NovelToon NovelToon
Kacang Ijo

Kacang Ijo

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Kehidupan Tentara / Romansa / Dijodohkan Orang Tua / Trauma masa lalu
Popularitas:263.6k
Nilai: 4.8
Nama Author: Chika cha

Cover by me

Moza Reffilia Abraham—fotografer berparas bidadari, jatuh hati sejak pandangan pertama. Abrizam Putra Bimantara—tentara teguh yang baru menyandang pangkat Kapten, justru mengunci rapat hatinya.

Pernikahan mereka lahir dari perjodohan, bukan pilihan. Abri menolak, dibayangi luka lama—pernah ditinggal kekasih saat bertugas di perbatasan. Ia takut jatuh cinta, takut kehilangan untuk kedua kalinya.

Namun kisah ini tak semudah itu.
Sosok dari masa lalu kembali hadir—seorang bawahan di kesatuan yang sejak dulu hingga sekarang menjadi pesaing dalam cinta, mengaduk luka lama dan membangkitkan kegelisahan yang nyaris tak tertahan.

Di antara tugas negara dan gejolak rasa, sang Kapten harus memilih membuka hati, atau kembali kehilangan.


Lanjut baca langsung ya disini ya👇

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chika cha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

The power of jenderal Hamzah

"siap, saya di kantor komandan." Abri menjawab dengan suara tertahan, menahan kekesalan. Sebelah tangannya ia gunakan memijat pangkal hidung yang mulai berdenyut nyeri. Entah sudah berapa kali ia menerima telepon dari orang yang sama sejak pagi. Jenderal Hamzah seperti tidak ingin kehilangan jejaknya—takut Abri kabur barangkali

"Ada yang sudah beritahu kamu belum disitu?"

"Izin, tentang apa komandan?" Masih memijat pangkal hidungnya dengan mata terpejam.

"Nanti sore kalian akan menghadap atasanmu, jadwal pengajuanmu dan Moza sudah akan di lakukan mulai sore nanti."

Mata Abri kini terbuka lebar bahkan sampai melotot, gerakan memijat pangkal hidungnya juga langsung berhenti karena ia terlampau kaget. “Izin, Komandan… Secepat itu?” Tanyanya tak yakin, baru tiga hari yang lalu loh dia dan keluarganya datang ke kediaman Hamzah. Masak iya sudah mau pengajuan, mendadak pula.

"Iya, kenapa? Ada masalah?"

Abri mendadak tersadar—calon mertuanya bukan orang sembarangan. Panglima TNI. Urusan administratif yang biasanya butuh prosedur panjang, bisa selesai hanya dengan satu kedipan Jenderal Hamzah. The power of bapak mertua level dewa…

"Maaf, tidak komandan."

"Nanti sore kamu jemput putri saya, pokoknya tidak usah khawatirkan masalah apapun di saat pengajuan nanti, saya udah urus semua."

Abri menghela nafas "siap komandan." Abri menyerah total.

"Saya tutup. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Tut!

Abri menyandarkan dirinya di kursi kerjanya begitu panggilan di tutup dan ia meletakkan ponselnya di atas meja, helaan nafas yang kesekian kali kembali terdengar dari bibirnya. Belum di mulai saja perjodohan ini sudah membuat Abri lelah dan pusing, malah pengajuan datangnya dadakan begini. Ya Allah…

Sementara itu, di meja seberang, Dico sedang sibuk dengan laptopnya. Walau matanya menatap layar dan jarinya menari di keyboard, telinganya jelas penasaran dengan pembicaraan sang kapten dengan jenderal Hamzah yang sejak tadi bolak balik menelpon. Belum lagi raut lelah sang kapten yang begitu jelas tersirat di wajah tegas nan tampannya itu.

"Wajah komandan terlihat sangat lelah, istirahatlah, Beta seng urus pekerjaan ini." Ujarnya prihatin.

Sudahlah di musuhi separuh anggotanya termasuk dirinya, sekarang kaptennya itu juga tampak di buat lelah akan tingkah jenderal Hamzah yang sebentar lagi menjadi mertua pria itu. Di ingat-ingat beberapa bulan lalu wajah yang sama juga pernah Dico dapati setelah pria itu kembali setelah sebelumnya cuti dan lanjut tidak pulang-pulang ke rumah orangtuanya. Apakah masalah ini bermula dari situ? Batin Dico mulai menerka-nerka.

Abri menggumam sebagai jawaban lalu tersenyum kecil dengan tetap menyandarkan kepalanya pada kursi dengan mata terpejam, ia senang walaupun Dico mungkin sedikit kesal padanya karena telah merebut gadis yang ia suka tetap saja rasa pedulinya pada Abri tidak bisa hilang.

"Komandan punya masalah?" Tanyanya dengan menghentikan kegiatan mengetiknya dan menatap Abri yang kini sudah menegakkan tubuh balas menatap Dico dengan tatapan penuh tanya.

Dico menghela nafas kasar "masalah komandan tergambar jelas di wajah komandan."

Abri mendengus menopang dagunya, matanya menyipit tajam "kau ngupingkan?" Todong Abri tidak percaya.

“Eh?” Mata Dico langsung melebar. Walau memang benar, tapi… mana dia tahu isi lengkap percakapan barusan? Dia hanya tahu dari intonasi dan suara Jenderal Hamzah yang terus-terusan muncul.

Pluk!

Abri melemparkan bolpoin ke arah Dico dan mengenai tepat wajah pria timur itu. "Lanjutkan saja pekerjaanmu!" semprot Abri kesal, dia Enggan bercerita.

Dico mengeluh sambil mengelus jidat. "Bagaimana Beta mau lanjut kerja? Hp komandan sejak tadi su sangat menganggu fokus Beta."

"Kenapa sama hp nya ko? Mulai banyak simpanannya?" Suara lain tiba-tiba muncul dari pintu. Dwika masuk dengan santai sambil ngemil kacang asin, seperti monyet yang baru kabur dari kebun binatang.

"Hah? Belum apa-apa kau udah punya simpanan bri?" Tuduh Dwika menarik kursi yang berada di seberang meja Abri.

"Simpanan apa sih?" balas Abri malas. Satu saja belum selesai, mana mungkin punya simpanan? Bisa meledak kepalanya.

Dwika beralih pada Dico yang kini mengedikkan bahu sebagai jawaban. Selanjutnya Dwika ikut mengedikkan bahu acuh. "Woy, adek ipar! Mau kacang?" Tawar Dwika pada Abri yang ia beri panggilan baru yaitu adik ipar.

Abri mendecak. Ya, meski kelak memang akan jadi adik ipar Dwika, tapi rasanya geli juga dengar panggilan itu diumbar-umbar. Lihat tuh, wajah Dico makin kusut. Udah mulai reda, malah disiram bensin lagi sama Dwika.

Dasar Dwika!

"Udahlah Bri. Gak usah di buat pusing sama pengajuan. Toh, semuanya sudah di bereskan sama jenderal Hamzah." ujar Dwika santai.

Dico langsung menoleh kaget. "Pengajuan?" Tanyanya memastikan ia tidak salah dengar dengan apa yang di ucapkan Dwika.

Dwika mengangguk sambil terus mengunyah. “Iya. Sore ini Bri dan Moza udah mulai tahap pengajuan.”

Mengabaikan wajah kaget dan syok Dico, Abri malah mendengus malas “Jangan sok tahu, Dwi. Siapa juga yang mikirin itu. Katamu semua sudah diurus, jadi buat apa kupikirkan?” balasnya tajam.

"Terus apa?" Tanya Dwika lalu menyipitkan mata, "oh, jangan bilang ya Bri, jangan bilang!" Tebaknya sendiri kearah mana jalan pikiran Abri membawanya.

Abri lagi-lagi mendengus mengabaikan otak Dwika yang mulai menerka-nerka. Yang ada di pikirannya sekarang bukan soal pengajuan, bukan soal Moza, bukan juga soal mantan. Tapi... apakah dia bisa membahagiakan Moza? Apakah dia sanggup mencintai gadis itu sepenuh hati saat hatinya sendiri masih... berantakan? Di saat hatinya sudah mungkin... di tahap mati rasa.

"Moza..." Gumamnya tanpa di dengar oleh Dwika dan Dico. Ia akui gadis itu cantik, sangat cantik. Tapi cantik saja tidak mungkin bisa membuat sakit hatinya terobati, tidak mungkin menghidupkan perasaannya yang sudah mati kan?

Abri mengacak acak rambutnya frustasi. Entahlah pusing Abri pusing! Jalani saja Abri jalani.

Abri kembali memejamkan mata.

“Sampai segitunya kah dia, Bang?” komentar Dico sambil geleng-geleng. “Sudah dapat perempuan secantik Nona Moza pun masih stres.” Komentar Dico saat melihat tingkah komandannya.

“Mungkin karena calon mertuanya itu panglima jenderal,” tambah Dwika sok bijak.

Dico menoleh, "iya ya bang. Jenderal Hamzah itu terkenal kejam, tegas dan disiplin'e. Tertekan sekali sepertinya dia. Beta jadi su ingat kejadian dulu Abang waktu mau jadi sama kak Berlian."

Mendengar perkataan Dico otak Dwika seketika memutar ingatan beberapa tahun lalu hanya untuk meluluhkan hati seorang jenderal hamzah demi bisa mendapatkan putrinya. Uh, jangan di tanya segimana perjuangan Dwika lah. Abri masih kalah jauh. "Masih enakan dia ko."

Sementara Abri di kursinya memilih tidak ikut larut dalam percakapan dua manusia yang ada di sana. Terserah mereka berusaha mau menggosipkannya apa.

Dret... Dret...

Kembali ponsel Abri bergetar, decakan langsung keluar dari bibir Abri. Gemas akan kelakuan jenderal Hamzah, belum ada lima menit loh panggilan mereka berakhir, sudah kembali menelpon.

"Melebihi hp pak presiden!" Gerutu Dico sinis, padahal tadi suaranya sudah agak bersahabat loh, eh malah balik kesal lagi. Dwika sih!

Abri mengabaikannya, paling juga Hamzah akan menanyakan keberadaan Abri lagi. Biarkan saja, biar dia panik dan mengira Abri benar-benar kabur.

Dret... Dret...

Lagi ponsel Abri kembali bergetar, sampai yang ke tiga kalinya Abri baru melirik layar ponselnya yang ternyata bukan nama kontak jenderal Hamzah yang terpampang disana melainkan kontak sang mama.

Abri langsung duduk tegak dan keluar dari ruangan. Ia angkat telpon dengan lembut.

“Halo, assalamualaikum, Mama.”

Di sebrang sana mama Nada langsung tersenyum lembut begitu mendengar suara putra sulungnya. "Waalaikumsalam Abang Abri."

Abri tersenyum lembut "iya, kenapa ma? Ada apa?" Suaranya begitu lembut saat berbicara dengan sang mama membuat Nada pun turut ikut bertutur kata lembut.

"Abang sudah di beritahu belum?"

Kening Abri berkerut bingung, apa ini hal yang sama dengan yang di katakan jenderal Hamzah "tentang pengajuan?" Tanya menebak.

"Oh, sudah tau toh. Tadi maminya Moza nelpon mama kasih tau buat bilang sama kamu sore nanti jemput dia ya nak bawa ke kesatuan kamu buat menghadap atasan sama mulai pengajuan."

"Hm."

"Di jagain, jangan sampai lecet itu anak orang nanti."

"Hmmm." Jawab Abri lagi menggumam membuat sang mama kesal mendengarnya.

"Jangan Ham Hem ham Hem aja kamu bang! Lecet dikit itu anak orang nyawa Abang taruhannya. Tau kan bapaknya Moza itu siapa? Haduh, jangan sampai mama kehilangan salah satu anak ganteng mama."

Abri pun terkekeh mendengar Omelan mamanya "iya mama... iya..." Jawab Abri pada akhirnya menuruti ucapan sang mama.

"Nah, gitu dong. Jangan lupa juga Moza nya nanti di tenangin sebelum ketemu atasan, pasti dia gugup banget itu. Mama juga dulunya gitu soalnya."

Lagi Abri terkekeh mendengar perhatian sang mama pada Moza, Abri lantas kembali berdeham sebagai jawaban.

"Ya, udah mama tutup dulu ya mau lihat pasien Assalamualaikum. Jangan lupa pesan mama ya bang!"

Setelahnya panggilan terputus.

Abri memijat kepalanya yang berdenyut sakit, ketika pengajuan yang super mendadak ini sudah berada di depan mata entah apa lah yang calon mertuanya lakukan sampai dalam sekali kedip langsung pengajuan.

___________________

Tit... Tit... Tit...

"N-n-nona..." Lirih Aji terbata saat pertama kali ia siuman.

"Dok, pasien sadar dok!" Seru perawat yang memang bertepatan tengah memeriksa keadaan Aji bersama dengan seorang dokter.

Dokter langsung mengambil tindakan, memeriksa beberapa orang vital Aji.

"Nona..." Lirihnya lagi memanggil Moza yang memang orang terakhir kali ia lihat sebelum tidak sadarkan diri beberapa bulan lalu.

"Lettu Aji, Aji..." Dokter mencoba memanggil namanya. Dan mata Aji yang kini sepenuhnya terbuka namun sayu itu menatap dokter yang tengah memanggilnya.

"Perhatikan jari saya." Ucap dokter itu menggerakkan jari telunjuknya yang berada tepat di depan wajah Aji lalu menggerakkan nya kekiri dan ke kanan dan mata Aji turut bergerak mengikuti gerak jari dokter itu dengan matanya.

"Hubungi jenderal Hamzah, kabarkan jika Aji sudah sadar." Perintah dokter itu pada perawatnya yang langsung di jalankan.

1
Naswa Al rasyid
buat bg aji deg deg an trus kak, klo ketemu windy🤭 seru ni kayak nya klo windy ama bg aji, secara windy org nya blak blakan😂
lega bgt baca moza dan bg abri so sweet gitu... 🥰🥰
Tysa Nuarista
lucu banget sih sean pengen cubit pipi kamu deh.... wkwkwkwkkkkwkkk
Arieee
semoga jodoh ya🥰🥰🥰🥰🥰🥰🥰
Falynchea
Alhamdulillah lega rasanya lihat Moza ABRI bahagia 😊
💗 AR Althafunisa 💗
yaudah, Windy sama Aji ka. Cocoklah mereka 🤭
Naswa Al rasyid: setuju.. bgt😅
💗 AR Althafunisa 💗: iya ka bener, dari pada sama pacarnya Windy kagak jelas 😩
total 3 replies
💗 AR Althafunisa 💗
Kebahagiaan nya sampai sini Za 🥰🥰🥰
💗 AR Althafunisa 💗
Ini yang aku tunggu-tunggu, SEAN 🤣🤣🤣 bocil musuh bebuyutan bang Abri 😅
syora
bentar thor perlu bertahap
ya allah alhamdulillah
bila da cbaaann lg jgn lbh dr ini thor
brasa kayak brdiri antra perbatasan palestin dan israel
Chika cha: berat ya kak😭
total 1 replies
'Nchie
hhaaAah...nafasku lega za 🤣🤣🤣
Aan Azzam
apa masih ada konflik setelah ini.....🤔🤔🤔
Aan Azzam: kukira masih ada,... soalnya seru abis klu ABRI model ironman 🤭
Chika cha: habis kak habis. mumet kepala ku mikirin konflik Mulu😭
total 2 replies
Aan Azzam
anaknya Rania... too....
Yayu Rulia
alhamdulillah nggk tegang lg.
Tysa Nuarista
alhmdulillah.... akhirnya....
💗 AR Althafunisa 💗
Terima kasih aka author yang baik, yang semuanya baik-baik saja dan sudah bela-belain up terus. Love banget pokonya dah ❤️❤️❤️
💗 AR Althafunisa 💗: iya bener ka, sampe bacanya juga ikut berat banget karna takut kenapa-kenapa. Cerita aka author mah, dari zaman papa Saga udah best bgt 👍 love bgt dah ah ❤️❤️❤️
Chika cha: otaknya di peres bener akhir² ini biar novel Brimo ini cepat selesai terus pindah ke Indomilk—boncel. serius berat banget alur novel ini bikin isi kepala mau meledak setiap mikirin episode selanjutnya 😭😭
total 2 replies
💗 AR Althafunisa 💗
Alhamdulillah... 🤲😭😭😭
YY
Napas sudah aman terkendali kaga datang pergi lagi thor 🤣🤣🤣🤣
Sulfia Nuriawati
episode tenang, ntar pasti heboh lg bikin jantungan ak takut mw bc nya jd ngintip aja kalo tegang lg maaf y ak skip dl drpd msk igd gara² bc novel ol🤭🤭🤭
Susifitrianty Latupono
hey Kunti Rania,sujud syukur lo plus minta maaf di bawah kaki Moza..
Widayati
tarik napas hembuskan, .....masih ada momen
Widayati
clear tp belum lega
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!