Dari Dunia Lain Untuk Anda

Dari Dunia Lain Untuk Anda

Bab 1 - MASKER

Titik kecil nyala api pada ujung obat nyamuk bakar yang tinggal separuh tampak membesar saat angin malam yang dingin berhembus perlahan. Asapnya mengepul memenuhi hampir setiap sudut ruang tidurku. Membentuk siluet – siluet aneh tak beraturan meski hanya sepersekian detik, semuanya tak luput dari pandangan mataku yang berat, lengket dan perih karena rasa kantuk yang mendera sejak pukul 22:00 malam tadi. Banyak orang yang mengatakan, obat nyamuk bakar hendaknya diletakkan saja di halaman luar karena mengandung pestisida / racun.

Bagiku masa bodoh, daripada membiarkan nyamuk menggigiti sekujur badanku dan memasukkan racun di seluruh urat nadi dan jalan darahku, obat nyamuk bakar masih mampu mengendalikan jumlah nyamuk yang berkembang biak di kota kelahiranku ini, Lumajang, terlebih di saat – saat musim panas begini. Bukan berarti kota atau rumahku yang kotor, tapi, nyamuk bisa saja berdatangan dari berbagai penjuru kota. Dulu, kota ini jumlah nyamuk tak sebanyak ini, tapi, karena banyaknya pendatang dan memiliki pola hidup yang tidak sehat alias kesadaran akan kebersihan kurang, itulah yang memacu perkembang biakan serangga-serangga penghisap darah itu.

Entah mengapa malam ini aku begitu gelisah. Biasanya, sebelum jam sepuluh lewat, kubiarkan diri ini terbuai dan mengembara di alam mimpi. Tak ada yang bisa membangunkanku sekalipun suara – suara berisik ataupun dunia dilanda gempa bumi. Keterlaluan memang. Tapi itulah diriku. Sekali tertidur, maka, aku tak akan mendengar apapun dan akan terbangun tepat pada waktunya, saat fajar mulai menyingsing atau saat air dingin mengguyur tubuhku. Kegelisahan mencapai puncaknya saat jam dinding menunjukkan pukul 22:30. Sial ! Sudah setengah jam tubuhku bolak – balik di tempat tidur, sekalipun kucoba memejamkan mata, tidak juga terlelap. Bisa – bisa aku bangun kesiangan dan Pak Hasan, wali kelasku memberiku hukuman sepanjang jam pelajaran IPA-nya. Ada apa ini ! aku mengomel seorang diri.

Tampaknya tak butuh waktu lama untuk menjawab pertanyaan tersebut, sekalipun sepasang mata ini terasa berat namun, aku bisa merasakan perubahan hawa di ruang kamarku juga pergerakan aneh pada asap obat nyamuk. Asap – asap tersebut membentuk sesosok tubuh seorang wanita. Berambut hitam, kusut, dibiarkan tergerai menutupi wajahnya yang tertunduk. Udara seketika mendadak berubah, terkadang dingin terkadang pula panas. Yah, sosok itu berdiri tepat di sudut ruangan. Diam bagaikan arca batu. Aku membelalakkan mataku, seumur hidup baru pertama kali ini ada sosok aneh mendatangiku.

“Siapa kau ?” tanyaku.

Sebagai jawaban atas pertanyaan tersebut, sosok itu perlahan–lahan mengangkat kepala. Tampak olehku dari sela – sela rambutnya yang hitam panjang, kusut yang dibiarkan tergerai menutupi wajahnya sebuah sinar merah menyala menyorot ke arahku. Detik berikut dalam satu kedipan mata sosok itu sudah berdiri lebih kurang satu meter di hadapanku, kedipan mata kedua ia tepat berada di hidungku. Aku tersentak, wajahnya penuh ulat belatung, cacing dan serangga serta hewan melata merayap, bergerak–gerak menyembul keluar dari kulit pucat yang membungkus tulang. Aroma busuk menggelitik kedua lubang hidungku, membuat seisi perutku bergolak naik tak terkendali menuju ke rongga dada dan tenggorokanku lalu, ‘Hhooeekk !!’ aku muntah dan tumpah ruah membasahi lantai kamar tidurku.

Tidak berhenti sampai disitu saja, sosok itu membuka mulutnya, ia berteriak dengan suara parau, menyakitkan gendang telinga juga kepalaku. Dari dalam mulut itu keluar sekerumunan lalat, lebah dan serangga – serangga menjijikkan, semuanya menyerang ke arah wajahku. Aku lepas kendali, kedua telapak tanganku buru – buru menutupi wajahku, seumur hidup, aku memang jijik bercampur ngeri apabila kulitku tersentuh serangga seperti lalat dan sejenisnya, juga hewan melata. Aku berteriak ketakutan sambil terus melindungi wajahku sambil berlari menjauh.

Aku terus berlari, hingga tanpa sadar tiba di sebuah tempat yang sangat asing. Sebuah tanah lapang yang cukup luas, batu – batu nisan berserakan di berbagai penjuru. Aku berada di tanah pemakaman. Sebentar ... sejak kapan aku berada disini, bukankah aku tadi berada di kamar tidurku ? Ini adalah tanah pemakaman yang cukup kuno, mungkin sebelum aku lahir dan hampir semua bentuk batu nisan terkesan megah dan indah. Kebanyakan berarsitek Belanda. Mataku terbelalak lebar manakala tertuju pada sebuah batu nisan dengan dihiasi sebuah patung malaikat cilik, bentuknya seperti hidup dan nama ‘ARIMBI VAN GIELS’ tertera pada batu nisan tersebut. Itu adalah namaku.

Di sebelah kanan kiri batu nisanku terdapat pula batu nisan lain dan semuanya menjadi satu dengan KELUARGA VAN GIELS. Ronald Van Giels dan Mariam Van Giels serta Robert Van Giels, dan Stephanie Van Giels adik kedua dan ketigaku. Berarti ini adalah makam keluargaku. “Tidak mungkin ! Bukankah keluargaku sampai saat ini baik – baik saja,” kataku dalam hati.

Aku jatuh terduduk, menangis sejadi – jadinya. Tapi, tangisku berhenti manakala kulihat ada sesosok tubuh berdiri pada salah satu rimbunan pohon kamboja yang tumbuh lebat di sisi kanan kiri makam keluarga. Sosok wanita berbaju hijau, bertubuh ramping dan memiliki tinggi sekitar 170 cm. Sebagian wajahnya tertutup oleh bayangan payung. Rambutnya panjang berwarna coklat kehitaman, berombak tergerai sebagian dibiarkan menutupi bahu kiri dan kanan-nya yang bidang. Dia tampak begitu anggun, “I ... Ibu,” gumamku lirih.

Wanita berpayung hijau itu mengangkat kepala. Sepasang matanya beradu pandang dengan sepasang mataku. Aku tercekat. Sepasang bola matanya berwarna coklat, tenang dan lembut tapi, ada kilatan cahaya tajam memancar di dalamnya. Ia tersenyum lembut dan ramah, memperlihatkan deretan gigi putihnya yang rapi. Senyum menyejukkan bagi siapapun yang memandangnya. Dia bukan ibuku, tapi, senyumnya terkesan hangat dan sangat familiar. Siapa dia ?

Bagaikan didorong oleh sebuah kekuatan magis, kakiku bergerak dengan sendirinya, berjalan mendekati wanita itu.

Selesai menutup payungnya, wanita itu merentangkan kedua lengannya, sementara aku kian mengikis jarakku dengannya.

Semakin lama semakin dekat dan akhirnya kubenamkan diriku dalam pelukkannya. Nyaman sekali rasanya, hingga tak ingin lagi melepas pelukan hangat dan lembut seperti ini. Untuk sesaat lamanya, aku memanjakan diriku dalam pelukan wanita berbaju hijau itu. Selama ini jarang aku merasakan pelukan sehangat, senyaman dan seaman itu.

“Siapakah kau ? Mengapa kau serasa begitu dekat sekali denganku ?” tanyaku.

Tak ada jawaban. Wanita itu hanya mengelus lembut kepala dan punggungku, menambah rasa aman dan nyaman yang ada dalam diri ini. Perlahan – lahan aku tengadah, memandang wajah wanita itu. Kulitnya yang seputih salju begitu halus dan kencang, tak ada garis – garis ketuaan disana, dia begitu cantik sekali. Tanpa sadar aku memberanikan diri menyentuh pipinya yang tembem dan ranum bagaikan buah mangga yang baru masak, dia begitu cantik sekali. Ada kemiripan wajahnya dengan wajahku, tapi, tak sehalus dan secantik itu. Jika boleh berharap, saat usiaku mencapai kepala 5, aku ingin wajahku tetap semulus dan sekencang itu.

Tetapi, mataku kembali terbelalak saat wanita itu mempererat pelukannya. Begitu erat sekali hingga aku tak bisa bernafas dan kesakitan, “Aduh, sakit ! Apa yang kau lakukan ? Sakit ! Lepaskan !!” teriakku sambil meronta berusaha melepaskan diri. Pelukan itu makin kencang, tak ada lagi kelembutan, kehangatan dan kenyamanan berubah menjadi kasar. Ada hawa jahat dam pembunuh yang cukup besar.

Di saat aku meronta – ronta hendak melepaskan pelukannya, mendadak kulit pada wajah wanita itu perlahan – lahan terkelupas. Sepasang matanya basah oleh air mata yang berwarna merah, ia menangis darah. Aroma busuk kembali tercium, perut kembali mual. Bunga – bunga kamboja yang semula tampak mekar dan indah mendadak layu, menghitam dan tercerai berai ditiup oleh angin yang tiba–tiba berhembus kencang. Wanita itu terus memelukku dengan erat, aku benar–benar kesakitan, hingga akhirnya daging pada wajahnya pun ikut tercerai berai. Semuanya menghilang digantikan dengan debu – debu beterbangan dipermainkan oleh angin.

Seiring dengan menghilangnya tubuh wanita itu, barulah aku bisa bergerak bebas dan menarik nafas lega. Hanya sesaat sebelum kurasakan cengkeraman kuat memegang pergelangan kaki kanan – kiriku. Aku melolong panjang manakala terdengar bunyi seperti daging terkoyak dan benda tajam menembus betis kakiku. Benda itu ternyata berbentuk jari – jari tangan yang berkuku panjang dan runcing. Jari – jari yang hanya tulang dibungkus dengan kulit. Aku berteriak kesakitan bercampur ngeri. Berontak akan memperparah luka tersebut. Aku terus berteriak, berteriak kencang hingga akhirnya, semuanya menjadi gelap. Gelap gulita bagaikan malam tanpa cahaya bintang dan rembulan.

Entah berapa lama aku berkutat dengan kegelapan di sekitarku, saat sadar aku mendapatkan tubuhku terbaring di sebuah ruangan yang cukup familiar denganku. Kamar tidurku. Aku ternyata bermimpi, tapi, serasa nyata. Rasa sakit di pergelangan kakiku pun masih terasa dan saat kuperiksa, tak ada luka yang berarti. Mimpi sialan, dengusku sambil menatap jam dinding di kamarku. Pukul 04:30, menyedihkan sekali harus bangun di saat liburan seperti ini, seandainya ini adalah hari dimana aku harus disibukkan dengan urusan sekolah, mungkin aku akan segera bergegas menuju kamar mandi dan bersiap untuk berangkat sekolah. Tapi, apa yang bisa kulakukan saat libur seperti ini. Terus terang saja, aku adalah tergolong wanita yang malas dengan rutinitas sehari – hari seperti sekolah atau mengerjakan urusan rumah tangga : mencuci, membersihkan tempat tidur dan lain sebagainya seperti yang dilakukan oleh kawan – kawan alim seusiaku. Aku bukanlah tergolong anak yang patuh pada orang tua. He... he... he... Sekalipun demikian aku tetap menyayangi orang tuaku. Aku membiarkan diriku berleha – leha di tempat tidurku, tapi, pikiranku mengembara tak tentu arah, memikirkan apa arti mimpi yang baru saja kualami. Perempuan berpayung dan berbaju hijau, yang kemudian berubah menjadi sosok yang mengerikan dan mencoba membunuhku. Aku masih bisa merasakan sakit yang amat sangat pada betis kakiku ini. Bukan satu atau dua kali aku bermimpi buruk seperti itu, tapi, berulang kali dan wanita berbaju hijau itu selalu saja mendominasi setiap mimpi – mimpi buruk itu walau dengan situasi yang berbeda. Hingga dering telepon pada ponselku mengejutkanku. Teman sekelasku Alya menelepon dan memberikan sebuah berita yang cukup mengejutkan, membuatku segera melompat turun dari pembaringanku.

***

Episodes
1 Bab 1 - MASKER
2 Bab 2 - MASKER
3 Bab 3 - MASKER ( ERICO – Personality Conflict )
4 Bab 4 - MASKER ( Alya - POV )
5 Bab 5 - MASKER - Mariam Van Giels ( POV )
6 Bab 6 - MASKER - RONALD VAN GIELS ( POV )
7 Bab 7- MASKER - Naomi ( POV )
8 Bab 8 - MASKER - Rara Utari ( POV )
9 Bab 9 - MASKER - Zahra ( POV )
10 Bab 10 - MASKER - Pesan Untuk Sang Anak
11 Bab 11 - MASKER - Erna ( POV )
12 Bab 12 - MASKER - Arimbi ( POV )
13 Bab 13 - MASKER - Alya & Erico ( POV )
14 Bab 14 - MASKER - Arimbi ( POV )
15 Bab 15 - MASKER - Naomi & Arimbi ( POV )
16 Bab 16 - MASKER - Cindy Permatasari & Maribeth ( POV )
17 Bab 17 - MASKER - Epilog
18 Bab 18 - MICHIKKO - Bagian Pertama
19 Bab 19 - MICHIKKO - Bagian Kedua
20 Bab 20 - MICHIKKO - Bagian Ketiga
21 Bab 21 - Michikko - Bagian Keempat
22 Bab 22 - Michikko - Bagian Kelima
23 Bab 23 - Michikko - Bagian Keenam
24 Bab 24 - Michikko - Bagian Ketujuh
25 Bab 25 - Michikko - Bagian Kedelapan
26 Bab 26 - Michikko - Bagian Kesembilan
27 Bab 27 - Michikko - Bagian Kesembilan
28 Bab 28 - Michikko - Bagian Kesepuluh
29 Bab 29 : [ Tersesat ] Di Nakampe Gading - Bagian Pertama
30 Bab 30 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Kedua
31 Bab 31 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Ketiga
32 Bab 32 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Keempat
33 Bab 33 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Kelima
34 Bab 34 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Keenam
35 Bab 35 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Ketujuh
36 Bab 36 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Kedelapan
37 Bab 37 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Kesembilan
38 Bab 38 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Kesepuluh
39 Bab 39 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Kesebelas
40 Bab 40 : Kurir - Bagian Pertama
41 Bab 41 : Kurir - Bagian Kedua
42 Bab 42 : Kurir - Bagian Ketiga
43 Bab 43 : Kurir - Bagian Keempat
44 Bab 44 : Kurir - Bagian Kelima
45 Bab 45 : Kurir - Bagian Keenam
46 Bab 46 : Kurir - Bagian Ketujuh
47 Bab 47 : Manekin - Bagian Pertama
48 Bab 48 : Manekin - Bagian Kedua
49 Bab 49 : Manekin - Bagian Ketiga
50 Bab 50 : Manekin - Bagian Keempat
51 Bab 51 : Tragedi Malam Berdarah - Bagian Pertama
52 Bab 52 : Tragedi Malam Berdarah - Bagian Kedua
Episodes

Updated 52 Episodes

1
Bab 1 - MASKER
2
Bab 2 - MASKER
3
Bab 3 - MASKER ( ERICO – Personality Conflict )
4
Bab 4 - MASKER ( Alya - POV )
5
Bab 5 - MASKER - Mariam Van Giels ( POV )
6
Bab 6 - MASKER - RONALD VAN GIELS ( POV )
7
Bab 7- MASKER - Naomi ( POV )
8
Bab 8 - MASKER - Rara Utari ( POV )
9
Bab 9 - MASKER - Zahra ( POV )
10
Bab 10 - MASKER - Pesan Untuk Sang Anak
11
Bab 11 - MASKER - Erna ( POV )
12
Bab 12 - MASKER - Arimbi ( POV )
13
Bab 13 - MASKER - Alya & Erico ( POV )
14
Bab 14 - MASKER - Arimbi ( POV )
15
Bab 15 - MASKER - Naomi & Arimbi ( POV )
16
Bab 16 - MASKER - Cindy Permatasari & Maribeth ( POV )
17
Bab 17 - MASKER - Epilog
18
Bab 18 - MICHIKKO - Bagian Pertama
19
Bab 19 - MICHIKKO - Bagian Kedua
20
Bab 20 - MICHIKKO - Bagian Ketiga
21
Bab 21 - Michikko - Bagian Keempat
22
Bab 22 - Michikko - Bagian Kelima
23
Bab 23 - Michikko - Bagian Keenam
24
Bab 24 - Michikko - Bagian Ketujuh
25
Bab 25 - Michikko - Bagian Kedelapan
26
Bab 26 - Michikko - Bagian Kesembilan
27
Bab 27 - Michikko - Bagian Kesembilan
28
Bab 28 - Michikko - Bagian Kesepuluh
29
Bab 29 : [ Tersesat ] Di Nakampe Gading - Bagian Pertama
30
Bab 30 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Kedua
31
Bab 31 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Ketiga
32
Bab 32 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Keempat
33
Bab 33 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Kelima
34
Bab 34 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Keenam
35
Bab 35 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Ketujuh
36
Bab 36 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Kedelapan
37
Bab 37 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Kesembilan
38
Bab 38 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Kesepuluh
39
Bab 39 : [ Tersesat ] Di Desa Nakampe Gading - Bagian Kesebelas
40
Bab 40 : Kurir - Bagian Pertama
41
Bab 41 : Kurir - Bagian Kedua
42
Bab 42 : Kurir - Bagian Ketiga
43
Bab 43 : Kurir - Bagian Keempat
44
Bab 44 : Kurir - Bagian Kelima
45
Bab 45 : Kurir - Bagian Keenam
46
Bab 46 : Kurir - Bagian Ketujuh
47
Bab 47 : Manekin - Bagian Pertama
48
Bab 48 : Manekin - Bagian Kedua
49
Bab 49 : Manekin - Bagian Ketiga
50
Bab 50 : Manekin - Bagian Keempat
51
Bab 51 : Tragedi Malam Berdarah - Bagian Pertama
52
Bab 52 : Tragedi Malam Berdarah - Bagian Kedua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!