Sudah Bagus-bagus menjadi seorang Dokter di rumah sakit. Tavisha gadis cantik berhijab harus berhadapan dengan pria dingin yang sangat galak bernama Kastara. Bermula dari kedatangan pria itu yang membawa salah satu temannya yang terluka parah yang membuat kekacauan di rumah sakit.
Hari itu menjadi hari yang sangat sial bagi Tavisha, bagaimana tidak saat dirinya yang kebetulan ada di sana dan mendapatkan ancaman dengan pria tersebut menodongkan pistol kepadanya untuk menangani temannya terlebih dahulu.
Tavisha berhasil melakukan pertolongan pertama dan dia pikir dia sudah lolos dari pria agresif itu dan ternyata tidak. Tavisha justru terjebak dan selalu mendapatkan tekanan dari Kastara.
Alih-alih melarikan diri dari Kastara yang ternyata Kastara malah melamarnya. Tavisha yang tidak punya pilihan lain yang akhirnya menikah dengan Kastara.
Bagaimana Tavisha menghadapi pernikahannya dengan pria yang sangat agresif dan belum lagi banyak rahasia.
Follow Ig
ainunharahap12
ainuncefeniss
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 30 Cemburu Gemes.
Bagas masih tidak mengerti apa yang terjadi kepada Tavisha tampak begitu sangat gelisah.
"Kamu belum makan dan sebaiknya makan dulu!" ucap Bagas.
"Maaf Bagas!" Tavisha dengan cepat menolak.
"Aku tidak selera makan untuk saat ini dan lagi pula aku sudah diinfus beberapa saat dengan vitamin yang banyak. Aku merasa sangat kenyang, jadi sebaiknya bawa saja makanannya nanti sini juga akan mubazir," ucap Tavisha yang tidak ingin mencari gara-gara dengan suaminya.
"Tapi....!"
"Bagas, kamu berikan saja pada Suster Andin tolong aku mau istirahat," ucapnya yang kembali memohon.
"Baiklah!" sahut Bagas yang tidak ingin memaksa Tavisha pasti juga sangat kasihan kepada Tavisha.
"Baiklah kalau begitu kamu istirahat. Aku pergi dulu," ucap Bagas yang membuat Tavisha menganggukkan kepala.
"Makannya sebaiknya dibawa saja," ucap Tavisha mengingatkan.
Untung saja Bagas tidak menolak dan mungkin mengerti dengan Tavisha yang pasti sudah kenyang.
Tavisha juga merasa bersyukur dengan Bagas yang tidak tersinggung sama sekali.
"Assalamualaikum!" ucap Bagas dengan tersenyum yang langsung keluar dari ruangan Tavisha dan untung saja Kastara tidak berdiri di depan pintu lagi yang pasti akan menjadi pertanyaan bagi Bagas kenapa dia berada di sana.
"Huhhhhhhh....." Tavisha membuang nafas perlahan ke depan dengan memegang dadanya dan baru saja nafas itu keluar dengan pintu yang sudah kembali terbuka dan siapa lagi ditentukan Kastara.
"Langsung begitu semangat ketika dikunjungi kekasih!" sindir Kastara berdiri di samping Tavisha dengan tangannya juga sejak tadi memegang satu paperbag berwarna coklat yang tidak tahu apa isinya.
"Berapa kali aku harus mengatakan jika dia bukan kasihku dan aku wanita yang tidak berpacaran!" tegas Tavisha.
"Kalau begitu gebetan," sahut Kastara.
"Terserah kamu mau berpikiran apa," sahut Tavisha dengan kesal.
Karena dia sudah merasa baik-baik saja yang membuka infus di punggung tangannya.
"Kasihan sekali dia yang tidak mendapatkan pengakuan sama sekali padahal sudah sangat begitu effort memberikan makanan dan juga bunga," sahut Kastara yang lagi-lagi penuh dengan sindiran dengan matanya yang terasa sakit melihat buket bunga itu masih berada di tempat tidur.
Tavisha baru menyadari jika dia juga lupa menyuruh Bagas membawa buket bunga itu, tetapi Bagas akan semakin tersinggung jika Tavisha melakukannya.
Tavisha berusaha mengabaikan apa yang dikatakan Kastara dan ketika infusnya sudah dilepas sendiri yang membuatnya meletakkan buket bunga tersebut di atas nakas.
"Disimpan begitu rapi untuk sebagai kenang-kenangan?" lagi-lagi Kastara protes yang membuat Tavisha mengangkat kepala.
"Jadi harus seperti apa? Aku tidak mungkin membuangnya?" tanya Tavisha.
"Mana mungkin membuang pemberian dari orang yang paling spesial," ucapnya lagi dengan sindiran dengan tersenyum miring.
"Bunga ini juga akan layu dan aku juga tidak akan membawa ke mana-mana, aku juga akan keluar dari ruangan ini, jadi Suster akan membersihkannya," ucap Tavisha.
"Aku jika tidak peduli dengan hal itu," sahut Kastara
"Kalau tidak peduli kenapa sejak tadi mengintimidasiku," sahut Tavisha kesal.
"Aku tidak mengintimidasimu," ucap Kastara mengelak.
"Lalu apa namanya?" suara Tavisha semakin tinggi yang benar-benar kesal dengan suaminya yang mencari gara-gara padanya.
"Baiklah kau lakukan saja apa yang kau mau. Aku mendengar setelah melakukan operasi kau drop dan aku pikir karena kau tidak makan seharian dan ternyata kau sudah kenyang didatangi oleh kekasihmu dan aku rasa makanan ini sangat tidak penting!" ucap Kastara yang tiba-tiba saja kesal dengan wajahnya sangat serius dan melangkah menghampiri tong sampah yang membuang paper bag yang sejak tadi dia pegang yang ternyata berisi makanan.
Tavisha melihat hal itu menelan ludah, Kastara sejak tadi bertanya dengan mengintimidasi dirinya yang padahal sudah sangat jelas sekali jika ada aura cemburu di wajahnya.
"Kenapa harus di buang?" tanya Tavisha.
"Terserahku! Aku yang membelinya jika orang yang membutuhkannya tidak mau, maka tong sampah adalah tempatnya," jawab Kastara.
"Aku bahkan tidak menolaknya sama sekali, kamu benar-benar tidak pernah menghargai makanan," sahut Tavisha yang menyibak selimutnya dan sangat cepat turun dari ranjang.
Tetapi karena tubuhnya masih begitu lemas sehingga keseimbangannya tidak dapat yang membuatnya hampir saja jatuh dan untung saja Kastara buru-buru berlari menghampirinya yang menahan wanita itu dengan memegang kedua bahunya.
Tubuh Tavisha yang sedikit membungkuk dengan perlahan mengangkat kepalanya dengan wajah mereka berdua yang berdekatan dengan tatapan mata yang bertemu.
"Kenapa ceroboh sekali? Apa kau tidak menyadari jika apa yang baru saja kau lakukan akan membuatmu terluka?" tanya Kastara dengan suara dingin yang menatap Tavisha begitu dalam.
"Aku hanya mengambil makanan yang sudah terbuang dari tempat sampah. Sangat tidak layak jika makanan harus dibuang begitu saja," jawab Tavisha.
Kastara diam dan begitu juga dengan Tavisha, tidak ada yang berbicara lagi hanya hening di dalam ruangan itu dengan mata yang tetap saling menatap.
Sampai akhirnya Kastara menghela nafas yang menegakkan posisi berdiri Tavisha dan membantu Tavisha duduk di pinggir ranjang.
Tidak banyak bicara dengan Kastara yang berjalan kembali ke tong sampah dan mengambil makanan tersebut, mengeluarkan dari paperbag yang meletakkan di atas nakas. Makanan itu sama sekali tidak kotor.
Kastara membuka tempat makanan itu yang berada di dalam wadah kotak persegi berbahan plastik.
"Makanlah...." titah Kastara memberikan makanan tersebut kepada istrinya yang membuat Tavisha mengambilnya.
Untung saja Tavisha menyuruh Bagas membawa makan itu dan jika tidak memakai Kastara akan semakin marah, kalau marahnya secara langsung tidak masalah, ini marahnya penuh dengan teka-teki, mengintimidasi yang membuat Tavisha kesal.
Tavisha sudah melakukan hal yang betul yang menyuruh Bagas membawa makanan itu dan sekarang dia memakan makanan yang dibawa suaminya. Tavisha ternyata tidak kenyang seperti apa yang dia katakan pada Bagas, buktinya setelah membaca doa dia langsung melahap makanan itu menggunakan sendok yang sudah disediakan berbahan plastik.
"Bagaimana keadaanmu!" tanya Kastara.
Tavisha mengangkat kepala, pertanyaan itu terdengar simple tetapi jika keluar dari mulut Kastara itu suatu keajaiban bagi Tavisha.
"Apa jawabannya ada di wajahku?" tanya Kastara dengan satu alis terangkat yang menunggu jawaban istrinya tetapi dia justru dilihat sejak tadi.
"Aku baik-baik saja," jawabnya yang kembali melanjutkan makannya.
"Damian sudah sadar, dia juga tadi sudah makan. Setelah benar-benar merasa jauh lebih baik maka datanglah ke ruangannya untuk memeriksanya kembali," ucap Kastara.
Tavisha sempat menghentikan makan.
"Tumben sekali dia mengatakan setelah keadaanku jauh lebih baik dan aku pikir dia akan mengatakan langsung menemui temannya," batin Tavisha.
"Untung saja kau bisa menjamin bahwa dia akan sadar setelah melakukan operasi dan jika tidak aku rasa kau sudah tahu apa resikonya," sahut Kastara yang membuat Tavisha kembali mengangkat kepalanya.
"Benar! aku bukan Tuhan dan apa yang aku katakan hanya celetukan saja tanpa aku tahu hasilnya seperti apa. Tetapi aku kasihan pada pasien dan karena itu aku harus memberi jaminan walau itu dengan diriku sendiri, melakukan operasi pertama kali dengan taruhan nyawa sendiri dan bukan nyawa pasien. Sudah seperti menaiki roller coaster," jawab Tavisha.
"Sayang sekali aku tidak tertarik mendengar curahan hatimu," sahut Kastara yang kembali bersikap begitu sangat cuek.
Tavisha merasa percuma saja berbicara dengan Kastara dan lebih baik melanjutkan makannya.
Bersambung.....
siapa ini sih Thor kasih penjelasan dong biar ga gelap gulita seperti ini