Semua wanita pasti menginginkan suami yang bisa menjadi imam dalam rumah tangganya, dan sebaik-baiknya imam, adalah lelaki yang sholeh dan bertanggung jawab, namun apa jadinya? Jika lelaki yang menjadi takdir kita bukanlah imam yang kita harapkan.
Seperti Syahla adzkia, yang terpaksa menikah dengan Aditya gala askara, karena sebuah kesalahpahaman yang terjadi di Mesjid.
Akankah syahla bisa menerima gala sebagai imamnya? ataukah ia memilih berpisah, setelah tahu siapa sebenarnya gala?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saidah_noor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Syahga 23.
Pria itu kebingungan dan menelan ludahnya lalu menundukkan wajah sambil saling memegang tangannya, tatapan tajam bosnya tak berani ia tatap karena ia tahu kesalahannya.
Gadis yang seharusnya ia tangkap justru lepas dan hilang begitu saja, dan ia yakin akan kena amukan bosnya.
"Mana?" tekan Arhan.
"Hilang, Bang," jawab pria itu dengan pelan.
"Apa! Hilang kau bilang," sergah Gala dengan suara yang dingin dan menusuk.
Gala mendekati pria itu hingga tubuh mereka hanya berjarak 30 cm, tangannya terkepal kuat hingga urat-urat nadinya terlihat menonjol dan rahangnya mengetat menandai betapa marahnya ia.
Anak buah arhan langsung mundur selangkah, mendengar nadanya saja ia sudah paham apa yang akan terjadi selanjutnya.
Bug
Gala menonjok perut anak buahnya yang menurutnya bodoh, mencari satu orang saja dengan anak buah puluhan tetap saja tak bisa menemukannya.
Pria itu meringis, membungkuk, memegang perutnya yang sakit, pukulannya hanya sekali tapi sakitnya terasa berkali-kali.
Arhan segera mendekati mereka sebelum gala menghajarnya hingga babak belur.
"Sabar, Ga. Kita cari lagi, gue yakin syahla masih berada disini," sela Arhan menghentikan tindakan gala.
"Sabar, elo bilang. Syahla itu diculik dan elo masih bisa santai, gitu. Elo lihat, anak buah gak ada yang becus nyari syahla. Kalo dia kenapa-napa gimana? HAH," ujar Gala dengan nada yang kian meninggi bahkan bisa terdengar menggema diruangan luas tersebut.
Beberapa pengunjung mulai menoleh pada mereka ada pula yang cuek tak peduli, bagi mereka itu adalah bos yang sedang memarahi karyawan bodohnya dan di kota itu adalah hal yang wajar atas kejadian seperti itu.
Arhan diam, saat seperti ini ia juga kesulitan menenangkan bosnya. Ia tak mengira gala mulai menyukai syahla sejauh ini, padahal mereka baru sebulan lalu saling mengenal dan menikah.
"Gua akan hubungi anak buah yang lain, bisa saja ada yang menemukannya," ujar Arhan yang langsung merogoh jas dalamnya untuk siap menghubungi anak buah lainnya.
"Harus, han. Kita temukan syahla sebelum dia jadi korban," sahut Gala masih dengan nada tingginya.
Gala semakin tak tenang, gelisah bercampur marah menghajar mentalnya. Ia mondar-mandir tak jelas lalu menjambak rambutnya yang tebal nan panjang sebahu itu, disaat itu ia ingat sesuatu.
Ia merogoh saku jas dalamnya, mengambil ponsel dan melihat kembali aplikasi pelacak. Sebelah alisnya terangkat kala ponsel milik syahla menunjukan bahwa ia masih berada di cafe dan tak berpindah sedikitpun.
"Kenapa posisinya masih dicafe?" tanya Gala menatap pada Arhan dengan bingung.
Arhan sama bingungnya, kata anak buahnya syahla hilang tapi ponselnya mengatakan posisinya masih di cafe, ini benar-benar membuatnya pusing.
Gala segera berjalan cepat mengikuti arah yang ada didalam peta ponselnya, diikuti arhan dan anak buahnya. Mereka berlarian beriringan mengikuti bosnya yang semakin berantakan itu.
Para mafia itu tak menyadari bahwa wanita yang mereka cari sebenarnya tak jauh dari tempat mereka tadi.
Syahla terdiam, otaknya berputar mengingat sejak pertama bertemu suaminya, ia menyadari sesuatu yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Pria yang memakai baju serba hitam itu ternyata anak buah suaminya, tangannya gemetar, ia remas segera untuk menenangkan diri dimana traumanya kembali terngiang di kepalanya.
Bayangan masa lalu itu kembali menghantuinya dalam sekejap sampai membuatnya ketakutan.
Namun, dibalik rasa takut itu ia merasa terharu karena baru kali ini ada orang yang peduli padanya, mencarinya agar bisa tahu bahwa dirinya aman.
Buliran air matanya yang sedari tadi tertahan, kini menetes dipipinya, syahla mulai merasa linglung.
"Mas gala," gumamnya.
Wanita itu menyembunyikan wajahnya dengan kedua telapak tangannya, menangis hingga menganak sungai membasahi wajah dan tangannya. Dalam bilik itu isakannya perlahan mereda dengan sendirinya, saat ia mengingat sesuatu.
Ia harus tahu, siapa sebenarnya suaminya? Keluarganya? Dan juga segala tentangnya.
Sungguh ia ingin tahu, dan hanya satu orang yang bisa ia temui untuk ia tanyakan tentang suaminya, seseorang yang sudah lama ia kenal dan orang yang masuk dalam daftar orang terdekat suaminya.
"Kang ari, iya. Aku harus bertanya padanya?" ujarnya meyakinkan diri sembari mengangguk-angguk lalu mengusap wajahnya yang basah.
Syahla meninggalkan tempat itu, ia melewat jalan belakang yang biasanya dipakai untuk jalan para karyawan. Ia tak ingin bertemu gala sebelum ia tahu, siapa sebenarnya lelaki yang sudah menjadi imamnya selama ini.
Ia bersembunyi sejenak kala melihat beberapa pria berbaju hitam yang ia yakini adalah anak buah dari suaminya, selanjutnya ia kembali melanjutkan niatnya untuk pergi.
Ia menghadang taksi dan masuk dengan cepat, beruntung jasa pengantar tersebut tengah kosong tak ada penumpang hingga syahla tak perlu menunggu lagi. Ia mengatakan kemana arah tujuannya pada supir yang sudah berumur paruh baya itu, tak lupa ia berujar karena tengah terburu-buru.
Sedangkan supir tersebut hanya melongo dan menuruti kemana alamat yang diberikan penumpangnya.
Saat gala sampai di cafe tersebut ia terkejut—tak ada syahla dirempat itu—yang ada hanya pengunjung yang masih menikmati harinya sambil mengopi bersama keluarga atau rekannya.
Ia membuka aplikasi pelacak lagi dan ponsel milik istrinya masih menyala disana, ia pun menghubunginya tak lama suara dering di meja kasir terdengar menyambutnya, matanya mengarah kesana.
Gala mematikan panggilannya lalu mengulangnya kembali dan suara dering itu masih sama, ponsel yang berada dimeja kasir itu adalah nada dering yang biasa ia dengar saat menghubungi syahla.
Ia mendekati meja itu dan benar ia lihat itu ponsel milik istrinya, "Kenapa ada disini?" tanyanya dengan suara menyentak.
Gala memegang ponsel berlogo S milik syahla dan menunjukkannya pada karyawan cafe bagian pembayaran itu.
Karyawan cafe itu terkejut, ia menelan salivanya tentu ia kenal siapa pria dihadapannya kini.
Arhan yang melihat sahabatnya memarahi karyawan cafe segera mendekatinya, "Ada apa, Ga?" tanyanya.
Namun sebelum gala menjawab, pegawai itu segera mengatakan kejadiannya pada putra sulung askara tersebut.
"I-itu milik pengunjung p-pak, tadi handphone-nya ketinggalan. Saya simpan disitu, siapa tahu ia kembali mencari ponselnya," jawab pegawai wanita itu dengan tergagap.
"Ini ponsel milik syahla," ujar Gala menunjukkannya pada arhan.
Arhan paham, "Kita ke tim keamanan sekarang," ajaknya.
Gala menganggukkan kepalanya setuju dan mereka pun pergi meninggalkan tempat itu.
Mereka pergi ke ruang keamanan tepat setelah dokter feni keluar bersama para tim keamanan untuk mencari temannya, mereka tak saling beradu pandang karena fokus pada sudut gedung tersebut.
Di ruang khusus untuk mengawasi tiap sudut mall, mata gala tak sedikitpun berkedip, ia terus menonton layar yang menggambarkan keadaan mall sejak pagi.
"Ini, mundurkan," titahnya menunjuk pada layar dan security itu menurutinya.
Jantung gala berdebar kencang, detik demi detik serasa sebulan dan ia masih terus menatap pada layar yang berbentuk persegi tersebut.
Kedua alis gala bertaut, disana terrekam jelas dengan siapa syahla pergi.
"Dokter Feni," pekik Gala.
Arhan meliriknya, "Elo kenal?" tanyanya.
"Iya, dia dokter yang bekerja di puskesmas pameungpeuk, rekan kerja syahla," ungkap Gala.
"Hadeh, ternyata istri elo gak diculik emang dia lagi jalan-jalan ma temannya," ujar Arhan mendelik.
Mata gala masih melihat video yang terekam jelas itu, ia tak peduli dengan ucapan sahabatnya, dalam menit tertentu ternyata syahla bersembunyi di bilik yang tak jauh darinya tadi. Gala yakin syahla mendengar semuanya, dimana kata-kata kasar keluar dari bibirnya
"Kenapa nyari bini serasa main petak umpet," batin Gala.
Ia tahu ternyata syahla merasa dibuntuti dan istrinya mulai tahu tentang sifat buruk dirinya saat menghajar anak buahnya.
Sudah pasti suaranya terdengar sampai ke bilik itu tetapi ia merasa aneh, ketika melihat gerak-gerik syahla yang bersembunyi darinya itu—sukses membuat dirinya dan para anak buahnya tak bisa menemukannya.
Tak hanya itu ia lihat syahla diam-diam pergi meninggalkan mall dan tidak menunggu dokter feni, gala merasa bahwa syahla begitu membingungkannya apalagi tak meminta ijin darinya.
Gala merasa tak dihargai sebagai seorang suami, ia merasa kecewa, coba saja kalau syahla meminta ijinnya mungkin ia juga tak akan se-kacau dan khawatir.
"Apa dia berniat kabur dariku, ya?" duga Gala pada dirinya sendiri.
Ia merasa gelisah, tak bisa ia bayangkan jika istrinya pergi dari hidupnya, maka dunia yang baru terasa berwarna akan kembali buram seperti dulu.
"Tidak, syahla tak boleh pergi dari sisiku," benak Gala dengan mengepalkan tangannya.
Gala sungguh tak rela apalagi jika syahla kembali kekampung halamannya, maka mertuanya akan melarangnya bertemu syahla lalu ilham ahh ... Gala benar-benar jengkel mengingat nama mantan istrinya tersebut.
"Gue harus buat dia jadi milik gue, selamanya." mungkin terdengar egois, tapi gala mulai merasakan kenyamanan disamping wanita itu.
Ia tak bisa begitu saja membiarkan syahla pergi darinya, tanpa alasan apapun.
Mana wanita itu sholehah, pinter masak, udah gitu masih cantik dan ting-ting. Serasa sempurna sebagai istri yang sesuai kriterianya, sebagai pasangan yang hanya bergantung padanya.
Gala pergi meninggalkan pusat perbelanjaan begitu saja tanpa berpamitan pada arhan.
"Ga, sepertinya mulai sekarang bini lo harus dikawal. Gue takut—" Arhan melihat gala sudah tak ada di tempatnya, ia pun jadi ikut jengkel.
"Setan, tuh orang. Gue dicuekin gitu aja," umpat Arhan kesal.
"Bang, si bos udah pergi. Apa kita ikutin lagi?" tanya anak buah yang dihajar gala tadi.
Arhan meliriknya lalu tersungging miris, "Tak perlu, ini masalah rumah tangganya. Mending elo istirahat saja," ujar Arhan yang akhirnya membubarkan pasukan mafianya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara ditempat lain syahla baru sampai di depan panti asuhan, langkahnya pelan dan ia melihat ari yang sibuk memomong anak-anak panti.
Di halaman rumah bagian samping, sambil menggendong balita lelaki itu tengah menemani adik-adiknya sampai puas mumpung ia senggang.
Syahla mendekati ari yang mengawasi mereka bermain di area permainan yang berada di bawah pohon mangga yang sudah berbuah pentil, lelaki itu begitu telaten dan penuh perhatian pada anak-anak itu.
"Kang Ari," panggil Syahla.
Ari menoleh pada orang yang memanggilnya.
"Neng sasa, ada apa kemari?" tanya Ari mengernyitkan alisnya.
"Aku ingin bertanya tentang sesuatu, tapi disini rasanya tak nyaman," ujar Syahla melirik pada anak-anak yang begitu ceria dengan senyum mengembang.
Di hari yang semakin terik itu, panasnya matahari perlahan berada dipuncak kepala manusia, syahla terdiam menatap ari penuh harap. Berharap ia mendapatkan jawaban dari setiap pertanyaan yang memutari kepalanya.
Akankah ari menjawabnya dengan jujur?
rambut panjang trus laki.