NovelToon NovelToon
Di Antara Cahaya Yang Luruh

Di Antara Cahaya Yang Luruh

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:500
Nilai: 5
Nama Author: Irma syafitri Gultom

Dia adalah gadis yang selalu tenggelam dalam gemuruh pemikirannya sendiri, di penuhi kecemasan, dan terombang-ambing dalam sebuah fantasinya sendiri.

Sehingga suatu teriknya hari itu, dari sebuah kesalahpahaman kecil itu, sesosok itu seakan dengan berani menyatakan jika dirinya adalah sebuah matahari untuk dirinya.

Walaupun itu menggiurkan bagi dirinya yang terus berada dalam bayang, tapi semua terasa begitu cepat, dan sangat cepat.

Sampai dia begitu enggan untuk keluar dari bayangan dirinya sendiri menerima matahari miliknya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma syafitri Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Balik Pintu-pintu yang Berbeda.

.

.

Sepanjang perjalanan di dalam mobil mewah, keduanya hanya tenggelam dalam keheningan pemikiran mereka masing-masing. Dengan sosok pria berambut pirang kusam yang tampak fokus pada jalanan macet pagi hari itu, dengan sang penumpang gadis berambut hitam gelap sedang asyik memandang keluar jendela mobil dengan pemikiran yang tiada henti berkecamuk.

Dia tidak tahu akan apa yang kini tengah dia rasakan.

Rasa bimbang dan takut.

Rasa panik dan penasaran.

Dan juga, rasa nyaman dari suara pria yang baru dia kenal semalam.

Dia tahu, apa yang dia lakukan ini adalah hal yang bodoh.

Namun....

Namun dia begitu putus asa....

Begitu putus asa sampai apapun hal yang kini dia lakukan, semuanya tidak dapat dia cerna dengan logika lagi.

Kenapa dia bisa berakhir seperti ini?

Dia tidak tahu....

Tapi.... tapi dia mengatakan jika kali ini semuanya akan baik-baik saja bukan?

Apa kamu percaya dengan hanya kata-kata manis yang baru kamu dengar beberapa menit saja?

Kembali dia menghela nafas panjang, tanpa mengubah posisi duduknya.

Namun kini pandangannya berali kepada pria yang masih fokus menyetir di depannya itu.

“Tuan Tobito?” panggil sang gadis sepelan dan setenang mungkin. Tidak ada salahnya bukan menanyakan arah tujuan mereka?

“Ya, Nona Revander...” balas pria itu masih dengan bahasa Indonesia yang begitu kaku dan formal. Apa dia harus menggunakan bahasa Inggris saja?

“Emmm... jika boleh tahu...,” Revander berhenti sejenak. Sejujurnya berbicara bahasa Indonesia secara formal seperti ini dengan orang asing benar-benar tidak nyaman.

Namun apa yang harus dia lakukan?

Terlalu cepat untuk mencairkan dinding es yang mengelilingi mereka dalam waktu yang begitu singkat ini.

Mungkin mengikuti alirannya saja adalah jalan terbaik yang dia punya saat ini.

“Jika boleh tahu , ke manakah tujuan kita pergi hari ini...” lanjutnya pelan menanyakan pertanyaan sederhana, dengan harapan sedikit petunjuk dengan apa yang dia lakukan saat ini.

Dari kaca tengah pengemudi itu, dapat dia lihat pria di depannya kembali tersenyum tipis pada bibir pria yang harus dia akui memiliki penampilan yang cukup menarik.

Ya...

Selain memiliki rambut pirang dan tinggi badan khas orang luar negeri sana, Tobito juga memiliki mata kelabu yang indah, dengan kulit putih. Benar-benar seperti pria dari dunia fantasi, yang pasti dirinya yang bertemu secara langsung sosok pria seperti Tobito benar-benar beruntung.

Dan dia tidak akan munafik tentang itu.

Dan lagi, rasa penasaran yang aneh itu kembali mengganggu hatinya.

Jika sosok Tobito, yang dia tebak adalah seorang asisten dari seorang ‘Tuan’  bagaimana penampilan dari sosok ‘Tuan’ itu sendiri?

Ya mungkin Dia telah mendengar suara berat yang lembut nan ramah.

Tapi apa Tuannya adalah sosok pria tua?

Tua?

Mungkin tidak...

Berdasarkan dari suara yang dia ingat, mungkin sekitar tiga puluhan?

Atau empat puluhan?

“Tujuan kita adalah Gedung Vazssaka The Reizy Condty, Nona... apa Anda mengetahui tempat itu?” balas Tobito dengan tenang. Kini mereka berhasil melewati beberapa anterian macet pada salah satu perempatan.

“Ah... gedung tertinggi, itu? kalau tidak salah itu adalah kantor utama Bumi dan Teknologi Internasional? Dari Jepang dan Eropa. Jalan titik Nol utara bukan?” Tobito yang mendengar jawaban sang gadis sedikit banyak terkejut.

“Anda sungguh tidak mengecewakan Nona...” gumam pria itu pelan, namun masih bisa terdengar olehnya.

Apa maksud dari perkataan itu?

“Ya... Tuan ingin bertemu Anda di sana, dan tampaknya Anda juga mengetahui betul tempatnya...”

“Tidak terlalu mengetahuinya, Aku hanya mengetahui hal dasar tentang gedung itu. Dan ya beberapa kali, saat acara keluarga aku melewati tempat itu.” balas Revander dengan tenang. “Jadi... apa yang sebenarnya Tuan Anda inginkan dari ku?” tanya sang gadis kembali. “tidak mungkin hanya karena aku menatap lama kendaraan pribadi miliknya, membuat Tuan Anda menjadi...- kamu tahu...-“

“Nona Revander... sejujurnya saya juga tidak terlalu paham dengan apa yang tengah di inginkan Tuan Flauza dari Anda. Namun dalam beberapa hari setelah pertemuan singkat kita di tempat itu, Tuan Flauza selalu menanyakan kabar, jika Anda telah menghubunginya atau tidak.” Revander menaikkan salah satu alisnya menatap bingung pria itu.

Tapi saat dia menelepon itu, bukankah Flauza itu sendiri yang mengangkat panggilan dari dirinya?

“Saat akhirnya Anda menelepon hari lalu, Tuan terlihat benar-benar senang....”

Huh?

“kenapa?” tanya sang gadis tidak bisa menutupi rasa penasarannya. Dia tidak mengingat jika, dia pernah bertemu dengan orang yang bernama Flauza atau semacamnya.

“sayangnya saya tidak mengetahui hal itu lebih jelas Nona, mungkin Nona bisa menanyakan hal itu secara langsung kepada Tuan?”

Err....

Itu terdengar seperti menanyakan pertanyaan yang begitu pribadi dengan orang asing. Dan terasa tidak begitu pantas menjadi hal yang harus di tanyakan dalam pembicaraan yang akan datang.

“Nevermind, itu seperti hal yang begitu pribadi sekali untuk Tuan Anda...” gumam Revander dengan pelan, kini wanita itu bersandar pada kursi penumpang itu sembari merelakskan panggunya.

“Apa Anda masih menaruh kecurigaan kepada kami Nona Revander?”

“Hmmm... kamu tidak bisa menyalahkan diriku sepenuhnya untuk tetap curiga kepada Anda dan Tuan Anda, Tuan Tobito...”

Mendengar ucapan itu Tobito hanya mengangguk pelan. “Anda benar-benar sangat berbeda di bandingkan yang saya lihat beberapa hari yang lalu...” lanjut pria itu.

.

.

.

Terlihat berbeda dari beberapa hari yang lalu?

Apa ada yang salah dengan dirinya?

.

.

.

Saat mereka melewati gerbang yang menjadi pembatas antara jalan raya dengan gedung tinggi mewah berwarna putih itu, berjalan menuju lantai bawah tanah, yang hanya di terangi oleh lampu-lampu putih dengan beberapa rambu lalu-lintas sebagai arahan di mana para tamu untuk memarkirkan kendaraan mereka.

Tapi itu begitu mewah, sampai-sampai dirinya terpaku melihat semua ini.

Tak lam mobil ini pun mewahkan lajunya saat sampai pada lantai area khusus yang tampak lebih sepi dari lantai-lantai lainnya.

“Kita sudah sampai Nona Revander...” ucap Tobito membuka kunci pintu mobilnya, sembari membuka sabuk pengamannya sebelum terakhir dia mematikan mobil mewah ini. Sang gadis itu hanya mengangguk mengambi tas miliknya, bersiap turun pula dengan membuka pintu pada samping kirinya.

Bergerak perlahan keluar dari kendaraan mewah itu, seketika hembusan lebih hangat menerpa wajahnya.

Ah.... Ini adalah lantai 2B arah timur.

Iris hitamnya dengan sigap melihat-lihat ke sekelilingnya menari detail lebih mendalam diaman keberadaan dirinya sekarang.

“Nona Revander...” panggil suara Tobito, membuat fokus sang gadis kembali kepada pria itu. “Please, this way...” lanjut pria itu. Kini mereka berjalan menuju sudut ruangan yang terdapat tangga menuju atas, dan juga dua buah lift.

Tobito menekan tombol lift itu, dan dalam beberapa detik kemudian lift itu sudah terbuka, dengan keadaan yang cukup sepi. Mereka berdua masuk, dalam diam, dengan selanjutnya Tobito menekan beberapa tombol lainya sebelum berakhir pada tombol lantai empat belas.

Jadi ada enam belas lantai pada gedung ini. Namun tampaknya lantai keenam belas sedikit lebih spesial, tiga basemen sebagai parkiran, lantai dasar sebagai kantin karyawan, lalu lantai dua adalah lobi utama.

Cukup sederhana untuk dia mengingatnya.

Hanya tinggal seluk-beluk bagian dalam gedung itu.

Cukup lama mereka dalam lift itu, dan Tobito tampak beberapa kali melihat ke arah jam tangan yang berada tangan kirinya. Dengan sudut matanya, Revander berhasil menangkap sekilas, jika ini sudah pukul setengah sembilan pagi.

Perlu waktu satu setengah jam untuk sampai ke tempat ini.

Pada akhirnya pintu lift itu terbuka, menunjukkan sebuah lobi lantai yang ramai dengan orang yang tengah berlalu-lalang, namun seketika berhenti saat mereka menyadari sosok Tobito, kini berjalan lebih depan di bandingkan dirinya.

Dengan cepat pula mereka menunduk hormat kepada Tobito, dan mengucapkan selamat pagi.

Tapi...

Anehnya senyuman yang biasanya Tobito lalukan selama dalam perjalanan, kini tidak terukir. Hanya tatapan lurus tak terbaca.

Benar-benar berbeda dari beberapa waktu yang lalu.

Di sana dia melihat banyak meja-meja karyawan yang tampak bekerja dengan komputer mereka masing-masing, ada beberapa yang terlihat sedang berdiskusi, ada pula yang menyadari keberadaan kami dan mereka langsung menghentikan pekerjaan mereka.

Dengan pandangan penasaran, dan pula sedikit menatap lebih tajam kepada.... dirinya.

Merasakan hal itu, perlahan namun degup jantungnya semakin berdebar, dan nafasnya semakin memendek.

Sial!

Kenapa ini terjadi sekarang!

Ini sedang berada di depan umum!

Tenanglah- - tenanglah – tenanglah.

Namun dia tidak dapat menenangkan dirinya.

Setidaknya ekspresi wajahnya, masih seperti tampak tenang.

.

.

.

“Selamat pagi Tuan Svadive.” Sapa salah satu wanita berpakaian kantor yang luar biasa bagus dan cantik pula di hadapan mereka berdua. Tubuhnya begitu sempurna, dengan make-up yang terlihat glamor namun tetap cantik untuk dirinya.

Ah dia lupa, jika inilah kehidupan dunia kerja sebenarnya.

“Pagi Elen.... apa yang ingin kamu laporkan?” jawab Tobito tanpa menatap wanita cantik yang kini tengah berjalan di sampingnya.

“Beberapa laporan tentang hasil produksi dalam minggu ini telah selesai, Tuan. Dan juga dokumen tentang pengesahan dari pemerintahan daerah juga sudah selesai, Tuan. “ gumam wanita itu dengan profesional yang begitu kuat.

Dan hal itu sedikit banyaknya, membuat dia terkagum dan juga sedikit iri dan minder.

Apa yang sebenarnya dia lakukan berada di tempat ini?

“Lalu kapan pertemuan yang akan di lakukan dengan pemerintahan dan para direksi?” tanya Tobito, yang kini telah berhenti melangkah pada sebuah ruangan yang di batasi oleh kaca buram yang tampak sangat tebal.

“Ahh... itu... Mister Evangrandene...” kini wanita itu terlihat sedikit ragu mengucapkan nama itu. “Mister Evangrandene, mengatakan jika dia memiliki seorang tamu yang penting hari ini, maka dari itu kemungkinan pertemuan antara pihak pemerintahan dan para dewan direksi sedikit di undur....”

Dia dapat merasakan sekilas tatapan wanita yang ada di depannya itu kini menatap ke arah dirinya, sebelum dengan cepat kembali fokus kepada pria itu.

“hmm.... itu tidak masalah....” gumam Tobito. “When the meeting will be start?”

“Sekitar pukul dua siang ini Tuan Tobito, apakah ini tidak masalah?” tanya wanita itu kini mulai menekan-nekan sesuatu pada tablet yang sendari tadi dia bawa-bawa itu.

“No problem at all.... make sure everything ready and perfect, the presentation is simple and accurate , tell them, so they don't make the slightest mistake. Do you understand Elen.” Ucap tegas Tobito.

“Aku mengerti Tuan Svadive...”

“bagus, lalu bagaimana para rekrutmen untuk hari ini?” lanjut Tobito.

“Ada dua puluh enam peserta yang telah datang, berada di ruang tunggu Tuan. Apakah mereka akan mendapat wawancara dari Anda atau dari Tuan Evangrandene?” menunjukkan sebuah ruangan lainnya yang kini tertutupi oleh dinding putih dan pintu kaca yang tebal. Sejenak aku melihat ke dalam, dan mendapati sudah ada orang-orang di sana tampak menunggu dengan tenang dan tegang.

O....

Itu jumlah yang cukup besar.

“itu akan saya bicarakan kepada Tuan, secara langsung. Untuk saat ini saya harus mengurus sedikit hal untuk tamu Tuan.”

“Tamu Tuan? Tamu Tuan Evangrandene?” kini mimik wajah terkejut terlihat jelas pada wanita itu, dan kali ini pula pandangannya dia dan wanita bernama Elen itu bertemu.

“ya... kembalilah lakukan pekerjaanmu,dan juga bawalah beberapa makanan dan minuman untuk tamukita. Untuk selanjutnya, hal ini akan menjadi tanggung jawabku secara penuh.”

Tobito kembali menatap ke arah Revander, dan wajah yang tadinya hanya berwajah dingin kembali menunjukkan senyumannya.

Seakan itu berubah seratus delapan puluh derajat secara cepat.

“Maafkan aku Nona Revander, silakan sebelah sini. Dan beristirahatlah sejenak, saya akan bertemu dengan Tuan, dan mengabarkan jika keberadaan Anda telah sampai di sini” Revander hanya mengangguk pelan, seakan enggan untuk membantah ataupun membalas perkataan pria itu.

Berjalan masuk pada ruangan berdinding kaca di hadapannya, mendapati ruangan dengan nuansa yang putih dan hitam.

Terlihat pula  Tobito juga masuk ke dalam ruangan yang sama. “Maafkan saya Nona Revander, saya harus meninggalkan Anda sejenak untuk beberapa saat. Please, Anda bisa menangkan diri disini, perjalanan yang cukup panjang itu, pasti sudah membuat Anda kelelahan.” Ucap Tobito dengan tetap tersenyum pada dirinya. “Elena akan segera membawakan Anda beberapa camilan ke sini, mohon untuk menunggu sebentar, dan saya akan bertemu dengan Tuan Flauza segera mungkin.”

Mata hitam sang gadis masih terfokus kepada setiap perkataan Tobito, dengan kembali hanya mengangguk pelan sebagai jawabannya kepada pria pirang itu.

Dan sebelum dirinya pergi meninggalkan Revander yang telah terduduk bersandar pada sofa hitam ruangan itu, Tobito membungkukkan sedikit tubuhnya dengan salah satu tangan yang terlipat pada dada.

“Selamat menikmati waktu Anda Nona Revander...” ucapnya dan berbalik, membuka pintu kaca itu dan tertutup secara otomatis.

Seketika keheningan memenuhi ruangan ini, bahkan kebisingan dari semua aktivitas di luar sana sama sekali tidak terdengar.

Kini pandangannya mulai meneliti setiap seluk beluk ruangan ini, dinding kaca besar menampilkan pemandangan kota dari ketinggian, sebuah karpet yang menjadi alas di atasnya terdapat sofa yang ia tempati, meja kaca berwarna hitam bening dengan sebuah figuran kuda di tengahnya, di tengah ruangan ini meja kerja besar berbentuk -L- berkaki hitam senada dengan sofa yang tengah dia duduki, dengan komputer berlayar lebar berwarna hitam. Di sebelah kanan tak jauh dari sofa terdapat lemari besar dengan tiga pintu tengah yang besar dan pintu-pintu kecil di sisinya. Dua buah lukisan abstrak berbingkai kayu yang juga berwarna hitam, dan beberapa meja kecil yang di atasnya terletak pot-pot tanaman hias sebagai pengontrasan dalam ruangan ini yang entah kenapa itu membuat indah.

Hmm...

Di sisi lain dari sofa, sebelah kiri terdapat balkon yang pintunya tengah terbuka lebar membiarkan udara pagi masuk menyejukkan ruangan.

Benar-benar desain yang luar biasa.

Pintu kaca itu kembali terbuka, menunjukkan sosok wanita yang dia tahu itu bernama Elena membawa mapan berisi beberapa makanan dan minuman.

Dalam diam aku melihat wanita cantik itu berjalan mendekat dengan anggunnya walaupun dia tengah membawa sangat banyak dan tidak tampak kesusahan sedikit pun, menata setap makanan dan minuman yang dia bawa pada mapan itu dengan rapi.

Semuanya terasa begitu sempurna.

Apa itu adalah salah satu syarat untuk bekerja disini?

Sepertinya begitu....

“Selamat menikmati hidangannya Nona...” ucap wanita itu dengan rama tama dan profesional. Dan dirinya hanya mengangguk pelan sembari tersenyum tipis pula.

“terima kasih.... bu.” Ucap sang gadis sedikit ragu pada akhir kalimat, tidak tahu harus mengatakan apa.

Tapi beruntungnya, wanita bernama Elena itu tampak tak mempermasalahkannya sama sekali.

Dan sebelum wanita itu keluar ruangan itu, dirinya juga membungkukkan sedikit tubuhnya dengan salah satu tangan yang terlipat pada dadanya, lalu pergi meninggalkan ruangan tersebut.

Cukup lama dia menatap makanan-makanan itu, dan dia menyadari hampir berbahan cokelat.

Seperti sebuah top les yang berisikan bola-bola berukuran cukup besar berwarna kuning, yang dia tahu itu adalah salah satu Brand cokelat yang cukup mahal.

Sangat mahal, karena dia tahu satu top les berukuran ini, berharga tiga ratus ribu.

Dia menjadi ragu untuk ‘menikmati’ hidangan di hadapannya ini.

Tapi untuk mencicip satu saja tidak masalahkan?

Lagi pula.... bukankah mereka mengatakan jika aku adalah seorang tamu?

Hanya satu saja....

Hanya satu saja....

Dan tangannya bergerak meraih top les itu, membukanya dan mengambil bola-bola kuning itu.

Tidak menyadari, wajahnya mengukir senyuman yang sudah jarang dia tunjukkan. Melahap dengan rasa bahagia luar biasa membuncah yang dia rasakan.

Sudah berapa lama dia tidak merasakan makanan-makanan enak seperti ini?

Kini dia menoleh kepada dinding kaca tebal yang buram, melihat siluet orang-orang yang sedang keluar dari ruangan sebelah sana. Jika tidak salah ada sekitar enam orang yang keluar.

Hmm... mungkin mereka akan segera di Interview ?

Kenapa dirinya tidak mengetahui jika perusahaan sebesar ini tengah membuka lowongan pekerjaan di sosial media? Atau mungkin dirinya telah melewatkan kesempatan ini?

Lagi pula....

Apa mungkin dia bisa berkesempatan untuk mendapatkan sebuah posisi pada perusahaan yang melakukan semuanya secara perfect dan profesional?

Dia tahu jelas kemampuan dirinya tidak begitu banyak, namun juga dia tidak akan mengatakan dirinya terlalu bodoh sampai tidak mengetahui apa-apa.

Entahlah....

Dia tidak tahu, karena dirinya sendiri belum pernah mendapatkan kesempatan secara langsung untuk mengalaminya.

Gadis, itu kembali tenggelam dalam perdebatan yang terjadi pada pemikirannya.

Sampai dirinya sendiri tidak menyadari, ini sudah tiga puluh menit lamanya, dengan kedatangan pria pirang itu kembali pada ruangan ini.

“Nona Revander...” panggil Tobito pelan.

“Ah... ya...”

“Tuan saya, ingin bertemu dengan Anda pada ruangan pribadinya. Tolong, ikuti saya...” ucapnya lagi. Tentu saja Revander langsung bangkit sembari membawa tas miliknya itu, dengan posisinya yang berjalan di belakang kanan Tobito.

Dan pria pirang itu kembali menggunakan ekspresi datarnya saat mereka keluar ruangan itu.

Sepanjang perjalanan aku sempat melihat beberapa orang menggunakan baju kemeja hitam-putih memegang lembaran lamaran, yang tidak sulit baginya mengetahui jika mereka adalah para rekrutmen.

Dan mereka semua terlihat seperti orang-orang yang telah berpengalaman, dan juga profesional.

Ah....

Itu semakin menguatkan fakta jika, begitu kecil kemungkinan jika dia bisa bergabung dengan perusahaan seperti ini.

Selalu saja menjadi hasil yang sama bukan?

Sebuah kegagalan yang dia alami....

Tidak sadar, mereka kembali kepada lift yang sama, dan Tobito menekan tombol itu, dan lift itu terbuka. Kami kembali masuk pada benda itu, dan kali ini Tobito menekan tombol berangka lima belas.

Ah... jadi tebakannya benar.

“Apakah Anda menikmati hidangannya Nona Revander?” tanya pria itu kembali tersenyum. Dan semakin lama gadis itu semakin kagum dengan perubahan suasana hati dan mimik ekspresi yang di miliki pria itu.

“Ya... itu adalah makanan yang enak...” balas Revander.

“saya senang mendengarkan hal itu Nona, dan saya yakin Tuan juga akan sangat senang mendengarkan hal itu...” dia tidak terlalu menanggapi balasan Tobito. Selain dia tidak tahu harus berkata apa, namun dia juga bingung dengan kenapa.

Tak lama lift itu berhenti tepat pada di lantai lima belas, lalu terbuka menujukan lobi bernuansa putih bersih dengan segalanya di kelilingi dinding kaca. Tempat ini jauh lebih sebi dari pada lantai sebelumnya, namun juga terasa dingin. Berbanding terbalik dengan cahaya mentari yang sepenuhnya masuk memenuhi ruangan ini.

Melihat Tobito yang kini telah melangkah keluar, dia pun sesegera mungkin mengikuti langkah pria itu.

“ini adalah tempat di mana Tuan Flauza bekerja, Nona Revander.” Jelas tobito tidak menghentikan langkahnya.

“sangat berbeda dari lantai sebelumnya.” Gumam gadis itu pelan, namun entah kenapa suaranya terasa begitu kuat, efek dari suasana lantai ini begitu sepi dan sunyi.

“ya. Di karena kan Tuan Flauza tidak terlalu suka keramaian. Maafkan saya, apakah hal ini membuat Anda tidak nyaman?”

“ah.. tidak... tidak...” ucap Revander panik. “Aku tidak bermaksud seperti itu, hanya saja... ya... ini benar-benar begitu berbeda dari lantai sebelumnya...” sang gadis kembali merasakan panik menyerbu dadanya.

Apakah dia telah salah berbicara?

Aaa... dasar gadis bodoh!

Kenapa kamu tidak bisa menahan apa yang akan di keluarkan dari mulutmu itu!

Lihatlah sekarang!

“Tidak apa Nona Revander, itu adalah sesuatu hal yang tidak salah...”

Langkah mereka berdua berhenti saat mereka sampai pada suatu ruangan yang terbatas oleh dinding bercat putih dingin dengan pintu kayu cokelat gelap berukir rumit, benar-benar begitu kontras dengan suasana di lantai serba putih ini.

“Silakan Nona Revander, Tuan Flauza sudah menunggu Anda di dalam sana.” Ucap Tobito sembari membungkukkan tubuhnya lagi.

Ah... jadi ini...

Sang gadis menarik nafasnya pelan dan dalam sebelum menghembuskannya, berusaha menenangkan debaran tak karuan pada dirinya sendiri.

.

.

.

Baiklah....

Ayo kita lihat seperti apa sebenarnya orang yang bernama Flauza Evangrandene ini.

.

.

.

1
saijou
Bahasa yang digunakan enak banget dibaca, sampe lupa waktu.
Er and Re: terima ksih banget telah mampir dan baca cerita punya ku kaka <3
total 1 replies
·Laius Wytte🔮·
Bagus banget!!! Aku suka banget ceritanya 🥰
Er and Re: makasih ya kak telah menyukai cerita buatan aku <3
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!