik keluar. Tubuh Arimbi mengapung di udara sesaat Miwako menahan tubuhnya agar jangan sampai jatuh terbanting dan memberi isyarat agar Cindy dan Maribeth menolongnya.
Kesepuluh sosok aneh itu terbang sambil membawa roh Michikko yang tampak meronta-ronta hendak melepaskan diri, tapi, semakin kuat meronta, justru cengkeraman mereka lebih kuat dan akhirnya pasrah.
Menyadari Michikko tak berdaya, kesepuluh sosok itu membawanya ke hadapan Miwako. Begitu Miwako menganggukkan kepalanya, sosok-sosok tersebut menghilang. Yang tersisa hanyalah Miwako dan kesepuluh wanita juga roh Michikko yang mengapung di udara. Miwako memandangi kerangka dalam pelukannya dengan penuh kasih sayang dan setelah mencium bagian dahi, ia mengambil segenggam tanah dan menaburkannya ke sekujur tubuh kerangka tersebut.
Sebuah pemandangan aneh cukup membuat Cindy dan Maribeth terkesima. Kerangka tersebut bergetar hebat, sesaat kemudian muncullah gumpalan-gumpalan daging menutupinya hingga membentuk sesosok tubuh manusia berjenis kelamin wanita. Miwako tersenyum penuh kepuasan. Yah, raga Michikko sudah terbentuk, untuk sementara waktu, ia bisa menyimpan roh Michikko di dalam wadah tersebut. Setelah Missukko ditemukan, maka, tugasnya selesai.
_____
Tubuh Michikko bergerak-gerak. Perlahan-lahan ia membuka kedua kelopak matanya. Pertama kali wajah Miwakolah yang tampak, lalu Cindy dan Maribeth. “Kak Miwako,” sapanya. Miwako tersenyum sementara Cindy dan Maribeth tampak bengong. Mereka sama sekali tak habis pikir bagaimana jasad yang sudah lama mati bisa kembali hidup dan berkata-kata.
“Nona Miwako, bagaimana mungkin ini terjadi ?” tanya Maribeth.
Miwako tersenyum, “Ini hanya sementara saja, tak seorang manusia pun bisa membangkitkan orang yang sudah lama mati,” katanya.
“Maksud Nona ?” tanya Cindy.
“Ya, ini adalah salah satu kemampuan yang dimiliki oleh keluarga kami. Kami hanya mampu menghidupkannya sementara waktu saja, sebagai wadah saja. Jika orang tersebut mati secara wajar, kami tidak bisa menghidupkannya kembali walau hanya sementara. Tetapi, sebaliknya jika orang tersebut meninggal secara tidak wajar, kami bisa menghidupkannya sementara waktu dan membantunya menyelesaikan permasalahan yang belum tuntas. Sejauh kita masih bisa menghubunginya atau memerlukan bantuan kita, dia akan datang,” jelas Miwako, “Adikku meninggal secara tak wajar bahkan boleh dibilang, dia mati penasaran, maka aku akan bisa memanggilnya kembali sebelum rohnya tersesat lagi. Michikko yang sekarang adalah Michikko yang lugu dan polos. Tak ada pengaruh roh jahat atau kebencian dan dendam di dalamnya,”
“Kalau memang demikian, mengapa Kak Arimbi belum juga sadar dari pingsannya ?” tanya Maribeth sambil menunjuk ke arah Arimbi yang masih terbaring lemah. Kini, bercak-bercak aneh yang ada di permukaan kulitnya, sebagian sudah menghilang, tapi, tidak ada tarikan nafas, detak jantung dan denyut nadi. Arimbi bagaikan mati.
“Kalau begitu kami harus segera mencari roh kak Arimbi, sebelum terlambat,” ujar Maribeth,
“Yah, kita harus menemukannya sebelum jiwanya tersesat lebih jauh,”
“Jangan terburu-buru. Aku akan mencari kemana perginya roh Arimbi. Aku harus bertanggung jawab, karena semua ini disebabkan oleh ulah Michikko,” kata Miwako untuk kemudian menoleh ke arah Michikko, “Michikko, kuharap kau bisa membantu menemukan Arimbi. Biar bagaimanapun kau harus bertanggung jawab atas perbuatanmu itu. Sebelumnya, kau kenakanlah benang merah ini di pergelangan tanganmu. Jangan sampai terlepas. Jika itu terjadi ... jiwamu mungkin selamanya tak akan bisa kembali. Bagaimana aku harus mempertanggung jawabkannya di hadapan ibu,” katanya sambil mengikatkan sebuah benang merah pada pergelangan kanan Michikko.
Michikko menganggukkan kepala, sepasang matanya terpejam, untuk sesaat ia diam membisu. Baik, cindy dan Maribeth yang paham akan dunia arwah dapat merasakan bahwa saat ini wanita itu tengah berusaha memisahkan jiwa dan raganya untuk kembali menuju ke dunia arwah.
_____
Aku sudah lama berjalan meninggalkan tempat itu, tapi, sepertinya tidak kemana-mana. Di sepanjang perjalanan yang ada hanyalah pemandangan gelap, dingin dan hampa. Tak ada siapa-siapa disini. Aku sendiri tidak ingat, sudah berapa lama berada di tempat ini. Sebuah tempat yang sangat mengerikan, dimana-mana yang terdengar hanyalah jeritan minta tolong, tangis, rintihan dan erangan tak jelas. Lorong gelap ini begitu panjang. Aku putus asa, sekalipun kucoba memanggil siapa saja yang bisa mendengar suaraku tapi, jawabannya selalu sama tangis, jeritan dan rintihan. Apakah ini yang disebut neraka ? Aku tak peduli dimana kini aku berada sekarang, aku harus segera keluar dari tempat ini.
Lagi-lagi, jalan yang kulalui tidak berubah. Aku putus asa, tak ada semangat lagi untuk melangkah terlebih kurasakan sekujur tubuh ini tidak bertenaga, kaki-kakiku ini seakan tidak mau diajak bekerja sama, serasa kebas dan berat sekali, hingga akhirnya aku jatuh terduduk sambil memandang lurus ke depan sana. Jalan gelap itu. Entah berapa lama atau berapa kilo lagi jalanan yang harus kulalui ? Yah, aku letih, harus beristirahat barang sebentar memulihkan tenaga baru kemudian kulanjutkan perjalanan yang serasa tak berujung ini.
Saat hendak bersandar dan menaruh pantatku di jalanan gelap itu, aku tersentak, jalanan itu seakan tak ada dasarnya, tak ada dinding untuk bersandar, tampaknya aku melayang di udara. Yah, aku melayang di udara. Aku kehilangan tubuh kasarku. Aku tak berbeda dengan arwah-arwah penasaran yang sering kutemui, mengapa ini terjadi padaku ? Apa yang harus kulakukan sekarang ? Cindy, Maribeth dimana kalian sekarang, aku ingin bertemu... aku ingin bertemu. Aku berteriak sekeras-kerasnya berharap ada yang mendengar teriakanku ini, tak ada yang mendengar. Tak ada jalan lain bagiku selain terus berjalan dan di ujung sana, tampak sebuah cahaya, mungkin itu adalah jalan keluar dari tempat ini, mudah-mudahan saja.
Aku menghentikan langkahku manakala di hadapanku sesosok wanita berambut hitam, panjang, tergerai berdiri tak jauh di hadapanku. Sosok itu mengenakan pakaian merah hati, “Siapa kau ?” tanyaku. Pertanyaan tersebut dijawab dengan sentakan kepala berulang-ulang ke kiri, “Michikko,” kataku. Sosok itu tetap membisu, kepalanya tertunduk sehingga tak terlihat dengan jelas wajahnya. Kuberanikan diri untuk mendekatinya dan bertanya , “Apa benar kau Michikko ?”
Karena tak ada jawaban, maka, aku juga tidak bertanya lagi melainkan terus berjalan menuju ke arah sinar putih yang jaraknya sudah tidak jauh lagi. Tapi mendadak, sosok itu kembali menghadang seakan tak memperbolehkanku menuju kesana. “Hei, mengapa kau menghadang jalanku ?” tanyaku kesal. Sebagai jawaban atas pertanyaanku tersebut, dia mengacungkan telunjuk kanannya lurus-lurus ke arah yang berlawanan dengan sinar putih itu, Ia menyuruhku kembali. “Tidak ! Aku tidak akan kembali. Sudah lama aku menyusuri jalanan itu dan tidak mendapatkan apa-apa. Pergilah jangan menghalangiku !”
Sosok itu bergerak cepat dan tiba-tiba saja sudah berada tepat di hidungku. Aku bisa melihat pancaran sinar kemerahan dari sela-sela rambutnya, merah bak darah. Entah, mengapa sosok itu tidak lagi membuatku takut, “Menyingkirlah !” bentakku sambil menggerakkan tapak kananku ke depan.
Sosok itu terdorong mundur beberapa tindak dan seperti ada kekuatan lain menggerakkan tapak kananku ke arah kiri dan membuat sosok itu terpental ke samping kiri. Ia terkejut, terlebih saat tubuhnya jatuh terjerembab ke tanah. Buru-buru ia bangun dan menatap tajam ke arahku.
Lagi-lagi tangan kananku bergerak dan jari-jemariku seakan mencengkeram sesuatu.
Sosok itu tampak merintih kesakitan sambil memegangi lehernya. Kuangkat tanganku tinggi-tinggi, bersamaan dengan itu tubuh sosok itupun ikut terangkat dan mengapung di udara. Ia meronta-ronta, tubuhnya mengejang hebat, tampaknya aku menikmati pemandangan ini. Penderitaan dan kesakitan.
Sesuatu mendorongku untuk mematahkan tulang lehernya. “Tidak. Ini bukan diriku. Aku adalah Arimbi, takkan tega berbuat sekeji itu,” aku melepaskan cengkeramanku dan sosok itu merangkak ke hadapanku, “Arigato gosai mas, (Terima kasih),” katanya sambil membungkukkan badannya dalam-dalam.
Aku memang tidak fasih Bahasa Jepang, tapi, sedikit mengerti ucapannya. Saat aku hendak berjalan menuju ke arah sinar putih itu, ia menarik lenganku.
“Jangan kesana. Saatmu belum tiba, nak,” terdengar suara dari arah belakang. Aku membalikkan badan dan entah harus senang atau bersedih melihat si pemilik suara itu. Seorang wanita berpakaian putih bersih, dan aku bisa mengenal siapa dia, “Ibu...” kataku sambil berlari ke arahnya. Wanita itu tersenyum, “Arimbi, anakku ...” katanya sambil membelai rambutku.
“Tolong katakan padaku, apa sebenarnya yang sudah terjadi, bu ? Aku juga tidak tahu bagaimana aku bisa berada di tempat asing ini,” kataku. Wanita itu tersenyum, ia menatapku dengan penuh kasih sayang, “Kau tak ingat apa yang terjadi, nak ?” Aku menggelengkan kepala, “Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana ini bisa terjadi,”
Wanita itu tak menjawab melainkan menghampiri sosok yang sedang duduk bersimpuh di hadapanku, “Berdirilah, Michikko. Maafkan Arimbi yang tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi,” Setelah berkata demikian ia menatapku,
“Wanita ini bernama Michikko. Mungkin selama ini sosoknya membuatmu ketakutan. Tapi, itu bukanlah Michikko yang sesungguhnya. Dia adalah sosok Michikko yang lain,”
“Sosok lain ?” tanyaku heran.
Ibu menganggukkan kepala, “Ibu akan menjelaskan semuanya padamu,”
_____
Satu ibu, lain Ayah. Demikianlah hubungan antara Ukkonawa dan Rara Utari. Berawal dari masa kependudukan Jepang di Indonesia ( thn. 1942 – 1945 ), saat itu salah satu jenderal besar Jepang mengajak puterinya mengelilingi salah satu kota di Indonesia. Ria Takano. Seorang gadis jelita yang menjadi pusat perhatian mulai dari rakyat jelata, tentara hingga pejabat. Tak jarang Takano yang masih berumur 17 tahun itu dihadapkan pada pemandangan yang menyayat hati, mengerikan karena tidak manusiawi. Pembunuhan, pembantaian, penjarahan, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan dan lain sebagainya. Semua dilakukan oleh tentara-tentara bawahan Ayahnya. Untuk mencegah terjadinya kejadian yang serupa, maka, Ria Takano memutuskan untuk diam-diam menjalin hubungan dengan salah satu tokoh berpengaruh di tanah jajahan, RADEN MAS TJOJO DININGRAT. Selain RM. Djojodiningrat adalah orang berpengaruh, juga memiliki kemampuan BERKOMUNIKASI DENGAN ALAM LAIN.
_____