Merasa bosan hidup di lingkungan istana. Alaric, putra tertua dari pasangan raja Carlos dan ratu Sofia, memutuskan untuk hidup mandiri di luar.
Alaric lebih memilih menetap di Indonesia ketimbang hidup di istana bersama kedua orang tuanya.
Tanpa bantuan keluarganya, Alaric menjalani kehidupan dan menyembunyikan identitasnya sebagai seorang pangeran.
Sementara sang ayah ingin Alaric menjadi penerus sebagai raja berikut. Namun, Alaric yang lebih suka balapan tidak ingin terkekang dan tidak punya ambisi untuk menjadi seorang raja.
Justru, Alaric malah meminta sang ayah untuk melantik adiknya, yaitu Alberich sebagai raja.
Penasaran? Baca yuk! Siapa tahu suka dengan cerita ini.
Ingat! Cerita keseluruhan dalam cerita ini hanyalah fiktif alias tidak nyata. Karena ini hasil karangan semata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22
Carla tersenyum setelah Alaric keluar dari ruangannya. Dia mengambil ponselnya dan menghubungi seseorang.
"Halo, assalamualaikum sayang. Ada apa?" tanya Carlina lewat telepon.
"Waalaikumsalam Ma, hihihi."
"Loh kok ketawa, katakan ada apa menelepon mama?"
"Alaric seperti sudah punya pacar Ma. Cantik orangnya."
"Masa sih? Anak itu, pantas saja tidak mau tinggal di sini."
"Sudah ya Ma, aku mau cari tahu tentang cewek itu. Assalamualaikum." Carla pun menutup teleponnya.
Kemudian dia menghidupkan laptopnya dan mencari informasi tentang Indah. Tidak sulit baginya untuk mendapatkan informasi tersebut.
Carla tersenyum, karena Indah ternyata juga hobi balapan. Tapi hanya balapan motor. Sementara Alaric, balapan motor bisa, balapan mobil apalagi.
"Huh, pantas saja Alaric tertarik, ternyata hobi mereka sama," gumam Carla.
Sementara Carlina yang baru mendengar kabar dari Carla pun langsung mengadu ke suaminya. Namun Arthur hanya berkata.
"Biarkan saja, lagipula Alaric sudah dewasa." Begitulah tanggapan Arthur.
Carlina hendak memberitahu yang lain, namun Arthur melarangnya. Arthur meminta untuk memastikan dulu kebenarannya. Akhirnya Carlina pun tidak jadi.
Sedangkan orang yang mereka bicarakan sedang berada di sebuah rumah makan. Karena tadi Alaric mendengar perut Indah berbunyi.
"Nggak apa-apa, 'kan makan di tempat seperti ini?" tanya Alaric.
"Pertanyaan macam apa itu? Aku juga bukan orang kaya." Indah mencebikkan bibirnya dengan pertanyaan Alaric yang seperti itu.
Alaric tersenyum, mereka mengambil makanan sendiri sesuai keinginan mereka. Indah mengambil rendang jengkol, Alaric sontak bertanya.
"Apa itu?" tanya Alaric.
"Masa nggak tahu? Ini rendang jengkol," jawab Indah.
"Apa enak?" tanyanya lagi.
Indah tidak menjawab, namun dia tetap fokus mengambil lauk untuknya. Begitu juga dengan Alaric.
"Mau coba?" tanya Indah saat mereka sudah kembali ke tempat duduk mereka.
Alaric menggeleng cepat. Namun Indah menyodorkan sendok berisi jengkol. Alaric ragu, namun sedetik kemudian ia pun membuka mulutnya.
Alaric mengunyahnya, kemudian berhenti. Alaric bangkit dari duduknya dengan membawa piring nasi. Indah tersenyum saat Alaric mengambil rendang jengkol lebih banyak.
"Kamu tidak pernah makan itu?" tanya Indah. Alaric menggeleng, ia tidak berkata-kata kalau sedang makan.
Indah mengajaknya ngobrol, namun Alaric mengatakan jika dia tidak bisa ngobrol ketika sedang makan.
Dan akhirnya keduanya pun terdiam. Setelah selesai makan, Alaric hendak membayar, namun Indah mengeluarkan uang dari saku celananya.
"Biar aku saja, kamu baru mulai kerja pasti belum dapat gaji," kata Indah.
Alaric garuk-garuk kepala. "Masa cewek yang traktir," katanya.
"Sesekali, nanti kalau kamu sudah dapat gaji, kamu yang traktir aku. Oke."
Alaric pun mengalah. Ia membiarkan Indah yang mentraktir dirinya. Pertama kali dalam sejarah hidupnya di traktir oleh cewek.
"Yuk!" Indah mengajak Alaric pergi setelah selesai membayar makanan.
"Mau langsung pulang atau ...?"
"Pulang," jawab Indah memotong ucapan Alaric.
Alaric melajukan motornya dengan kencang. Hingga dalam sekejap mereka sudah sampai ke rumah Indah.
"Kok kamu tahu rumahku?" tanya Indah heran.
"Ee, aku, aku bertanya ke Paman Dedi sebelumnya," jawab Alaric.
Indah mengajak Alaric masuk. Baru saja mereka di depan pintu. Pintu sudah terbuka lebih dulu.
"Indah?" Alia langsung memeluk Indah. "Syukurlah kamu selamat Nak," ucap Alia.
"Iya Bu, berkat dia," ujar Indah.
"Tante." Alaric bersalaman dan mencium tangan Alia.
Alia mengamati Alaric. Alia tersenyum, karena Alaric begitu tampan. Kemudian dia berbisik ke Indah.
"Pacar mu boleh juga. Walau bukan seorang pangeran, tapi tampan nya seperti seorang pangeran," bisik Alia.
Karena perkataan Indah beberapa hari lalu, jadi Alia menganggap nya serius. Alia pun mempersilakan Alaric masuk.
"Bagaimana dengan ayah?" tanya Indah.
"Ayahmu istirahat di kamar. Tadi setelah dari rumah sakit langsung pulang," jawab Alia.
Indah meminta Alaric untuk duduk. Sementara dirinya ingin mandi dan berganti pakaian.
Alaric mengamati rumah tersebut. Rumah yang sederhana, namun terasa nyaman. Tidak berapa lama Alia datang dengan membawa minuman dan camilan untuk Alaric.
"Silakan Nak, hanya ini yang ada," kata Alia.
"Terima kasih Tante," ucap Alaric.
Alia menanyakan tentang pekerjaan Alaric. Alaric menjawab jujur jika dirinya bekerja dengan Miranda.
Mendengar Alaric datang, Dedi pun keluar untuk menemuinya. Ia duduk berhadapan dengan Alaric.
"Bagaimana keadaan Paman?" tanya Alaric.
"Sudah lebih baik. Tapi mereka harus di rawat inap," jawab Dedi.
Mereka yang di maksud adalah pekerja yang bekerja di tempat itu. Mereka juga di hajar oleh Ryan dan geng nya.
Dedi mengucapkan terima kasih kepada Alaric karena sudah menyelamatkan Indah. Dedi tidak perduli dengan Ryan dan geng nya, jadi Dedi tidak menanyakan nya.
"Kalau begitu aku pamit pulang," kata Alaric setelah menghabiskan minumannya.
"Sekali lagi terima kasih. Tanpa mu, mungkin kami akan kehilangan anak satu-satunya," kata Alia.
Alaric hanya mengangguk dan tersenyum. Kemudian ia mencium tangan Dedi dan Alia secara bergantian.
Indah berlari kecil karena mendengar Alaric ingin pulang. Indah membawa tiket VIP untuk menonton pertandingan balapan.
"Datang ya," kata Indah. Alaric tersenyum lalu mengangguk.
Alia dan Dedi juga ikut tersenyum karena putrinya dekat dengan cowok. Alia sudah sangat khawatir, takut putrinya tidak mau menikah.
"Aku pulang dulu," kata Alaric. Indah mengangguk mengiyakan.
Motor Alaric pun melaju kencang. Indah masih berdiri di tempatnya walau motor Alaric sudah tidak terlihat lagi.
"Ibu suka anak itu, kelihatan sopan. Walau umurnya masih muda," kata Alia.
"Ibu apaan sih? Kami cuma teman kok," ujar Indah. Namun tidak bisa di pungkiri jika wajahnya memerah saat ibunya membicarakan Alaric.
Alia mengajak mereka makan. Namun Indah mengatakan jika dia sudah makan tadi bersama Alaric. Indah pun kembali ke kamarnya.
Sementara Alaric sudah tiba di rumah kontrakan nya. Alaric merasa lega karena Irma tidak lagi menghampirinya seperti biasa.
Alaric langsung masuk setelah memarkirkan motornya. Ia juga ingin mandi karena tubuhnya terasa lengket bekas keringat.
"Hah...! Bau banget mulut ku," gumamnya. Bagaimana tidak? Ia baru habis makan jengkol.
Setelah selesai mandi, Alaric berganti pakaian lalu menghubungi adiknya. Alaric duduk di sisi tempat tidur.
"Assalamualaikum," ucapnya setelah panggilan berakhir tersambung.
"Waalaikumsalam. Ada apa Kak?" tanya Alderich.
"Bagaimana dengan Ryan dan geng nya?"
"Mereka sudah mati, tapi satu orang tidak kami habisi."
"Raihan?"
"Begitulah katanya namanya."
"Tidak apa-apa, biar nanti polisi yang mengurusnya. Sudah dulu ya, aku mau istirahat. Assalamualaikum."
Alaric menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban dari adiknya. Alderich tidak heran lagi, karena ini sudah menjadi kebiasaan kakak nya.
Alaric menjatuhkan tubuhnya di kasur. Ponselnya pun di simpan sembarangan. Baru saja ia ingin memejamkan matanya. Ponselnya pun berdering.
Alaric melihat nama pemanggil, yaitu oma nya. Alaric segera menjawab panggilan tersebut.
"Assalamualaikum Oma, ada apa?"
"Kamu sudah punya pacar, tapi tidak bilang-bilang."
Alaric berpikir, pasti ini kerjaan auntie nya yang menyebarkan rumor tersebut. Alaric pun mengatakan jika mereka hanya berteman.
"Sejak kapan kamu punya teman cewek? Jangan bodohi Oma."
"Benar Oma, kita cuma teman kerja," sangkal Alaric membela diri.
Akhirnya Alaric menutup teleponnya secara sepihak. Ia sudah meyakinkan oma nya, namun Carlina tidak percaya.