Dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai—tunangannya dan adiknya sendiri—Aluna Kirana kehilangan semua alasan untuk tetap hidup. Di tengah malam yang basah oleh hujan dan luka yang tak bisa diseka, ia berdiri di tepi jembatan sungai, siap menyerahkan segalanya pada arus yang tak berperasaan.
Namun takdir punya rencana lain.
Zayyan Raksa Pradipta, seorang pemadam kebakaran muda yang dikenal pemberani, tak sengaja melintasi jembatan itu saat melihat sosok wanita yang hendak melompat. Di tengah deras hujan dan desakan waktu, ia menyelamatkan Aluna—bukan hanya dari maut, tapi dari kehancuran dirinya sendiri.
Pertemuan mereka menjadi awal dari kisah yang tak pernah mereka bayangkan. Dua jiwa yang sama-sama terbakar luka, saling menemukan arti hidup di tengah kepedihan. Zayyan, yang menyimpan rahasia besar dari masa lalunya, mulai membuka hati. Sedangkan Aluna, perlahan belajar berdiri kembali—bukan karena cinta, tapi karena seseorang yang mengajarkannya bahwa ia pantas dicintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Siang itu, setelah menyelesaikan sarapannya, Aluna berjalan pelan menelusuri apartemen itu. Menyentuh permukaan rak buku. Menatap langit-langit apartemen yang sederhana. Ia merasa seperti orang asing yang menumpang di dunia milik orang lain.
Ia lalu kembali ke kamarnya — kamar yang kini menjadi miliknya sementara.
Aluna mendekat ke arah jendela, menatap keluar. Hujan gerimis mulai turun, mengaburkan pandangan dunia luar.
Dalam hatinya, ia berjanji:
"Aku tidak akan merepotkan mu, Tuan Zayyan. Aku akan bangkit dari keterpurukan ini dan menemukan kebahagiaan hidupku sendiri."
...----------------...
Zayyan Raksa Pradipta.
Anak tunggal dari keluarga Pradipta — salah satu konglomerat terbesar di negeri ini, pemilik jaringan perusahaan properti, tambang, hingga rumah sakit.
Lahir dan besar di tengah kemewahan yang dingin dan penuh sandiwara.
Sejak kecil, hidup Zayyan sudah diatur. Sekolah elit, teman pergaulan dari kalangan atas, bahkan calon pasangan hidupnya sudah ditentukan oleh kedua orang tuanya, seolah ia tak punya suara dalam takdirnya sendiri.
Namun, semua itu berubah ketika ia jatuh cinta.
Namanya Alya.
Dia bukan siapa-siapa dalam dunia mereka. Hanya seorang gadis sederhana, anak dari seorang pekerja di perusahaan keluarganya.
Alya mengajarinya tentang dunia yang tak dikenalinya — dunia di mana tawa yang tulus jauh lebih berharga daripada berlian.
Dunia di mana cinta tak harus selalu ditimbang dengan uang dan reputasi.
Namun, cinta mereka adalah duri bagi keluarga Zayyan. Tanpa sepengetahuan Zayyan, ayah dan ibunya mengatur segalanya.
Mereka membakar rumah sederhana tempat Alya tinggal, membuatnya seolah-olah itu adalah kecelakaan kecil.
Malam itu... Zayyan terlambat.
Saat ia berlari menembus kobaran api, saat ia meneriakkan nama Alya hingga suaranya habis, tubuh kekasihnya sudah terjebak di balik lautan api.
Ia gagal menyelamatkannya.
Kematian Alya menghancurkan hati dan perasaan Zayyan. Ia memutuskan untuk meninggalkan rumah, memutus semua hubungan dengan keluarganya, menolak warisan, menolak kemewahan.
Ia memilih jalan hidup yang tak akan pernah dipilih oleh seorang pewaris: menjadi pemadam kebakaran.
Baginya, itu bukan hanya profesi.
Itu adalah penebusan.
Itu adalah cara Zayyan mengatakan kepada dunia bahwa setidaknya ia tidak akan membiarkan siapapun yang ia cintai, mati oleh orang orang terdekatnya sendiri.
...----------------...
Pagi itu, matahari belum sepenuhnya tinggi ketika Zayyan tiba di markas pemadam kebakaran. Udara masih menyimpan sisa embun malam, dan aroma asap yang samar tercium dari truk-truk pemadam yang berjajar rapi di garasi terbuka. Langkah kakinya terasa ringan, meski tubuhnya belum sepenuhnya pulih dari misi malam sebelumnya. Tapi pagi ini, ada semacam kedamaian yang membuat Zayyan tak terburu-buru. Mungkin karena saat meninggalkan apartemennya tadi, ia melihat Aluna bisa hidup dengan tenang—sebuah pemandangan yang entah kenapa, mulai terasa penting baginya.
Namun kedamaian itu tak berlangsung lama.
Begitu ia melangkah ke dalam ruang briefing, mata Zayyan menangkap dua sosok yang membuat seluruh darahnya seolah berhenti mengalir.
Dua orang, berpakaian rapi dengan jas mahal dan aura yang tak bisa diabaikan. Wajah yang tak asing, tapi menyimpan begitu banyak luka yang belum sembuh. Ayah dan ibunya.
"Zayyan," ucap sang ayah, Rahman Pradipta, dengan nada tegas yang sudah lama tak didengarnya.
Ibu Zayyan, Larasati, tersenyum—senyum yang terlihat rapuh namun tetap mempertahankan kelas dan wibawanya. "Nak, kami sudah lama menunggumu. Bisa kita bicara sebentar?"
itu sakitnya double
bdw tetap semangat/Determined//Determined//Determined//Determined/