"Nala katakan pada bibi siapa ayahnya?" bagai disambar petir bagi Nala saat suara wanita paruh baya itu terdengar "maksud bibi apa?" tanya Nala dengan menenangkan hatinya yg bergemuruh "katakan pada bibi Nala !! siapa ayah bayi itu?" lagi - lagi bibi Wati bertanya dengan nada sedikit meninggi. "ini milikmu kan?" imbuhnya sambil memperlihatkan sebuah tespeck bergaris 2 merah yang menandakan hasil positif, Nala yang melihat tespeck itu membulatkan matanya kemudian menghela nafas. "iya bi itu milik Nala" ucapnya sambil menahan air mata dan suara sedikit bergetar menahan tangis "jala**!! tidak bibi sangka dirimu serendah itu Nala" jawab bi Wati dengan mata berlinang air mata "katakan padaku siapa ayah dari bayi itu?" tanya bi Wati sekali lagi. nala menghembuskan nafas berat kemudian bibirnya mulai terbuka "ayahnya adalah" baca kelanjutan ceritanya langsung ya teman - teman happy reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukapena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Titah sang Papa
"Maafkan saya tuan, nyonya" ucap Nala meminta maaf sembari menundukkan badannya dan membelakangi mereka yang berada di meja makan dekat pantri dapur, Nala tidak sengaja mendengarkan pembicaraan keluarga tersebut membuat dirinya terkejut.
hatinya seakan tercubit mendengar nyonya Vanya ingin menjodohkan Gavin dengan keponakan tuan Rico dan nyonya Naya, dadanya sesak matanya mulai memanas dia menahan tangis.
"Aku tidak mau" jawaban Gavin dengan singkat padat dan jelas, seperti sebuah perintah kepada seluruh keluarganya agar tidak memaksanya untuk mengenalkan kepada siapapun.
"Gavin menengokkan kepala ke samping kanan melihat punggung Nala yang saat ini masih berkutat didepan wastafel mencuci peralatan dapur, sedangkan bi Wati sudah melakukan pekerjaan rumah lainnya.
"Gavin mama tidak pernah memintamu apa - apa bukan, selama ini mama selalu diam tidak pernah mencampuri urusanmu tapi mama mohon kali ini saja turuti permintaan mama ya" ucap mamanya memohon dengan memelas "ma sudah ku bilang aku tidak mau" jawabnya dengan suara yang sangat dingin serta intonasi yang dalam.
Gavin bangkit dari duduknya berjalan perlahan ke arah wastafel sambil membawa piring kotornya "kau tuh memang menyebalkan pokoknya mama tidak mau tau kau harus berkencan sore ini dengan zilva" teriak mama Vanya dengan intonasi perintah.
sementara Nala hanya diam disana berusaha untuk menenangkan hatinya yang saat ini terasa sangat sakit, entahlah mungkin karna dirinya takut Gavin melupakan ucapanya tempo hari untuk bertanggung jawab.
namun jika hal itu terjadi maka Nala akan benar - benar menghilang dari kehidupan Alvaro dirinya akan pergi menjauh dari keluarga Alvaro dan tak seorang mereka tau akan keberadaannya termasuk keberadaan anak yang sedang Nala kandung saat ini.
"Nala" panggilan dari Gavin yang berada di sampingnya membuat Nala terperanjat pasalnya dia sibuk dengan pikirannya tak mengetahui jika Gavin sudah berada di sampingnya saat ini menyerahkan piring kotor dan mencuci tangannya.
"ah iya tu..tuan" ucapnya gelagapan dan langsung menyingkir sedikit agar Gavin dapat mencuci tangannya, setelah Gavin selesai mencuci tangan Nala kembali melanjutkan pekerjaanya.
Gavin melihat Nala sekilas dengan diam kemudian berjalan menuju ruang keluarga untuk menuju ke parkir mobil, Devan melihat Nala di depan wastafel memperhatikan kepergian Gavin dalam hati Devan dia sangat ibah dengan Nala.
memang Gavin itu urusan cinta sangat bodoh, sepertinya Devan harus turun tangan karena perut Nala semakin hari pasti akan semakin membesar dan semua orang juga akan mengetahuinya.
"Anak itu memang dingin sekali semaunya sendiri" dumel mama Vanya dengan mencibikkan bibirnya "Sudahlah ma jika Gavin tidak mau ya sudah biarkan saja" suara Rendra menimpali, dia tak ingin hubungan anak dan ibu itu menjadi memanas karena hal ini.
"kau itu sama saja seperti anak - anakmu tidak pernah berpihak padaku" jawab Vanya dengan sengit kemudian bangkit dari kursi meja makan, berjalan menuju kamarnyab "habiskan makananmu !" perintah Rendra pada istrinya namun tidak digubris sama sekali.
Devan hanya geleng - geleng melihat kedua orang tuanya yang pagi - pagi sudah bertengkar "Van katakan pada kembaranmu untuk menuruti permintaan mamanya, jika tidak papa akan marah besar" ucapan Rendra penuh dengan penekanan dan perintah yang tandanya harus dipenuhi perintahnya.
"Tapi pa Gavin kan sudah bilang bahwa dia tidak mau" kilah Devan tetapi Rendra tidak peduli dan Devan hanya tersenyum kecut melihat dirinya sekarang sendirian di meja makan.