Seorang wanita modern, cerdas dan mandiri, mendapati dirinya terbangun di tubuh seorang wanita dari masa lalu,seorang janda muda di Tiongkok kuno. Tanpa tahu bagaimana dan mengapa, ia harus menjalani kehidupan baru di dunia yang asing dan penuh aturan kejam, di mana seorang janda tak hanya kehilangan suami, tapi juga martabat, kebebasan, bahkan hak untuk bermimpi.
Di tengah kesendirian dan perlakuan kejam dari keluarga mendiang suami, ia tak tinggal diam. Dengan akal modern dan keberanian yang tak lazim di zaman itu, ia perlahan menentang tradisi yang mengekangnya. Tapi semakin ia menggali masa lalu wanita yang kini ia hidupi, semakin banyak rahasia gelap dan intrik yang terungkap,termasuk kebenaran tentang kematian suaminya, yang ternyata tidak sesederhana yang semua orang katakan.
Apakah ia bisa mengubah takdir yang telah digariskan untuk tubuh ini? Ataukah sejarah akan terulang kembali dengan cara yang jauh lebih berbahaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 35.Menyelamatkan.
Xiao yang duduk di ranjang pemulihan memejamkan mata, mencoba menenangkan napasnya yang mulai berat. Namun telinganya menangkap suara lirih dari arah pintu, di mana dua penjaga berdiri.
Suara pertama berbisik sambil terkekeh rendah.
“Katanya Nyonya Besar Zhao sudah memutuskan. Malam ini… penipu itu akan dijual ke rumah bordil di ujung kota.”
Suara kedua terdengar ragu. “Serius? Perempuan itu kan bisa bertarung, aku lihat sendiri dia melumpuhkan pelayan-pelayan tadi. Apa nggak berbahaya kalau dia melawan lagi?”
“Tadi saja dia tumbang kena satu pukulan di belakang kepala. Lagipula, rumah bordil itu tahu caranya menjinakkan perempuan bandel. Nyonya besar cuma mau pastikan dia nggak kembali lagi ke sini.”
Xiao merasakan darahnya berdesir. Tangannya mengepal di atas kain selimut. Mereka mau menjual Zi ning? Urat di pelipisnya menegang, matanya menyipit tajam. Ia menoleh ke arah jendela kecil di sudut ruangan, namun jeruji besi dan tinggi dinding membuat jalan itu mustahil untuk kabur dalam keadaan cidera.
Suara penjaga pertama kembali terdengar. “Makanya nanti malam kita harus jaga pintu gudang. Katanya orang rumah bordil akan datang setelah jam anjing.”
“Jam anjing?” gumam Xiao pelan, menghitung cepat di kepalanya. Itu berarti mereka hanya punya beberapa jam sebelum Zi ning benar-benar dibawa pergi.
Ia memandang ke pintu dengan tatapan penuh tekad.Aku tidak bisa duduk diam menunggu bantuan datang, aku harus menyelamatkan Zi ning bagaimana pun caranya, pikir Xiao.
Xiao lalu mulai mengamati ruangan dengan seksama. Lemari kayu di sudut, meja kecil, dan kendi air yang semua tampak biasa. Namun matanya berhenti pada pengait besi di sisi tempat tidur, yang awalnya digunakan untuk menggantung kantong obat. Ide berbahaya mulai terbentuk di kepalanya.
Di luar, para penjaga masih mengobrol santai, sama sekali tidak sadar bahwa pria di dalam ruangan itu sedang merencanakan sesuatu. Xiao mengatur napas, lalu perlahan meraih pengait besi tersebut, berusaha melepaskannya dari dudukan dengan tenaga yang tersisa.
Setiap tarikan membuat bahunya nyeri, tapi rasa sakit itu tak ada artinya dibanding bayangan Zi ning yang diseret ke rumah bordil. "Tidak. Aku tidak akan membiarkannya."
Xiao menggenggam pengait besi yang sudah berhasil ia lepas. Napasnya berat, peluh menetes di pelipis, tapi matanya tetap fokus ke pintu. Ia tahu tubuhnya tidak dalam kondisi baik untuk bertarung, namun ia juga tahu waktunya sangat sedikit.
Sekali saja… cukup sekali serangan tepat, lalu aku bisa bergerak.
Ia lalu menggeser meja kecil hingga menabrak kendi air dengan keras. “Brak!” Suara itu memecah keheningan lorong.
Dari luar, salah satu penjaga langsung berseru. “Hei! Ada apa di dalam?”
Xiao tidak menjawab, hanya menjatuhkan kursi kayu menambah kebisingan. “Dummm!”
Suara langkah tergesa terdengar mendekat, lalu pintu terbuka lebar. Kedua penjaga masuk hampir bersamaan. Namun di dalam, mereka tidak melihat siapa pun di atas ranjang.
“Ke mana dia?” gumam salah satu, melangkah maju.
Saat itulah dari sisi belakang pintu, Xiao muncul dengan gerakan cepat meski terseok. Pengait besi di tangannya melayang menghantam tengkuk penjaga pertama.
“Ugh!” Tubuh pria itu langsung ambruk.
Penjaga kedua baru sempat menoleh ketika Xiao memutar tubuh dan menghantam bagian perutnya dengan ujung pengait, lalu menekuk siku untuk menghajar pelipisnya.
Pria itu jatuh tersungkur, mengerang kesakitan. Napas Xiao terengah, wajahnya pucat, tapi matanya menyala dengan tekad. Ia segera meraih kunci yang tergantung di pinggang salah satu penjaga.
Tanpa buang waktu, ia menyeret tubuh mereka ke dalam ruangan, menutup pintu dari luar, lalu mengunci rapat-rapat. “Kalian butuh istirahat sebentar…aku pinjam kunci kalian,” gumamnya dingin.
Ia menatap lorong yang panjang dan sunyi itu, menahan nyeri di pinggangnya. Langkahnya perlahan tapi pasti, menyusuri jalur yang tadi disebut penjaga menuju gudang belakang.
Setiap langkah membuat dadanya berdegup keras. Di kepalanya hanya ada satu tujuan yaitu segera menemukan Zi ning sebelum penjaga rumah bordil tiba.
Di ujung lorong, udara mulai lembab dan berbau debu. Xiao bisa melihat pintu kayu besar dengan gembok besi. Dari sela papan, cahaya lampu minyak redup tembus keluar. Dan di dalamnya… samar-samar ia mendengar suara rantai beradu.
Zi ning… tunggu aku.
Xiao berdiri di depan pintu gudang, jemarinya menggenggam kunci erat-erat. Suara rantai di dalam membuat jantungnya berpacu semakin kencang. Tapi sebelum ia sempat bergerak, pikirannya terlintas pada satu hal yaitu waktu mereka semakin sempit.
___
Sementara itu, di sisi lain kota, suasana jauh berbeda.
Di ruang perjamuan yang semarak, Shen li tengah duduk bersama para tamu bangsawan ketika pintu tiba-tiba terbuka. Seorang pelayan suruhan tuan Zhao, Wan, berlari masuk dengan napas terengah, wajahnya pucat. “Tuan Shen! Li Mei… nona Li Mei dalam bahaya! Nyonya Besar Zhao—”
Wan bahkan belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Kursi Shen li bergeser keras, suaranya menggelegar, “Tunjukkan jalannya!” Tanpa pamit atau menoleh ke para tamu, ia langsung meninggalkan ruangan, langkahnya cepat dan penuh amarah.
Di tempat lain, Yue tiba di halaman kediaman Jenderal Liu dengan pakaian lusuh penuh debu. Nafasnya berat, tapi ia tidak berhenti. Begitu melihat dua prajurit penjaga gerbang, ia berteriak, “Cepat! Katakan pada Jenderal Liu..nona dia dalam bahaya!”
Penjaga gerbang langsung masuk, dan Yue menunggu dengan cemas mondar-mandir didepan pintu gerbang jenderal Liu.
Tak lama, Jenderal Liu sendiri keluar, diikuti Yun hao. Wajah keduanya langsung tegang mendengar kabar Yue.
Yue berhadapan dengan ayah dan saudara laki-laki nona nya.
"Tuan, tolong nona!. Mereka menganiaya nona. "
Dengan tatapan tegas memerintahkan kedua penjaga gerbang untuk membawa Yue masuk. "Bawa masuk Yue, suruh tabib memeriksanya. "
Yue pin di bawa masuk oleh salah satu penjaga gerbang, dengan cemas Yun hao menanyakan keadaan adik mereka.
"Bagaimana ini ayah?. "
"Yun hao, bawa pedang kita dan segera siapkan kuda perang kita. Aku tidak mau mereka melukai putriku. " Jawab tegas jenderal Liu tanpa ragu.
Yun hao segera melaksanakan perintah ayahnya,dan tak beberapa lama Yun hao membawa apa yang diperintahkan ayahnya.
Lalu mereka berdua tanpa membuang waktu, dengan pedang di tangan mereka tanpa ragu jenderal Liu segera memerintahkan putra pertama nya untuk ikut dengan dirinya.
“Naik!” seru jenderal Liu singkat.
Kedua kuda itu melesat di jalan berbatu, meninggalkan jejak debu di bawah cahaya senja. Derap langkah mereka berpacu dengan waktu, setiap detik berarti semakin dekat atau semakin jauh dari kesempatan menyelamatkan sang nona.
Kembali ke lorong lembab itu, Xiao menghela napas dalam-dalam. Aku tidak bisa menunggu siapa pun. Entah mereka datang atau tidak, aku harus membuka pintu ini sekarang.
Jemarinya memutar kunci di gembok besi. Bunyi “klik” terdengar jelas, dan Xiao mendorong pintu kayu itu perlahan. Cahaya lampu minyak terpancar keluar, memperlihatkan sosok perempuan terikat di sudut ruangan Zi ning. Rambutnya berantakan, wajahnya dingin, namun matanya langsung menatap tajam ke arah Xiao.
“Tuan, kenapa kamu disini?.”
“Ssst. Tidak ada waktu,” potong Xiao, melangkah masuk sambil menutup pintu di belakang.
Xiao berusaha untuk segera melepaskan ikatan Zi ning.
"Terima kasih, seharusnya tuan tidak usah menolong ku. "
"Bagaimana aku tidak menolongmu, siapa yang akan mengobati penyakit ku?. "
Zi ning pun tersenyum, begitu juga Xiao. Dan akhirnya mereka berdua berhasil mengendap-endap keluar dari gudang tersebut tanpa seseorang yang mengetahui nya.
tunggu saja kamu tuan muda hu akan ada yg akan membalasnya Zi Ning😡😡😡