NovelToon NovelToon
DARAH SOKA

DARAH SOKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Penyelamat
Popularitas:439
Nilai: 5
Nama Author: Chira Amaive

Shinkai. Sosok lelaki berusia 25 tahun. Ia tinggal di sebuah rumah sewa yang terletak tepat di sebelah toko bunga tempat ia berada saat ini. Toko bunga itu sendiri merupakan milik dari seorang wanita single parent yang biasa dipanggil bu Dyn dan memiliki seorang anak laki-laki berusia 12 tahun. Adapun keponakannya, tinggal bersamanya yang seringkali diganggu oleh Shinkai itu bernama Aimee. Ia setahun lebih tua dibanding Shinkai. Karena bertetangga dan sering membantu bu Dyn. Shinkai sangat dekat dengan keluarga itu. Bahkan sudah seperti keluarga sendiri.

Novel ini memiliki genre action komedi yang memadukan adegan lucu yang bikin tertawa lepas, serta adegan seru yang menegangkan dari aksi para tokoh. Adapun part tertentu yang membuat air mata mengalir deras. Novel ini akan mengaduk perasaan pembaca karena ceritanya yang menarik.

Yuk, baca kisah lengkap Shinkai dengan aksi kerennya!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 21

Sebuah anak panah melesat tiba-tiba dan tepat mengenai punggung musuh yang hampir menusuk Shinkai. Kejadian tidak terduga yang membuat semua orang di sana menengok.

Belum sempat mereka mencerna suasana, tiba-tiba lebih banyak anak panah melesat dan membuka jalan untuk Shinkai, Taza dan Aimee. Tanpa berlama-lama, Shinkai menggendong Aimee dan melarikan diri diikuti oleh Taza di belakang.

“Hei, sebelah sini!” Seseorang memberikan arahan.

Segera saja mereka mengikuti arah suara yang terdengar di arah kanan. Tempat yang penuh dengan semak-semak belukar dari gelap.

Tampak punggung seorang perempuan asing dengan panah di tangannya. Lengkap dengan anak panah yang berada di punggung. Sepertinya ia memang seorang pemanah hebat.

Sambil menahan rasa sakit, Shinkai menahan tubuh Aimee pada gendongannya agar tidak terjatuh. Sementara Taza berada di depannya. Lalu si gadis pemanah yang semakin jauh.

Setelah berlari cukup jauh, gadis pemanah itu menghentikan langkah dan memutarbalikkan tubuhnya. Di depannya ada sebuah pagar bambu yang tampak tua.

“Tempat ini tidak akan aman lebih lama lagi. Cepat masuk dan obati luka serta gadis beban itu,” ucap gadis pemanah.

Shinkai melirik tajam. Kata-katanya begitu pedas kepada Aimee. Namun Shinkai tidak mungkin akan tiba-tiba marah kepada seseorang yang telah menolongnya.

Di dalam pagar itu, terdapat rumah kecil yang sudah reyot. Ada banyak lubang serta sarang laba-laba. Jauh lebih berdebu dibanding rumah Taza. Seperti rumah tua yang sudah bertahun-tahun ditinggalkan. Sepertinya gadis pemanah itu yang memasang lentera di dalamnya.

“Baringkan dia di sini. Lalu, obati luka kalian.” Gadis pemanah itu memberikan sebuah botol kecil berisi cairan seperti minyak.

Kali ini mereka melihat wajah gadis pemanah itu dengan lebih jelas. Rambutnya coklat lurus cerah dan dikuncir ke belakang. Terlihat seperti perempuan cuek yang sulit ditaklukkan laki-laki. Sepertinya ia sebaya dengan Shinkai dan Taza, atau sedikit lebih muda.

Wajahnya cemong seperti habis bekerja kasar seharian. Atau mungkin habis melakukan pertarungan layaknya Shinkai dan Taza. Yang jelas, ia bukan gadis rumahan yang enggan melakukan kegiatan kotor.

Lengang. Sang penyelamat itu jauh dari kata ramah.

Aimee membuka matanya perlahan.

“Shin, kau kah itu?” Aimee bertanya, lemas.

“Iya, ini aku.” Shinkai mengembuskan napas lega.

Gadis pemanah beranjak menuju ruang sebelah. Lantas muncul kembali sambil membawa air minum.

“Minumlah dan kita akan pergi dari sini,” pinta gadis pemanah. “Shinkai, pastikan gadis itu bisa berlari tanpa bantuanmu.”

“Bagaimana kau tahu namaku?”

“Namaku Luisa. Dengan begitu, kau juga sudah tahu namaku,” ujar gadis pemanah yang bernama Luisa itu sembari beranjak lagi.

“Bukan itu masalahnya, heh! Tidak bisakah kau sedikit lebih ramah, hah?”

Lengang. Luisa tidak menjawab. Ia berada di ruang sebelah.

KREKKK.

Semua menoleh panik setelah mendengar suara gagang pintu. Bahkan Taza sudah memegang gagang senjata untuk bersiap-siap ditarik.

“Dia bukan musuh. Egan, masuklah,” ucap Luisa dari bingkai pintu.

Muncul sosok pemuda bermantel tebal. Ia membawa teropong di tangan kanannya.

“Sudah saatnya pergi?” Luisa bertanya.

Pemuda bermantel tebal bernama Egan itu mengangguk.

Shinkai dan teman-temannya segera mengikuti arahan Luisa yang meminta mereka untuk keluar lewat pintu belakang. Namun, saat beralih ke ruang berikut, alangkah terkejutnya Shinkai, Taza apalagi Aimee saat mendapati beberapa mayat orang dengan kostum hitam-hitam berada di sana dalam keadaan diikat.

“Jangan pingsan lagi dengan pemandangan seperti itu, gadis lemah!” ketus Luisa pada Aimee.

Sekali lagi Shinkai menatap tajam Luisa dari belakang.

“Kau mencari informasi tentang teror itu?” tanya Shinkai.

“Sudah jelas begitu, ngapain kau bertanya lagi?”

Shinkai menarik napas, “Informasi apa yang kau dapat?”

“Apakah dengan melihat mereka mati membuatmu berpikir aku mendapatkan sebuah jawaban?”

Sebuah jawaban yang membuat Shinkai tertawa getir.

“Sial, kau jauh lebih menyebalkan daripada Aimee.” Shinkai berkata.

Egan masih tampak sedang memeriksa sekitar dari jendela belakang. Aimee menoleh dan melihat kapan sekiranya Egan akan menyusul. Tiba-tiba saja Shinkai menarik lengan Aimee.

“Pandangan lurus ke depan. melihat orang lain yang tidak bergerak hanya akan membuatmu menjadi lebih lambat,” ujar Shinkai.

“Tapi, bagaimana dengannya?” Aimee bertanya, risau.

“Dia pengintai. Jadi dia pandai bersembunyi,” timpal Luisa dengan kalimat yang lebih lembut.

Selang beberapa menit berlari, Luisa meminta semua berhenti. Ia mengambil anak panah, lantas mengarahkan panahnya ke arah salah satu pohon. Seseorang berkostum hitam-hitam terjatuh. Sekali lagi Luisa mengambil anak panah dan mengarahkannya ke suatu titik, yakni semak-semak. Dua musuh berhasil dikalahkan.

“Bagaimana kau melakukannya, aku bahkan tidak melihat apapun,” ujar Aimee penuh kekaguman.

Tanpa disangka, Luisa malah tersenyum lebar akan pujian itu. Sebuah senyuman pertama yang mereka lihat dari diri Luisa.

“Dia tidak melihatnya. Dia hanya mengarahkan anak panah pada posisi yang diinformasikan Egan. Beserta insting tajam seorang pemanah dalam dirinya,” sahut Shinkai dengan senyuman miring.

Luisa melirik tajam pada Shinkai, “Ah, itu mengagumkan untuk seorang pemberontak sepertimu.”

“Seperti biasa, Shinkai akan menambah musuh setiap kali bertemu orang baru,” bisik Taza pada Aimee.

“Hei, aku bisa mendengarmu sipit sialan!” seru Shinkai.

Langkah demi langkah dilalui. Hingga sampai pada tempat di mana mereka menemukan pemukiman warga, beserta pos pasukan Gloine. Pada saat itulah mereka bisa bernapas lega. Terutama Aimee yang lututnya sudah lemas karena ketegangan.

“Baiklah, lain kali aku tidak akan menyelamatkan kalian seperti ini jika masih bersama gadis beban ini,” ucap Luisa untuk menyindir Aimee.

Meskipun demikian, Aimee tidak merasa kesal karena kata-kata Luisa. Ia merasa bahwa kata-kata itu adalah sebuah fakta dan tamparan bahwa selama ini memang tidak bisa apa-apa dan lemah. Ia lebih kesal atas ketidakmampuannya untuk membantu dalam pertarungan dan malah pingsan di tengah-tengah musuh.

“Di lain kesempatan jika bertemu denganmu dalam keadaan tidak berdaya, aku juga tidak akan menghalangi musuh untuk menghabisimu,” ucap Shinkai.

“Ayolah, aku mau pulang.” Taza mengeluh.

Shinkai melayangkan pandangnya pada Aimee.

“Kau ingat jalan ini, ‘kan? Tidak jauh dari sini kau akan sampai rumah. Tenang saja, ada banyak pasukan Gloine yang berjaga.”

Suara napas Luisa terdengar. Ia seolah merasakan desakan pilu dari dalam hati Shinkai.

Aimee menarik pakaian Shinkai, “Hah? Rumah kita hanya terpaut toko bunga dengan dinding kaca. Aku masih bisa melihatmu mengupil dari jendela kamarku.”

Angin malam kian menukik. Gigil membersamai. Taza dan Luisa terdiam, menyimak adegan yang entah harus ditanggapi dengan cara seperti apa.

“Sampaikan salamku pada bu Dyn. Selama ini, aku sangat berterima kasih padanya. Tolong pantau pertumbuhan Neptune. Aku akan merindukannya,” tambah Shinkai.

“Jangan bodoh, lelaki busuk! Kau belum membantuku mengantar bunga yang tadi jatuh karena serangan itu! kembali ke rumahmu. Rumah dekat toko bunga, sialan! Kau bahkan tidak menyebut nama May. Padahal, sekarang dia sudah menjadi bagian dari keluarga kita.”

Shinkai menggigit bibir, “Aku sudah tak layak di sana. kau mengetahui fakta mengejutkan tentangku. Aku pembunuh orang yang sangat berharga bagimu. Pamanmu sendiri yang sudah menjadi ayah bagimu. Aku merenggut orang penting dalam hidupmu, Aimee.”

“Entahlah. Aku tidak tahu bagaimana rasa terkejut menghampiriku. Seharusnya aku akan menarik pedang untuk menebas lehermu pada saat itu juga. Tapi kau melindungiku. Lebih dari nyawamu sendiri. Aku tidak bisa melihat celah keraguan pada dirimu. Terlepas benar atau tidaknya. Bahkan saat kau sendiri yang mengaku, aku ingin mengetahui cerita itu dengan detail. Tanpa mendengar dari orang lain. aku masih ingin melihatmu sebagai Shinkai menyebalkan dan sangat menyebalkan. Jadi tolong, kembali ke rumahmu. Di dekat toko bunga. Aku akan merahasiakan ini dari semua orang,” urai Aimee.

“Bersamaku hanya akan membahayakanmu, juga bu Dyn, Neptune dan May.”

“Tidak, Shin. Kau adalah pelindung. Dengan perginya dirimu, itu berarti kau sedang membiarkan bu Dyn dalam bahaya tanpa adanya perlindungan. Tolong, kembalilah!”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!