Jin Lin, seorang otaku yang tewas konyol akibat ledakan ponsel, mendapatkan kesempatan kedua di dunia fantasi. Namun, angan-angannya untuk menjadi pahlawan pupus saat ia terbangun dalam tubuh seekor ular kecil. Dirawat oleh ibu angkat yang merupakan siluman ular raksasa, Jin Lin harus menolak santapan katak hidup dan memulai takdir barunya. Dengan menelan Buah Roh misterius, ia pun memulai perjalanannya di jalur kultivasi—sebuah evolusi dari ular biasa menjadi penguasa legendaris.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon WILDAN NURUL IRSYAD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Duel di Gerbang Istana Raja Iblis
Bai Su Su menatap kosong ke luar jendela. Enam bulan telah berlalu tanpa kabar apa pun dari Lin'er. Hari demi hari ia habiskan dalam kecemasan dan kerinduan yang menyesakkan dada. Putranya adalah satu-satunya harapan dan cahaya dalam hidupnya.
"Kakak ipar."
Sebuah suara lembut dan memikat terdengar dari balik pintu. Hu Huahua, berpakaian anggun dengan senyum manis di wajahnya, melangkah masuk.
“Apa maksudnya datang kemari?” Bai Su Su bergumam dalam hati, matanya menyipit penuh kewaspadaan. Meskipun secara formal menjadi istri Ao Lie dan berstatus lebih tinggi daripada para selir, ia jarang berhubungan dengan orang-orang kepercayaan Ao Lie. Bai Su Su dan Hu Huahua hanya pernah bertukar sapaan dingin saat bertemu, tanpa ikatan yang berarti.
"Aku datang membawa kabar baik," kata Hu Huahua ramah, seolah-olah mereka telah lama bersaudara.
Bai Su Su mengerutkan kening. Nada suara yang tiba-tiba hangat itu membuatnya semakin curiga. Dengan datar, ia bertanya, "Kabar baik apa?"
Hu Huahua mendekat, menundukkan kepala dan berbisik, "Aku melihat Jin Lin."
Bagaikan petir menyambar di siang bolong, Bai Su Su membelalakkan mata. "Apa katamu?! Lin'er... dia masih hidup? Di mana dia sekarang?"
Hu Huahua tersenyum manis. "Tenanglah, Kakak ipar. Aku melihatnya kemarin... di rumahmu."
"Bagaimana keadaannya? Apakah dia baik-baik saja?" Bai Su Su nyaris tidak mampu menyembunyikan kegembiraannya. Air matanya mulai menggenang.
"Baik sekali." Hu Huahua mengangguk. Namun di balik senyumnya, ia teringat kembali siluet naga emas yang samar-samar menyelimuti tubuh Jin Lin. Kekuatan luar biasa itu bukan milik seekor siluman biasa.
"Apa dia mengatakan sesuatu? Bagaimana kehidupannya selama ini?" Suara Bai Su Su bergetar. Ia lupa segalanya, bahkan penjara yang mengurungnya pun terasa tak berarti dibanding kerinduan terhadap anaknya.
Hu Huahua menjawab pelan, namun tulus, "Maaf, aku tidak sempat berbicara dengannya. Aku hanya melihatnya sekilas. Tapi percayalah, dia tampak sangat kuat sekarang."
Bai Su Su membungkuk, air mata jatuh ke lantai. "Terima kasih, Tuan Ketiga, karena telah membawakan berita tentang Lin'er."
"Aih, Kakak ipar, sebut saja aku Huahua. Atau panggil Kakak Hua jika kau berkenan," jawab Hu Huahua dengan senyum yang seolah-olah tulus. Mereka tampak seperti dua saudari yang telah lama akrab.
Setelah mengobrol sebentar, Hu Huahua pamit. Namun sejak hari itu, ia mulai sering datang, seolah-olah ingin membangun kedekatan. Anehnya, ia tak pernah meminta apa pun, hanya datang, duduk, dan berbicara ringan. Bai Su Su semakin curiga, tapi akhirnya membiarkannya. Dalam kesepian panjang, memiliki teman bicara pun sudah menjadi anugerah kecil.
Hari-hari berlalu, dan setengah bulan pun terlewat.
Pada suatu pagi, keheningan Istana Raja Iblis pecah oleh jeritan panik seekor iblis kecil.
"Celaka! Celaka! Yang Mulia! Bahaya besar datang!"
Hu Huahua yang duduk di sisi kanan Ao Lie, mengerutkan alis. "Apa maksudmu? Bukankah Raja baik-baik saja? Kenapa panik begitu?"
Iblis kecil itu hampir menangis. "Bukan Rajaku yang bermasalah, tapi... musuh telah menyerbu Istana Raja Iblis! Kami tidak mampu menahan mereka!"
Ao Lie melempar cangkirnya. "Jelaskan dengan benar! Siapa musuhnya? Apakah para kultivator menyerbu kita?"
"Bukan, Yang Mulia. Dia seorang iblis... tapi memakai pedang terbang seperti kultivator. Dia menyerang dari udara, sangat cepat dan kuat!"
Ao Lie tertawa mengejek. "Iblis yang menggunakan pedang terbang? Lucu sekali. Apakah dia pikir dirinya pendekar langit?"
"Yang Mulia, senjatanya sangat kuat. Mereka yang mencoba menahannya langsung dikalahkan dalam satu serangan!"
Iblis kecil itu menunduk, tubuhnya gemetar. "Banyak saudara kami terluka atau pingsan..."
Ao Lie akhirnya berdiri. Wajahnya berubah serius. "Ayo! Kita lihat siapa yang berani berulah di tanahku!"
Ao Lie dan Hu Huahua terbang keluar dari aula utama, menuju gerbang depan Istana Raja Iblis. Tempat itu lebih mirip kota kecil, dengan bangunan dan jalan panjang yang membentang dari aula hingga gerbang luar.
Dan di sanalah Jin Lin berdiri.
Pedang terbang berkilauan di tangannya. Ia menebas para penjaga iblis tanpa membunuh mereka, hanya membuat mereka pingsan. Ia datang bukan untuk membantai. Ia datang untuk menggugat.
"Ao Lie... ayo keluar dan hadapilah aku."
Pikir Jin Lin. Inilah saatnya.
Kemarahan membakar di dadanya. Semua penderitaan—penjara, siksaan, penghinaan terhadap ibunya—semua mengarah pada satu nama: Ao Lie.
Sosok yang terbang mendekat membuat matanya menyala. Jin Lin mengepalkan gagang pedang, kuku jarinya mencengkeram sampai berdarah.
"Siapa kau?! Berani sekali mengacau di istanaku! Sudah bosan hidup, hah?!" teriak Ao Lie dari udara.
Jin Lin mendengus dingin. "Begitu cepat lupa, Ao Lie? Tapi aku tidak akan pernah lupa padamu! Kau yang memenjarakan ibuku! Kau yang menyiksaku di penjara air! Kau yang hampir membunuhku!"
Ao Lie menatap tajam. "Ular emas kecil...? Kau... kau masih hidup?!"
"Haha. Mati? Aku akan mati setelah melihatmu hancur!"
Ao Lie mencibir. "Berani juga kau, ular kecil. Tapi kekuatanmu tak cukup untuk mengguncang sehelai rambutku."
Tiba-tiba, dari balik kerumunan muncul sosok tinggi besar: Beruang Hitam, yang selama ini jarang muncul, kini berdiri dan menyaksikan diam-diam.
"Ao Lie!" teriak Jin Lin. "Aku tidak ingin menyeret yang tak bersalah ke dalam urusan kita. Beranikah kau melawanku satu lawan satu?!"
Ao Lie tertawa keras. "Hahaha! Anak baik, rupanya kau ingin mati dengan terhormat. Baiklah! Kita bertarung satu lawan satu!"
Kemudian, suara dalam dan berat menyusul.
"Semua mundur! Biarkan mereka bertarung dan kita saksikan."
Beruang Hitam melangkah maju dan memberi perintah pada para iblis kecil. Lapangan luas pun terbuka di tengah istana.
Angin malam berhembus. Di langit, awan berputar perlahan, seolah-olah surga pun ikut menyaksikan pertarungan antara dendam lama dan harga diri yang membara.
Jin Lin, sang naga emas yang bangkit dari penderitaan, kini berdiri menghadapi musuh bebuyutannya.