NovelToon NovelToon
Sayap-Sayap Bisu

Sayap-Sayap Bisu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Novel romantis yang bercerita tentang seorang mahasiswi bernama Fly. Suatu hari ia diminta oleh dosennya untuk membawakan beberapa lembar kertas berisi data perkuliahan. Fly membawa lembaran itu dari lantai atas. Namun, tiba-tiba angin kencang menerpa dan membuat kerudung Fly tersingkap sehingga membuatnya reflek melepaskan kertas-kertas itu untuk menghalangi angin yang mengganggu kerudungnya. Alhasil, beberapa kertas terbang dan terjatuh ke tanah.

Fly segera turun dan dengan panik mencari lembaran kertas. Tiba-tiba seorang mahasiswa yang termasuk terkenal di kampus lantaran wibawa ditambah kakaknya yang seorang artis muncul dan menyodorkan lembaran kertas pada Fly. Namanya Gentala.

Dari sanalah kisah ini bermulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 23

“Ini, aku kembalikan.”

Aza menatap totebag yang diarahkan kepadanya dengan bingung.

Fly menampakan ekspresi tegas, di belakangnya ada Yui yang memasang wajah prihatin.

“Maksudnya, kamu nggak butuh ini lagi? Atau kamu udah ada buku lain atau apa gitu?” tanya Aza, masih dengan ekspresi kebingungan.

Fly menggeleng, “Aku kembalikan buku-buku milikmu,” ulangnya.

“Baiklah,” jawab Aza sambil menerima totebag besar itu dengan kaku, sesaat ia melirik Yui. Seperti meminta penjelasan tentang apa yang terjadi.

Yui mengangkat bahu, lalu menunjuk Fly.

“Apa yang terjadi? Apakah skripsimu bisa langsung jadi dalam waktu kurang dari seminggu?” tanya Aza.

Beberapa anak-anak terlihat sedang berlari-lari sambil mengejar bola karet berwarna-warni. Suara tawa mereka sangat bersemangat. Suasana taman kota yang ramai. Fly menengok orang-orang sekitar, sejenak. Kedua tangannya terkepal setelah tidak ada lagi lagi totebag dalam genggamannya.

“Permisi?” ucap Aza, menahan gemas.

“Fly ingin menunda skripsinya,” tembak Yui, memecah sunyi di antara mereka.

“Apa? Tapi, kenapa?” Kali ini Aza benar-benar penuh ekspresi, mata dan mulutnya sama-sama menganga lebar.

Matahari menghasilkan silau tatkala melihat langit yang sedikit condong ke timur. Fly memejamkan mata sejenak. Membiarkan silau itu menenangkannya.

“Aku mau ikut dauroh itu, Aza. Tolong tunjukkan di mana tempatnya. Aku mau ikut.” Fly akhirnya memberi tahu alasannya.

“Kamu mau ikut dauroh? Tapi kenapa tiba-tiba? Tahun depan masih ada, kok. Kamu bisa ikut setelah wisuda. Tak perlu terburu-buru. Sayang sekali konsep skripsi yang udah kamu buat.”

“Iya, tapi aku mau sekarang. Aku lebih memilih skripsi tahun depan daripada dauroh tahun depan. bolehkah?”

Aza mengangguk pelan, “Tidak ada yang bisa melarangmu di sini.”

Tanpa sepatah kata lagi, Fly beranjak dari taman itu sendiri. Ia membiarkan Yui dan Aza mematung di sana.

Sudah banyak perkara yang ia lalui. Tapi adakalanya karena perkara tersebut memang wajar disebut berat. Namun kali ini, pantaskah perkara seorang lelaki menjadikan Fly sampai merasa terjatuh dan terpuruk berkepanjangan?

“Cua menyebarkan foto kalian, dengan mengatakan bahwa Fly sengaja mencari pelarian dengan orang yang mirip dengan Gen,” ungkap Yui.

“Apa? Lagipula, tidak ada yang bisa disalahkan dari itu. Kenapa dia malah menyebarkan foto itu dengan kalimat demikian?”

Yui mengangkat bahu, “Banyak dari orang-orang di kampus yang memarahi Cua, karena dianggap keterlaluan dan tidak ada bahan untuk menjelekkan. Ya, aku tidak mengerti kenapa ia sebenci itu dengan Fly.”

“Berdasarkan cerita dari Fly juga, apa yang terjadi di waktu KKN itu tidaklah parah. Hanya pertengkaran biasa yang tidak seharusnya diperpanjang.”

“Benar, itulah mengapa Fly ingin menghilang sejenak. Dengan menjadi seseorang yang tidak wisuda di waktu yang sama dengan Cua. Gara-gara itu, ia jadi merasa was-was untuk melakukan apapun. Ia khawatir diamnya tetap membawa celah bagi Cua untuk memojokkannya.”

“Di mana tempat tinggalnya?” tanya Aza dengan wajah memerah.

“Cua?”

“Jelaslah!”

“Hentikan. Kamu jelas bukan orang seperti yang diceritakan Fly. Sosok lelaki penyabar yang tidak pernah menampakkan wajah cemberut. Aku tidak akan memberi tahumu karena yang saat ini adalah bukan dirimu yang biasanya.”

Berkat ucapan Yui, Aza menunduk. Lantas menepuk dadanya. Berusaha menyadarkan diri sendiri untuk meredam emosi.

“Jika kamu memang seseorang seperti yang dikatakan Fly, artinya situasi ini benar-benar mengganggumu. Apakah kamu ada rasa dengan Fly?”

“Ayolah, bisa kita bicarakan masalah Cua saja?”

“Tidak. sebelum kamu mengatakan yang sebenarnya. Jika kamu datang hanya untuk memberikan perhatian palsu, lebih baik menjauh saja. Aku nggak mau sahabatku patah untuk yang kedua kalinya.”

Aza terdiam sesaat. Bibirnya mengatup kencang. Sedangkan Yui menatap penuh arti. Ia menjadi saksi bagaimana rapuhnya Fly selama ini.

“Tunggu saja bagaimana ke depannya, ya. Aku janji tidak akan menjadi orang yang membuat Fly patah untuk yang kedua kalinya, ketiga kalinya, keempat kalinya, bahkan keseratus kalinya.”

Yui mendengus, “Jawaban menyesatkan. Aku masih ragu padamu, ingat itu!” seru Yui, mengancam.

___ ___ ___

Lampu-lampu merah dari kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang, memancarkan ingatan bisu tentang perjalan kuliah yang panjang. Puncak telah terlihat dekat sekali. Sedikit lagi, pintu keluar itu bisa dilangkahi. Setelah semua persiapan yang bisa dibilang matang. Seketika hangus tanpa ampun. Ide-ide dalam pikiran luruh. Menyisakan bayangan ketakutan dari hal-hal apapun yang menghantui. Fly kembali ke jembatan itu. Tempat ia pertama kali berbincang panjang dengan Aza. Yang kali ini, setelah satuu jam ia berdiri, tak terlihat juga wujud lelaki itu. Hati kecilnya berbisik, bahwa ia menautkan sedikit harapan untuk bisa melihat Aza lagi. Karena setelah ini, entah kapan mereka bisa bertemu lagi. Barangkali dalam jangka waktu panjang.

Akan tetapi, kali ini Fly tidak sendiri. Ia ditemani sahabatnya, Yui. Sejak Fly mengalami masalah semacam ini, Yui sudah tidak pernah lagi menampakan dirinya sebagai seseorang yang cerewet dan berbicara panjang sesuka hati. Ia malah seperti sedang dirasuki Vio.

“Kamu beneran yakin dengan keputusan ini, Fly? Maaf, kalau aku udah nanya ini ratusan kali.”

“Nggak ada salahnya kamu terus menanyakan itu. Justru aku senang, artinya kamu peduli denganku. Tapi keputusanku sudah bulat, Yui. Di agamaku, ketika kita tidak tahu hal yang bisa jadi salah di mata manusia, tapi kita sendiri tidak tahu letak salahnya di mana, maka lebih kita mendekatkan diri kepada Tuhan. Sambil bertanya, apa salah kita? Kenapa ada orang yang membenci sampai segitunya?”

“Tapi aku setiap hari melihatmu mendekatkan diri, kok. Apa sambil skripsi akan membuat waktumu kurang untuk hal itu?”

“Itu tidak sesederhana itu, Yui. Aku menunda skripsi untuk menghafalkan ayat-ayat di kitab suci. Aku hanya hafal secuil dari kitab itu. Jadi, aku ingin menghafal semuanya. Sambil mencari ketenangan itu.”

Yui terdiam, memandang jalan raya yang padat. Hati kecilnya ingin sekali memohon agar Fly membatalkan keputusannya, karena ia sangat ingin wisuda bersama dengan sahabatnya itu. Mereka sudah dekat sejak menjadi mahasiswa baru. Sejak itupun, mereka sudah berencana memakai kebaya yang sama saat wisuda. Juga berencana untuk mengerjakan skripsi bersama-sama hingga selesai bersama.

“Maaf sudah mengingkari janji kita untuk lulus bersama, Yui.”

Tiba-tiba bibir Yui bergetar. Kemudian ia memeluk Fly dengan erat sambil menangis. Tak jua dilepaskan hingga beberapa menit. Tak peduli ada banyak orang yang melintas di belakang mereka dan melihat mereka dengan tatapan heran. Fly hanya seperti patung. Membiarkan Yui memeluknya berserta air matanya. Sekalipun lengan bajunya sudah basah. Ia harus menahan tangisnya, agar Yui merasa Fly bisa menjadi penguat. Juga agar Fly tidak merasa terlalu berat meninggalkan Yui selama setahun.

“Permisi,” ucap seseorang dari belakang, persis seperti kedatangan Aza tempo hari.

Fly tidak menoleh. Ia menelan ludah dengan debar jantungnya yang meronta. Suara itu kembali setelah sekian lama. Dengan luka yang masih menganga walau sempat menutup. Yui yang mengetahui pemilik suara itu langsung menghapus air matanya. Wajah sedihnya berganti ekspresi intimidasi. Ia menatap tajam ke arah Gen yang entah bagaimana malah datang ke tempat itu.

Fly menggenggam erat pegangan jembatan itu. Ia masih tidak menghadap belakang. Hanya Yui yang menoleh.

“Maaf atas semua yang terjadi. Aku tidak tahu jika hal ini akan terjadi. Aku berjanji akan menghentikan Cua,” ucap Gen.

“Pergi, nggak. Kamu nggak usah datang tiba-tiba kayak gitu. Setelah semua yang terjadi. Setelah ucapan sederhanamu yang menyakitkan itu. kamu pikir kenapa Fly sampai tidak mau menoleh padahal ia tahu siapa yang datang? Karena dia masih nggak mampu mengontrol hatinya saat ada kamu. Kamu pikir apa akibatnya kamu datang dengan ucapan itu? Janji pula. Tidak lain dan tidak bukan hanya untuk merepotkan proses penyembuhan Fly,” ketus Yui, panjang lebar.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!