Diusianya yang tak lagi muda, Sabrina terpaksa mengakhiri biduk rumah tangganya yang sudah terajut 20 tahun lebih lamanya.
Rangga tega bermain api, semenjak 1 tahun pernikahnya dengan Sabrina. Dari perselingkuhan itu, Rangga telah memiliki seorang putri cantik. Bahkan, kelahirannya hanya selisih 1 hari saja, dari kelahiran sang putra-Haikal.
"Tega sekali kamu Mas!" Sabrina meremat kuat kertas USG yang dia temukan dalam laci meja kerja suaminya.
Merasa lelah, Sabrina akhirnya memilih mundur.
Hingga takdir membawa Sabrina bertemu sosok Rayhan Pambudi, pria matang berusia 48 tahun.
"Aku hanya ingin melihat Papah bahagia, Haikal! Maafkan aku." Irene Pambudi.
..........................
"Tidak ada gairah lagi bagi Mamah, untuk menjalin sebuah hubungan!" Sabrina mengusap tangan putranya.
Apa yang akan terjadi dalam kehidupan Sabrina selanjutnya? Akankah dia mengalah, atau takdir memilihkan jalannya sendiri?
follow ig @Septi.Sari21
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
Sementara di sekolah, Haikal sudah duduk tenang di kantin. Mengingat ini hari pertama ibunya bekerja, ia berinisiatif untuk memberi semangat kepada sang Ibu.
"Hallo Mah, gimana Mah kerja pertamanya?" Haikal melambaikan tangan, menghadap layar ponselnya. Ia saat ini tengah melakukan panggilan video dengan Sabrina.
📱"Semua berjalan lancar, Haikal! Ini Mamah lagi makan siang sama teman Mamah!" Sabrina mengganti camera belakang, untu ia perlihatkan pada Sinta.
Karena penasaran, gadis cantik itu menghampiri kearah Sabrina. Ia sontak sport jantung kala melihat wajah Haikal dalam layar gawai itu.
"Teman Mamah baik-baik saja?" Haikal tampak mengeryit, saat Sinta menatapnya begitu dalam.
📱"Dia terpesona melihat ketampananmu, Haikal!" kekeh Sabrina.
Hingga, Haikal mengarahkan ponselnya pada wajah sang kekasih-Irene. Gadis cantik itu melambaikan tanganya, serta tertunduk sopan. "Hallo Tante, selamat siang! Makan, Tante." Irene mengangkat semangkuk mie, untuk diperlihatkan pada Mamah sang kekasih.
📱"Iya, Irene. Yang kenyang, ya! Tante titip Haikal. Kalau nakal, bilang saja sama Tante!"
Irene tertawa pecah. Sudah hampir 3 bulan ini, ia tampak akrab dengan sosok Sabrina. Irene juga kadang bertukar pesan, agar tidak ada kecanggungan lagi diantara mereka.
Waktu bergulir dengan cepat. Seperti biasa, Irene melarang Ayahnya, ataupun sopir untuk menjemputnya. Yups ... Alasannya cukup masuk akal, agar Haikal mau mengantarkannya pulang.
"Ris ... Gue ikut lo, ya! Irene udah nangkring tuh di motor Haikal." Eca menghampiri pria pujaannya, berwajah semelas mungkin.
Si paling anti perempuan itu menatap acuh, dan langsung menghidupkan motornya.
"Daa, Eca ... Muachhh ...." Irene meniup cium jauh, begitu motor Haikal sudah mulai melaju.
Tanpa ucapan sepatah kata, Haris juga langsung mengikuti Haikal dari belakang, sambil menutup kaca helmnya.
Eca menghentakan kaki kesal, merasa geram mendapat tolakan dari pria pujaannya itu.
Karena jalan rumah Iren tidak searah dengan Haris, jadi mereka berdua berpisah di pertigaan depan sekolah. Haris tampak tenang menikmati suasana sore yang menenangkan batinya itu. Hal yang paling ia sukai saat sekola, ya pas pulang seperti saat ini.
Ia rasa, bebannya baru terselesaikan beberapa menit lalu.
Dari kejauhan, Haris spontan membuka kaca helmnya. Ia sedikit menajamkan pandanganya, kala melihat Mika berjalan kaki didepan.
Langkahnya gontai, tertunduk, hingga sorot sang surya yang akan tenggelam, kini tampak menembus punggung rapuhnya.
Sementara Mika, ia tersentak, kala ada motor Ninja menghadang jalannya. Wanita culun itu sedikit menaikan kacamatanya keatas, menatap bingung tiba-tiba Haris menghadang jalannya.
"Ayo, naik!" Seru Haris tanpa mau menatap.
Mika semakin dibuat bingung. Ia sedikit menggaruk kepalanya. "Kamu menawariku tumpangan, Ris?"
"Apa ada, manusia selain kamu disini?!" Haris hanya mampu melirik sekilas.
Entah mengapa, seakan ada angin yang berhembus sejuk melewati dinding hatinya. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada, Mika perlahan mulai mendekat, begitu Haris sudah membuka kedua footstep.
Begitu memastikan Mika sudah duduk dengan nyaman, Haris mulai menjalankan kembali motornya. Kawasaki hitam itu menjadi saksi, betapa ambigunya dua insan dengan perbedaan sikap, antara Si Tuan kulkas, dan si Kutu buku.
Tangan Mika memegang hoodie Haris dengan posisi mencubit. Ia tidak mampu memeluk, atau sekedar memegang kedua bahu pria itu.
Dan sepanjang sejarah, dari kelas 10 hingga 12, baru kali ini ada gadis yang mampu membuat hati Haris terbuka, ya ... Meski masih belum sepenuhnya mencair. Dan hanya Mika lah, gadis yang paling beruntung dapat duduk dijok belakang motor Haris.
"Dimana, rumahmu?" Haris membuka helmnya, hingga suaranya terbawa oleh angin.
Mika agak memajukan badanya sambil menjawab, "Perumahan Permata nomor 8."
Tak menjawab lagi, Haris langsung melajukan motornya, dengan sedikit nenambah kecepatan.
Dari arah sepion, Haris tersenyum gemas, kala melihat wajah Mika yang saat ini bagaikan boneka kedap kedip. Walaupun terhalang kacamata besarnya, itu tidak akan mengurangi kecantikan Mika secara alami, tanpa polesan make up. Mungkin kalau bedak dan liptint ia pakai, selebihnya tidak.
Itulah mengapa dulunya Rangga dapat tergila-gila oleh Aruna. Karena kecantikan Mika, mewarisi wajah Ibunya, yang lebih mirip wanita italia.
Sebelum berhenti, dan masih dari kejauhan, Mika dapat melihat satu mobil bewarna silver, dengan logo besar dibagian kaca belakang, yang menunjukan sebuah Pt Bank xxx. Begitu Haris berhenti tepat dibelakang mobil tadi.
Dua orang pegawai Bank, kini tampak keluar dari rumah Mika, dan langsung masuk kedalam mobilnya. Dan tak lama itu, mobil tadi langsung melenggang begitu saja.
Melihat itu, wajah Mika spontan panik, kala ia menyadari sesuatu dalam sisi pagar rumahnya.
RUMAH DALAM PENYITAAN PIHAK BANK!!!
Dan setelah itu, tatapanya beralih menatap dalam rumahnya. Ibunya-Aruna, wanita parubaya itu sudah tertunduk lesu, duduk diteras depan.
"Ris, makasih ya. Aku masuk dulu." Mika langsung saja melenggang masuk untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Sementara Haris, ia masih diam diatas motornya. Wajahnya tanpa ekspresi, dengan sorot mata menajam kearah spanduk didepan pagar itu.
*
*
"Mah ... Ada apa? Siapa dua orang tadi, Mah? Lalu ... Mengapa rumah kita di segel pihak Bank?" Mika langsung saja memberikan sederet pertanyaan untuk ibunya, dengan rasa sesag begitu kepanikan.
"DIAM, Mika!" bentak Aruna. "Mamah ini sudah pusing, kamu dateng-dateng malah mencerca."
Air mata Mika sudah luruh dibalik kacamata tebalnya. Ia langsung menjatuhkan tubuhnya dibangku sebrang ibunya. "Mah, kalau rumah ini disita, kita mau tinggal dimana lagi?!" pekik Mika.
"Kita tinggal di rumah Papahmu! Sekarang, kamu cepat telfon Papahmu!" sentak kembali Aruna.
Wajah Mika spontan menoleh. Tatapanya jelas tidak setuju dengan perintah sang ibu. "Nggak! Mana mungkin kita akan tinggal disana, Mah! Papah mempunyai keluarga! Dan sekarang, gara-gara Mamah ... Rumah tangga Papah berantakan!"
Aruna spontan bangkit. Ia menuding wajah putrinya, "Jaga ucapanmu, Mika! Seharusnya kamu seneng, karena kasih sayang Papahmu tidak terbagi lagi!" sentak kembali Aruna.
Mika juga ikut bangkit. Dulu, ia memang tidak tahu apa-apa. Diajak kesana kesini hanya diam. Dilarang ikut campur apapun hanya diam. Tapi, ia sekarang sudah besar. Usianya sebentar lagi 18 tahu. Bagaimana mungkin Mamahnya akan menganggap ia sebagai boneka terus. Mika juga berhak tahu semuanya. Apalagi, rumah tangga yang Ibunya jalani hasil merebut kebahagiaan orang lain.
"Apa? Mau bantah Mamah lagi? Ingat Mika ... Kamu masih bau ingus, jadi jangan membantah Mamah, jika apa-apa kamu masih mengandalkan Ibumu ini!" Mendengar sergahan Mamahnya, Mika hanya menatap kecewa.
Ia kemudian langsung masuk begitu saja.
'Ada apa sebenarnya? Apa yang terjadi dengan keluarganya?' Puas memandang sejak tadi, Haris baru menghidupkan motornya untuk pulang. Sepanjang jalan, perasaan serta pikiran Haris masih tertuju pada Mika.
...lanjut thor 💪🏼
di tunggu boncapnya thor lanjut.
lanjut thor💪🏼