NovelToon NovelToon
PERNIKAHAN DENDAM

PERNIKAHAN DENDAM

Status: tamat
Genre:CEO / Pengantin Pengganti / Dendam Kesumat / Balas Dendam / Tamat
Popularitas:6.5k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Menjelang pernikahan, Helena dan Firdaus ditimpa tragedi. Firdaus tewas saat perampokan, sementara Helena diculik dan menyimpan rahasia tentang sosok misterius yang ia kenal di lokasi kejadian. Kematian Firdaus menyalakan dendam Karan, sang kakak, yang menuduh Helena terlibat. Demi menuntut balas, Karan menikahi Helena tanpa tahu bahwa bisikan terakhir penculik menyimpan kunci kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34

Suara tembakan masih bergema di seluruh halaman rumah.

Pecahan kaca berserakan, lampu taman berkedip-kedip karena tertembak peluru nyasar.

Helena terus menembak dengan presisi dingin, satu peluru dan satu musuh tumbang.

Namun dari sudut atap rumah, muncul penembak lain yang membidik tepat ke arahnya.

DORR!!

Peluru itu hampir mengenai kepala Helena. Namun tiba-tiba peluru lain datang dari arah berlawanan, menembak jatuh penembak itu sebelum sempat menarik pelatuk kedua.

Helena menoleh cepat dan melihat dari atas pagar tinggi, seorang perempuan melompat turun, mengenakan pakaian tempur hitam dengan rambut dikuncir tinggi.

Matanya tajam. Senyumnya sinis.

“Lama banget kau bertindak sendirian, Kak.”

Helena mundur sedikit, lega.

“Juliet.”

Juliet menyeringai sambil memutar pistolnya.

“Bilang terima kasih dulu dong.”

“Terima kasih, Dik.”

Juliet mendengus sambil menarik pelatuk.

“Ishh. Simpan pelukannya nanti aja. Sekarang waktunya bersih-bersih.”

Mereka berdua berdiri berdampingan.

Seperti bayangan kembar.

Musuh yang tersisa menyadari siapa lawan mereka—

Dan mulai mundur panik.

Namun sudah terlambat.

DOR! DOR! DOR!

Juliet menembak sambil berlari cepat, gerakannya seperti angin.

Helena mengikuti di sisi kanan, tubuhnya bergerak mulus tanpa ragu, seperti menari di tengah peluru.

Satu demi satu musuh jatuh.

Sampai akhirnya tidak ada lagi yang berdiri.

Juliet meniup ujung pistolnya sambil mendongak puas.

“Selesai.”

Helena menarik napas panjang, mengamati sekitar memastikan tidak ada ancaman tersisa.

“Terima kasih, Juliet. Tanpamu—”

Juliet berdecak, sedikit cemberut.

“Sudah kubilang jangan sentimental dulu. Kamu kan masih punya satu musuh terbesar.”

Helena menoleh cepat.

“Apa?”

Juliet menunjuk ke arah rumah.

“Suamimu.”

Sementara itu terdengar suara gaduh terdengar dari dalam.

Karan sudah sadar dengan matanya yang liar, tubuhnya tegang, chip di lehernya memicu emosi agresif, membuatnya tidak bisa berpikir jernih.

Ia menggeliat liar di kursi logam.

Tangannya terikat.

Kakinya terikat.

Mulutnya tertutup kain kuat.

“MMMMPPPHHH!! MMMMPHH!!”

Dion berdiri di depannya dengan wajah tegang.

“Tuan! Tuan tenang! Jangan melawan! Jika tuan terlalu banyak bergerak, chip itu bisa aktif lagi!”

Tapi Karan tidak mendengar.

Matanya merah. Nafasnya berat.

“MMMMMMPPPHHH!!!”

Bi Fia gemetar ketakutan di sudut ruangan sambil memeluk kain shal nya.

“Ya Tuhan, dia seperti bukan dirinya…”

Pintu bunker terbuka dan helena berdiri di ambang pintu dengan tubuh penuh debu dan noda darah, tapi matanya tetap lembut saat melihat suaminya.

Dion langsung mundur memberi jalan.

Helena mendekati Karan perlahan.

Karan masih berontak, kepalanya menggeleng liar.

“MMMPPPHHHHH!!!!”

Helena berlutut di depannya, lalu membelai pipinya pelan.

“Mas…”

Suara itu seperti petir yang menyambar memori.

Gerak Karan mendadak melambat.

Helena mendekatkan wajahnya.

“Aku di sini.”

Karan terdiam. Dadanya naik turun cepat.

Helena menempelkan dahinya ke dahinya.

“Mas, tolong lihat aku.”

Nafas Karan mulai melambat.

Helena menatap mata suaminya dalam-dalam.

“Ini aku, Helena.”

Air mata menetes di pipinya.

“Mas, tolong kembali.”

Helena perlahan membuka ikatan di tangan Karan, yakin bahwa suaminya sudah cukup tenang.

“Pelan-pelan ya, Mas.Aku percaya sama kamu,” bisiknya lirih.

Dion menahan napas, waspada. Bi Fia bahkan menutup mulutnya, takut kalau-kalau sesuatu terjadi.

Tangan Karan akhirnya bebas.

Helena menunduk melepas ikatan di kakinya—

Namun tiba-tiba cengkeraman kuat menahan tangannya.

Karan menarik Helena dengan brutal.

Helena terdorong ke belakang, bahunya membentur dinding bunker.

“Mas—!”

Tapi tatapan Karan bukan lagi tatapan suami yang ia kenal.

Itu tatapan predator.

Chip di lehernya berdenyut merah muda dan aktif kembali.

“Dion! Jangan ikut campur!” seru Helena cepat saat Dion hendak maju.

“Tapi—!”

“Ini suamiku! Aku yang hadapi!”

Karan mendekat dengan langkah berat, seperti dikuasai insting bertarung.

Helena menarik napas, menahan rasa sakit di lengannya yang belum sembuh.

“Mas, ini aku…”

Namun Karan tidak menjawab.

BUKK!!

Tinju Karan melayang cepat dan Helena berhasil menghindar tipis.

Ia berguling ke samping dan berdiri.

Pertarungan dimulai.

Karan menyerang tanpa ragu.

Pukulan, tendangan dan semuanya brutal, tanpa kendali.

Helena tidak membalas penuh. Ia hanya bertahan, menangkis, menghindar.

“Mas, kumohon sadar!”

BRAK!

Sebuah pukulan keras mengenai meja logam—meja itu penyok parah.

Bi Fia menjerit kecil. Dion menggertakkan gigi.

Helena mundur sambil menahan perih di pinggang setelah terbentur kursi.

Karan kembali maju. Tangannya menarik kerah Helena dan menghantamkan tubuhnya ke dinding bunker.

DUG!!

Helena meringis, tapi tetap menatap mata suaminya.

“Mas! Aku Helena! Istrimu! Lihat aku!”

Karan menggeram pelan, tangan kanannya mengepal bersiap menghantam wajah Helena.

“Kalau Mas mau bunuh aku, silakan. Tapi aku tidak akan melawan Mas…”

Tubuh Karan menegang dan tangannya masih terangkat, tapi mulai bergetar.

Helena menempelkan wajahnya ke dadanya.

“Aku sudah kehilanganmu sekali dan aku tidak akan melepaskanmu lagi…”

Karan mengeluarkan suara berat. Kepalan tangannya turun perlahan.

Napasnya memburu.

Helena mendongak, menatap wajahnya.

Matanya mulai normal. Sorot merah di pupilnya menghilang perlahan.

Helena tersenyum samar, penuh air mata.

“Mas…”

Karan tiba-tiba jatuh berlutut dengan tubuhnya gemetar.

Ia menatap tangan-tangannya sendiri seolah tidak mengenalinya.

“.Aku nyakitin kamu…?”

Helena berjongkok dan memegang wajahnya dengan lembut.

“Tidak. Kamu melindungiku dengan caramu.”

Karan menunduk, air matanya jatuh.

“Maafkan aku…”

Helena merangkulnya erat.

“Aku tidak butuh maaf. Aku cuma mau kamu kembali.”

Helena memapah tubuh Karan yang masih lemah.

Nafas pria itu berat, keringat dingin membasahi pelipisnya.

Chip di lehernya mulai meredup, menunjukkan bahwa sistemnya sedang dalam mode pasif.

Bi Fia buru-buru membawa handuk basah, menepuk-nepuk pelan wajah Karan.

“Ya Allah, Tuan,” gumamnya gemetar.

Dion mendekat, wajahnya keras namun penuh kekhawatiran.

“Kita harus segera pindah. Bunker ini aman, tapi tidak untuk lama.”

Helena mengangguk lemah.

“Rumah sudah hancur. Atapnya runtuh, dindingnya jebol,” ucapnya muram.

Karan membuka mata perlahan, meski masih goyah.

“Dion…”

“Siap, Tuan.”

“Siapkan tempat yang pernah aku sebutkan dulu. Lokasi cadangan. Gunakan protokol hitam.”

Dion terdiam sesaat, lalu mengangguk mantap.

“Baik, Tuan. Aku urus sekarang juga.”

Helena membantu Karan duduk bersandar di dinding bunker.

Juliet berdiri tak jauh dari mereka, menatap kondisi itu dengan pandangan tenang namun penuh siaga.

Tangannya masih memegang pistol, siap jika ada serangan susulan.

Karan perlahan menoleh, menatap Juliet dari ujung rambut hingga sepatu tak dikenalinya.

“Siapa dia?” tanya Karan pelan namun tajam.

Juliet melirik Helena sejenak, seolah meminta izin.

Helena menarik napas.

“Dia adikku.”

Karan menatap lebih lama.

“Adik kandung?”

Helena menganggukkan kepalanya dan memperkenalkan suaminya kepada Juliet.

“Nama lengkapku Juliet Valeria. Agen lapangan Divisi Tiga. Diperintahkan membackup kakakku,” ucap Juliet lugas, memberi hormat singkat.

Karan menatap keduanya bergantian.

“Jadi, selama ini bukan cuma kamu yang mengawalku,” ucapnya lirih pada Helena.

Helena menegang, takut Karan marah atau merasa dikhianati lagi.

Namun Karan justru menghela napas panjang.

“Terima kasih,” ucapnya akhirnya.

Helena menatapnya heran.

Karan melanjutkan dengan suara serak,

“Kalian sudah mempertaruhkan nyawa demi aku, meski aku bahkan sempat melawan kalian.”

Juliet mengangkat satu alis, sedikit tersenyum.

“Itu artinya Kak Helena menikah dengan pria yang kuat. Tidak membosankan.”

Helena mendelik kecil pada adiknya.

“Juliet!”

Tapi Juliet hanya nyengir, tak merasa bersalah.

Dion kembali membawa tas besar berisi perlengkapan.

“Semua sudah siap. Kita bisa berangkat kapan saja, Tuan.”

Karan mencoba berdiri, tapi hampir jatuh—

Helena buru-buru menangkapnya.

“Kita pergi sekarang,” ucap Karan tegas.

Helena mengangguk dan Juliet sudah lebih dulu naik ke atas lewat tangga bunker untuk memastikan kondisi aman.

Helena menatap Karan, masih menggenggam tangannya erat.

“Aku ada di sini, Mas. Apapun yang terjadi kita hadapi bersama.”

Karan menganggukkan kepalanya sambil menggenggam tangan istrinya.

1
Freya
semangat berkarya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!