Apa yang terjadi jika Seorang Pendekar Nomer satu ber-Reinkarnasi dalam bentuk Tahu Putih?
padahal rekan Pendekar lainnya ber-Reinkarnasi dalam berbagai bentuk hewan yang Sakti.
Apakah posisi sebagai Pendekar Nomer Satu masih bisa dipertahankan dalam bentuk Tahu Putih?
ikuti petualangan serunya dengan berbagai Aksi menarik dan konyol dari Shantand dan Tahu Ajaib nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzy Husain Bsb, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekuatan Bhaskara yang sesungguhnya
Langkah Shantand gemetar ketika mendekati puing-puing rumahnya yang kini tinggal arang dan debu. Asap masih mengepul, udara berbau gosong dan anyir. Batu-batu gosong berserakan. Dedaunan layu terbakar tergantung lemas di ujung ranting yang menghitam.
Perlahan ia menuruni tangga rumah yang telah rubuh. Di sela tumpukan genteng, matanya menangkap sebuah benda kecil berwarna merah muda kecoklatan, tertutup abu.
Tangannya bergetar saat mengambilnya.
Itu syal milik emaknya. Syal yang selalu dikenakan perempuan sederhana itu saat menjemur baju dan aktifitas diluar rumah lainnya, dengan senyum sabar dan mata penuh cinta. Masih tercium samar aroma masakan yang dulu membuat rumah itu terasa surga.
Shantand jatuh berlutut.
Tangannya meremas syal itu, matanya merah, dadanya terasa sesak. Ia menangis... bukan dengan suara, tapi dengan jiwa. Tubuhnya terdiam, namun hatinya seolah menjerit ribuan kali—menyuarakan kehilangan, luka, dan marah yang butuh penyaluran.
Angin menggoyangkan sisa daun.
Tiba-tiba—
"AWASS!!"
Suara Bhaskara meledak di dalam kepala Shantand, menggema seperti petir yang membelah langit!
Zzzzttt!! Syiuuuuhh!!
Tiba-tiba langit seperti gelap Puluhan anak panah bersiul tajam dari arah utara, datang seperti badai maut menuju tubuh Shantand yang masih terdiam!
Namun Bhaskara tak hanya berteriak!
Dari lubang kecil di labu tuak yang tergantung di pinggang Shantand, menyemburlah butiran-butiran kecil tahu—berkilau seperti mutiara cahaya—menari liar di udara! Dalam hitungan detik, butiran itu berputar membentuk pusaran angin dahsyat mengitari tubuh Shantand!
Wuuusshhh!!
Tubuh Shantand terangkat! Melayang seperti roh pendekar suci yang bangkit dari luka. Angin berputar di sekelilingnya, mengangkat debu dan reruntuhan.
Dzinggg!!
Setiap anak panah yang menyentuh satu butiran tahu, membalik arah dengan kecepatan lima kali lipat! Dan kini, semua anak panah kembali ke arah para pemanahnya sendiri!
Suara teriakan kesakitan pecah dari puluhan pasukan ber panah !
“ARGHH!!”
“UWAAGHH!!”
Satu per satu pasukan penjajah tumbang—tangan mereka sobek dan tertembus anak panah mereka sendiri, meremukkan otot, menghancurkan urat, dan seumur hidup mereka tidak akan mampu memanah lagi !
Saking hebatnya Bhaskara, Satu anak panah yang dilesatkan kembali dapat menembus hingga tiga pasukan panah sampai di barisan belakang, bahkan pasukan yang baru akan menarik busur, ikut menjadi korban!
Teriakan-teriakan kesakitan di pasukan musuh bersahutan menghancurkan mental pasukan penjajah!!
Hujan Panah itu terbang kembali dengan suara berdesingan saking cepatnya membelah udara lalu menembus kaki, bahu, dada mereka dengan presisi gila—akurasi 200%!
Namun, di barisan belakang ada satu orang yang mampu menangkap satu anak panah yang meluncur kembali dengan tangannya!! Tapi tetap saja tubuh raksasa dengan tinggi hampir tiga meter itu terseret sejauh sebelas tombak akibat tenaga lontaran anak panah yang dia tahan, tangannya mengeluarkan uap dan kulitnya melepuh. Wajah orang ini mengernyit menahan perih.. "Gila, manusia macam apa yang bisa melakukan hal mengerikan semacam ini??! "
Dia adalah John Blitix, Kapten pasukan pemanah dari negara Yunani!!
Bhaskara tertawa dalam kepala Shantand.
"Hahaha..Siapa lagi yang berani main gila dengan muridku?"
Debu masih beterbangan. Shantand turun perlahan dari udara, dan saat kakinya menyentuh tanah, tanah itu sendiri seperti ikut bergetar.
Dalam pandangan John Blitix itu adalah murni kekuatan Shantand si pemuda berpenampilan sederhana yang langsung berhasil menjatuhkan seluruh anak buahnya dalam sekali serangan balik! Ini sesuatu yang tidak masuk akal dan belum pernah dia lihat seumur hidupnya, maka dianggapnga itu adalah ilmu sihir!
John Blitik berdiri membeku. Angin gurun yang kering melintas pelan, membawa bau arang dari rumah-rumah warga yang masih terbakar. Namun bagi John, semuanya seakan lenyap. Yang tersisa hanya satu wajah—Shantand.
"Siapa kau sebenarnya…?" gumamnya pelan, nyaris tak terdengar.
Pemuda itu tak memakai zirah, tak membawa senjata tajam, hanya sepotong tongkat bambu dan labu tuak yang menggantung di pinggang.
Tapi entah bagaimana, dalam hitungan detik, semua anak panah pasukannya terbalik arah—dan bukan hanya kembali, tapi menghancurkan tangan pemanahnya sendiri.
Itu bukan teknik militer… bukan siasat taktis… ini… ini sihir! pikir John dengan ngeri yang mulai merayap di benaknya.
"Dia... mengendalikan sesuatu... energi... kekuatan asing…"
Dan yang paling menakutkan—Shantand bahkan belum terlihat mengerahkan seluruh kemampuannya.
John Blitik mengerutkan dahi. Ia adalah kapten algojo yang telah memimpin eksekusi di lima puluh wilayah jajahan, tak terhitung berapa nyawa yang telah ia ambil dengan tangan kosong. Tapi kali ini…
“Tidak mungkin aku bisa mengalahkannya dalam pertarungan satu lawan satu,” desisnya lirih.
Matanya melirik ke kiri dan kanan—mencari pasukan cadangan. Namun yang ia lihat hanyalah kengerian.
Anak buahnya terbaring, menjerit, tangan tergantung tak lagi bisa digerakkan.
Beberapa bahkan meninggal seketika karena panah mereka sendiri menembus pelipis atau tenggorokan.
“Monster… dia monster bertubuh manusia.”
John Blitik tak pernah takut…
Tapi kali ini—ia merasa perlu mundur.
Bukan karena pengecut. Tapi karena naluri bertahan hidupnya menjerit keras.
Dia harus melaporkan ini ke pusat komando.
“Jika benar dia adalah senjata rahasia pribumi… maka invasi pendudukan ini bisa berakhir dalam kekalahan yang memalukan.”
Namun sebelum sempat menarik diri—
Suara denting bambu menyentuh tanah menggema di udara…
“Kau mau pergi begitu saja setelah membakar tanah kelahiranku?”
Mental John Blitix sudah mulai menciut melihat semua demonstrasi yang ditunjukkan Bhaskara melalui muridnya..
Shantand melangkah pelan.
Tubuhnya masih berdiri di tengah abu dan reruntuhan.
Mata hitamnya kini tak hanya memancarkan amarah…
Tapi juga kesedihan mendalam.
Butiran tahu Bhaskara masih berputaran di sekitar tubuhnya.
Langit muram. Asap menggulung di atas desa Manguntirto.
Shantand berlutut. Dadanya berguncang, bukan karena tangis, tapi karena jiwanya terkoyak.
Namun sebelum air matanya jatuh ke tanah, suara berat bergema dari dalam labu tuak.
"Muridku… apakah kau pikir kau bisa melawan semua ini sendirian?"
Shantand terhenyak.
"Guru… mereka telah menghanguskan Bumi Manguntirto…"
"Aku tahu. Tapi dengarkan aku baik-baik, Shantand…"
Dari dalam labu tuak, gelombang suara gurunya terus menggema di dalam saraf otaknya.
"Perjuangan ini bukan hanya milikmu seorang. Seperti air tak bisa dibendung dengan satu jari, penjajahan tak bisa dihentikan oleh satu tangan!"
"Mereka tidak hanya membakar rumahmu, mereka membakar harapan seluruh Manguntirto!"
"Tapi yang lebih parah dari itu—mereka telah berani memecah belah keberanian rakyatmu!"
Shantand terdiam, matanya menatap pemuda-pemuda Desanya yang hampir semuanya bingung dan ketakutan : ada yang sembunyi, ada yang memeluk ibu mereka, ada yang bingung menatap langit seolah bertanya: ‘Apa yang harus kami lakukan?’
"Lihat mereka… para pemuda yang seharusnya berdiri gagah… kini membungkuk dalam ketakutan. Karena mereka tak tahu bahwa di dalam diri mereka... ada bara yang hanya butuh satu percik untuk menyala!"
Shantand mengepalkan tangan.
"Tapi Guru,apa yang bisa kulakukan selain mengandalkan ilmu yang telah kupelajari untuk melawan hinaan ini? Aku bukan pemuka desa, bukan tetua. Aku cuma… anak biasa.."
"Kau salah…" suara Bhaskara menggelegar, "Kau punya hati yang tak bisa dibeli, dan nyali yang tak bisa ditundukkan! Dimana ketenangan mu yang kau tunjukkan waktu menggerakkan warga Desa Sukagabut? "
"Kau memang bukan siapa-siapa, dan justru karena itu… kau bisa menjadi siapa saja! Dan kita harus bekerja sama untuk mengusir para penjajah itu!."
Lalu Bhaskara memberi petunjuk tentang strategi yang akan dia tunjukkan pada muridnya.
Tiba-tiba, Bhaskara mulai mengeluarkan jurus lamanya yang dulu pernah menggemparkan sewaktu masih jadi Manusia…
“Gelegar Petir Senja…”
Awan bergemuruh.
Dari langit, kilatan merah menyambar labu tuak—dan suara Shantand dengan kekuatan gurunya mulai menggema… membelah angin… membelah hati… menyentuh seluruh jiwa yang telah lama tertidur.