Novel romantis yang bercerita tentang seorang mahasiswi bernama Fly. Suatu hari ia diminta oleh dosennya untuk membawakan beberapa lembar kertas berisi data perkuliahan. Fly membawa lembaran itu dari lantai atas. Namun, tiba-tiba angin kencang menerpa dan membuat kerudung Fly tersingkap sehingga membuatnya reflek melepaskan kertas-kertas itu untuk menghalangi angin yang mengganggu kerudungnya. Alhasil, beberapa kertas terbang dan terjatuh ke tanah.
Fly segera turun dan dengan panik mencari lembaran kertas. Tiba-tiba seorang mahasiswa yang termasuk terkenal di kampus lantaran wibawa ditambah kakaknya yang seorang artis muncul dan menyodorkan lembaran kertas pada Fly. Namanya Gentala.
Dari sanalah kisah ini bermulai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chira Amaive, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 18
Dua buah koper, tiga buah tas besar serta beberapa printilan kecil telah masuk ke dalam mobil barang. Sore yang tenang di kota itu. saatnya perpisahan.
“Hati-hati di jalan, Vio,” ucap Fly sambil memeluk Vio.
“Kamu juga jaga diri baik-baik di sini, sendirian. Ingat, mulai malam ini kamu tidur sendirian di kamar itu.”
“Terus? Kamu kira aku takut?”
“Ya, nggak sih. Tapi takutnya kamu tiba-tiba kangen aku.”
Fly menampakkan wajah berpura-pura mual.
Vio beserta teman-teman seangkatannya telah diwisuda tiga hari yang lalu. Mama, papa dan saudara-saudaranya turut hadir di acara tersebut.
“Kamu serius nggak bakal pulang sampai wisuda?” Vio bertanya.
“Iya, Vio. Kamu udah nanya itu ratusan kali. Pengap telingaku dengernya.”
“Padahal bisa nyusunnya dari rumah. biar kamu bisa nanya-nanya aku juga.”
“Males, ah. Ntar nggak bisa bolak-balik kampus. Terus ketemu Yui, sama temen-temen yang lain.”
“Itu sebenarnya Vio takut kangen kamu, Fly.
Makanya dia ngomong kayak gitu. Menyimpan pesan tersirat bahwa dia pengen kamu pulang bareng dia,” timpal papa Vio.
“Apa, sih, Pa. kami masih ngobrol-ngobrol berdua, loh.”
Setelah Vio mengucapkan itu, papa Vio langsung berlalu ke tempat anak-anak dan istrinya berada. Mereka berdua tidak menyadari bahwa sedari tadi papa Vio menguping.
“Pas acara wisuda kamu harus dateng, dong. Biar bisa ketemu.”
“Tenang, aja. Yang penting tiket kereta kamu bayarin.”
Suara mesin mobil Vio terdengar. Sedangkan mobil barangnya sudah sejak tadi berangkat. Ia menggunakan mobil yang berbeda untuk barang-barangnya karena sangat banyak.
“Udah pada masuk, tuh. Sana berangkat.” Pinta Fly.
“Sampai jumpa di acara wisudamu. Ingat, jangan tunda-tunda skripsi. Nanti wisudanya telat.”
“Santai. Skripsi mah gampang.”
“Iya deh, iya.”
Vio berbalik hadap. Hendak berjalan menuju mobilnya. Fly menyusul di belakang untuk bersalim kepada keluarga Vio.
Tiba-tiba Fly menarik lengan Vio setelah dua langkah mereka berjalan, “Tunggu, sebentar!”
“Kenapa?” tanya Vio setelah berbalik badan lagi.
“kamu ingat ustaz yang aku sebut penguntit itu?” Fly bertanya.
“Iya, kenapa?”
“Dia beneran penguntit.” Fly memasang wajah serius.
“Kok bisa?” Vio tak kalah dengan wajah serius, sekalipun hanya berpura-pura.
“Waktu pulang liburan kemarin, tiba-tiba dia datang ke rumahku karena ternyata dia guru online Alsa.”
“Lah, itumah bukan penguntit. Itu takdir,” jawab vio sambil menepuk kening.
“Iya, maksudnya anggep aja penguntit tanpa disengaja.” Kali ini Fly dengan wajah agak panik.
“Terserah, deh. Terus kenapa kalau tiba-tiba dia ke rumahmu dan dia ternyata guru Alsa, dan memangnya kenapa kalau ternyata ibumu mendukungmu dengan ustaz itu?” ujar Vio dengan wajah songong.
“Hah?”
Vio tersenyum miring. Ia telah diberitahu oleh ibu Fly saat Vio berkunjung ke rumah Fly. Saat itu, Fly sedang tertidur pulas di siang hari. Pada saat itulah ibu Fly memberi tahu Vio.
“Katanya kamu nggak suka. Terus kenapa kamu menceritakannya seolah-olah itu sebuah takdir pertemuan?” Vio bertanya.
“Lah, kan yang nyebut itu takdir kamu.” Fly menanggapi, membela diri.
“Aku cuma menerjemahkan apa yang hendak kamu sampaikan lewat tutur tersirat itu,” tambah Vio.
“Aku menganggap itu kebetulan,” tembak Fly, lagi.
“Tidak ada kebetulan. Semua itu petunjuk,” lanjut Vio.
“Tidak semua pertemuan semacam itu mengantarkan kepada pertemuan jodoh,” tanggap Fly, kaku.
“Lah, aku nggak pernah bilang pertemuan jodoh. Takdir, petunjuk. Kali aja petunjuknya berupa kamu mendapatkan apa gitu dari ustaz itu. tidak mesti berjodoh. Berarti kamu sebenarnya suka dia, dong.” Vio dalam posisi penuh kemenangan.
“Ih, Vio!” sebal Fly sambil mencubit lengan Vio sampai menjerit kesakitan.
“SAKIT!”
“Mohon maaf, apakah Vio masih mau menginap di kos-nya?” tanya papa Vio yang menongolkan wajahnya pada jendela mobil.
Akhirnya, mobil itu benar-benar berangkat setelah Fly menyalami semua anggota keluarga di dalam mobil itu. menyisakan dirinya yang tengah bergemuruh.
“Aku masih belum bisa melupakan Gen,” ucapnya pada diri sendiri.
___ ___ ___
Sejak selesainya Vio di kos itu, beserta selesai perjalanan kuliah S1-nya, Yui sangat sering datang ke kos Fly. Mereka banyak diskusi untuk penyelesaian skripsinya. Hingga hampir setiap hari Yui datang. Sebab ia merasa lebih bebas, karena tidak ada Vio. Tapi bukan berarti ia tidak suka jika ada Vio. Hanya saja, memang agak berbeda jika bersama dengan orang yang tidak terlalu akrab.
Yui menginap semalam. Pagi harinya, ia mengajak Fly untuk pergi ke mal. Padahal, Fly masih sangat mengantuk karena semalam bergadang bersama Yui.
“Ke lantai tiga, ayo!” ajak Yui.
“Iya, sebentar. Kamu jalannya cepat banget.”
“Kamu yang lambat.”
“Ya, gimana. Namanya juga lagi ngantuk. Pagi-pagi udah diajak nge-mal.”
“Aku ‘kan juga bergadang bareng kamu. Tapi biasa aja.”
“Iyalah, kamu aja bangunnya jam delapan. Aku ‘kan harus bangun empat jam sebelum itu.”
Yui menanggapi dengan nyengir.
“Eh, Fly! Itu ada Isa!” seru Yui saat mereka berada di escalator.
Fly langsung menengok ke arah yang ditunjuk Yui. Benar. Ada isa di bawah sana. Tampak asyik berbincang dengan seorang wanita berhijab hitam, sedangkan ia berhijab coklat tua. Namun baju mereka sepertinya kembar. Wanita itu menghadap belakang, namun dari postur tubuhnya sepertinya itu adalah ibu-ibu.
Baru saja Fly berpikir itu ibu Isa, tiba-tiba wajah wanita itu terlihat dengan jelas saat itu menengok belakang.
“Itu, mamanya Gen.”
“Yang sama Isa ngobrol?”
“iya,” jawab Fly lemas.
“Oh, iya. Dia ‘kan pernah datang ke posko KKN kamu, ya.”
Salah Yui-kah yang telah mengajaknya pergi ke mal? Sehingga bisa melihat sesuatu yang tidak ingin ia lihat? Sehingga ia menemukan kembali sebuah patah yang susah-payah itu sembuhkan? Untuk apa perempuan itu bersama mamanya Gen? lalu sejak kapan perempuan itu berhijab? Lalu, mengapa mereka memakai baju yang selaras. Seperti sepasang ibu dan anak yang sangat akrab. Beberapa kali juga terlihat Isa tertawa lebar. Tanpa tertahan apapun. Seolah ia begitu bahagia dengan wanita yang telah melahirkan Gen itu.
“Aduh!” Karena melamun, Fly malah tersandung karena tidak menyadari bahwa mereka telah sampai lantai berikutnya.
Banyak orang yang melirik Fly. Hingga ia menunduk karena malu.
“Makanya lihat jalan, Fly,” bisik Yui.
Lantas, apakah memang sudah sejauh itu hubungan Gen dengan Isa? Sehingga ia sudah bisa berbincang akrab dengan mama Gen seperti itu. juga bisa memakai pakaian couple seperti sepasang ibu dan anak.
Fly tidak menyalahkan siapapun. Ia tahu tidak ada seorang pun yang dapat ia salahkan. Namun ia hanya marah pada dirinya sendiri. Marah perihal rasa yang melekat dengan membandel seperti noda getah. Memangnya doa yang ia panjatkan pada setiap selesai salatnya masih kurang? Sedangkan setiap hari ia meminta agar dihilangkan rasa sukanya kepada orang yang menjadi milik orang lain. akan tetapi, saat ini ia justru merasakan perasaan itu membuncah. Mengalir deras sekali. Hanya karena adegan pertemuan Isa dengan mama Gen.