Hidup Aranti sudah hancur sejak 1 bulan lalu, setelah siswi kelas 2 SMA itu diperkosa oleh Davin—kakak kelasnya. Namun, Aranti harus menegakkan bahunya lantaran kejadian tersebut menghadirkan seonggok janin yang akhirnya tumbuh di dalam rahimnya.
Ketika semua orang termasuk orang tua Aranti memaksa Aranti untuk menggugurkan janinnya kemudian menganggap tidak pernah terjadi apa-apa. Demi masa depan sang janin, Aranti terpaksa menerima tanggung jawab Davin yang sangat ia benci, atas perbuatan pemuda itu kepadanya.
Setelah menikah, Aranti tinggal bersama keluarga Davin, sementara Davin melanjutkan kuliahnya di luar kota. Namun, meski orang tua Davin merupakan orang paling terpandang di desa Aranti tinggal, mereka justru memperlakukan Aranti layaknya budak. Fatalnya, kepulangan Davin tiga bulan kemudian, justru dibarengi dengan seorang wanita bernama Anggita.
“Anggita sedang hamil anakku dan aku akan menikahinya, apalagi orang tuaku sangat setuju. Jadi, jika kamu tidak suka, aku akan langsung menceraikanmu!” ucap Davin tanpa merasa bersalah sedikit pun.
Lantas, apakah kali ini Aranti masih akan bertahan di tengah kenyataannya yang berjuang sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Tiga
Pagi-pagi buta, ibu Susi sudah dibuat sibuk istighfar. Sebab keputusannya membangunkan Davin dan sampai membuatnya masuk ke dalam kamar sang putra, membuatnya memergoki sang putra justru tidur dengan Anggita.
“Sudahlah Ma. Anggita saja mau, dan kami pun bakalan menikah. Dalam minggu ini kami akan menggelar pesta mewah buat pernikahan kami!” sebal Davin tak mau disalahkan bahkan sekadar omeli.
Kendati demikian, Anggita tak terusik atas cekcok ibu Susi dengan Davin. Di tempat tidur yang sebelumnya sempat menjadi tempat tinggal Aranti, Anggita tetap lelap. Anggita yang tidak memakai bra, meringkuk dan menutupi tubuh hingga dadanya menggunakan selimut. Melihat itu, ibu Susi jadi geregetan pada Davin.
“Bangunin! Kalau orang tuanya tahu, bagaimana? Lagian ini sudah mau setengah enam pagi!” tegas ibu Susi.
Davin menghela napas dalam sekaligus makin menatap tak habis pikir sang mama. “Anggita yang sengaja datang ke sini, Ma. Dia enggak bisa tidur dan ... ah Mama ah!”
“Ya udah, ayo kamu bantuin Mama siapin sarapan di dapur! Masa iya, kamu tega membabukan Mama buat urusin orang tua calon istrimu?!” omel ibu Susi lagi. Saking kesalnya, kedua tangannya yang gemetaran, nyaris menerkam Davin. Apalagi, dari tadi Davin terus menanggapinya dengan sangat santai.
“Ya elah, Ma ... ngapain repot-repot, sih? Urusan sarapan dan makan, kita bisa pesan ke rumah makan Aranti kerja. Atau malah, kita sekalian datang ke sana, biar Aranti meleduk!” balas Davin masih kelewat santai.
•••
Di rumah makan, Aranti agak berlari memasuki dapur. Ia masih harus merampungkan tugasnya dalam membungkus setiap pesanan yang tertera di daftar buku catatannya.
Di jam-jam waktunya makan memang selalu menjadi waktu paling sibuk. Itu saja jika mereka tak menerima pesanan khusus yang terkadang jumlahnya sampai menembus ratusan untuk satu pemesannya.
“Yang agak santai itu sekitar pukul sembilan pagi. Kami tinggal membersihkan gerabah bekas makan. Selain sebagiannya yang siap-siap memasak untuk jam makan siang. Sama saja sih, hampir setiap saat sibuk. Namun lelahnya kerja di sini juga sebanding dengan gaji. Gaji di sini jauh lebih besar dari gaji kerja di tempat sekitar,” Aranti.
Mas Narendra yang baru datang juga jadi ikut membantu mengemas setia pesanan. “Lan, tolong buatkan pesanan paket yang dua puluh lima ribu, sebanyak dua puluh buat pukul sepuluh pagi. Nanti saya bawa. Pembayarannya cash!” serunya sambil memboyong setiap kemasan ke keranjang dan ia bawa ke depan untuk diantar oleh pekerja. Di sana, sang pekerja sedang menyusun pesanan juga di keranjang motor.
Mas Narendra yang masih di tempat parkir depan rumah makan, mendapati kedatangan Davin. “Wah ... akhirnya Davin benar-benar pulang. Ternyata apa yang ibu Susi katakan, bukan gertakan semata. Ucapan ibu Susi bahwa Davin akan menikah lagi dan sampai menggelar pesta mewah, sepertinya memang akan terjadi dalam waktu dekat. Apalagi sekarang, Davin sampai bawa rombongan,” batin mas Narendra.
“Mungkin Davin membawa calon istri barunya. Ya ampun, Davin dan orang tuanya beneran penjahat ulung!” batin mas Narendra jadi emosi sendiri.
Davin mengemudikan mobilnya secara langsung. Di sebelahnya ada ibu Susi yang lagi-lagi tampil trendi. Tas jinjing juga wanita itu tenteng dengan elegan. Dalam diamnya, mas Narendra mengawasi semua itu. Namun yang membuat mas Narendra terkejut, ada yang jatuh dan itu mamanya Anggita. Wanita itu jatuh lantaran ujung dress panjangnya terinjak sang suami.
“Ya ampun, Bu ... maap!” panik pak Markus, buru-buru turun dari mobil. Meski yang ada, ia malah terjatuh menimpa sang istri. Detik itu juga, ibu Cici yang bahkan belum sempat bangkit, malah tertindih tubuh suaminya yang terbilang gendut.
Mendapati keadaan kini, Anggita yang sudah berhasil turun, refleks terpejam pasrah. “Ya ampun ... bapak sama ibu kok malah ngereog!” batinnya buru-buru membangunkan kedua orang tuanya.
Lain dengan Anggita, lain pula dengan tanggapan ibu Sulis. Ibu Sulis merasa syok dengan tingkah kedua orang tua Anggita yang lagi-lagi di luar prediksinya.
“Vin, ... katanya mereka orang kaya. Kamu bilang, Anggita dan orang tuanya kaya banget malah! Namun kok ini, makin lama mereka kelihatan makin kampungan?!” bisik ibu Susi sesaat setelah ia menyikut lengan kiri Davin.
Setelah merenung serius, Davin yang juga sempat memperhatikan orang tua Anggita berkata kepada mamanya, “Memangnya orang kaya enggak boleh jatuh dari mobil, yah, Ma?”
“Hah?” refleks ibu Sulis tak percaya dengan tanggapan sang putra. Ia menggeleng tak habis pikir sebelum buru-buru masuk ke dalam rumah makan.
Kebetulan, mas Narendra sudah lebih dulu masuk rumah makan. Mas Narendra bahkan baru saja menghampiri Aranti. Walau berat dan memang tidak tega, mas Narendra sengaja mengabarkannya kepada Aranti. Siap tidak siap, baginya Aranti memang harus kuat. Aranti harus memutus tuntas hubungannya dengan Davin agar pemuda itu maupun kedua orang tuanya tak lagi semena-mena kepada Aranti.
“Ra, ... Davin datang bawa rombongan. Sepertinya dia juga bawa calon istri barunya!” bisik mas Narendra di tengah kesibukan suasana rumah makannya.
Detik itu juga dunia Aranti seolah berhenti berputar. Aranti bahkan menjatuhkan begitu saja sebungkus nasi yang harusnya ia susun di kotak saji.
Kebas sungguh Aranti rasa, selain ia yang memang sangat sakit hati kepada Davin sekeluarga. Bukan karena ia cemburu dan tak siap dibuang. Melainkan balasan dari Davin dan orang tuanya sungguh tak berperikemanusiaan. Apalagi selain bukan mau Aranti hamil di luar nikah, semua kemalangan yang Aranti rasakan juga semakin memberatkan Aranti. Karena kehamilan Aranti juga sampai membuat Aranti dibuang orang tuanya.
“Kuat enggak kuat aku harus kuat. Putus semuanya sekarang juga!” batin Aranti menguatkan dirinya sendiri.
“Kamu boleh ngamuk. Semaumu. Kamu bebas, ... luapkan semua emosimu! Apa pun yang terjadi, bahkan andai mereka mengancam akan menyeretmu ke pihak kepolisian, aku yang akan mengurus semuanya! Kamu beneran enggak usah takut!” yakin mas Narendra. Selain sampai membungkuk-bungkuk untuk menatap wajah Aranti dengan saksama, tangan kanannya juga sampai menepuk-nepuk punggung Aranti.
Tak lama kemudian, apa yang mas Narendra lakukan sungguh menjelma menjadi kekuatan untuk Aranti. Aranti dengan tegarnya melangkah ke depan. Ia menghampiri Davin dan rombongan. Kebetulan, mereka menjadi satu-satunya rombongan yang akan makan secara langsung.
Pertemuan Davin dan Aranti sungguh terjadi. Aranti dengan semua pesonanya dan sampai membuat Davin terobsesi. Iya, pesona Aranti sungguh tidak sedikit pun luntur. Bahkan meski Aranti tengah berkeringat parah dan tampak sangat emosi sekaligus lelah.
Adanya lipstik merah di bibir Aranti membuat wajah cantik putih bersihnya makin cerah. Lain dengan Anggita yang hanya menang menor, seksi, sekaligus tinggi. Dari warna kulit saja masih menang Aranti karena Anggita memang tipikal yang jarang mandi. Anggita tipikal wanita yang hanya modal kosmetik maupun parfum untuk penunjang penampilannya.
Kedua mata Aranti menatap tajam kedua mata Davin. Davin yang awalnya baru saja duduk di sebelah Anggita, berangsur berdiri. Namun, Anggita yang sadar sang suami terus bertatapan dengan wanita cantik dan belum ia ketahui sebagai Aranti, juga sengaja menyusul Aranti.
“Heh, Mbak! Situ cuma pelayan, kan? Ngapain lihatin calon suami saya sampai segitunya? Gatel? Pengin saya garukin?!” kesal Anggita sambil mendekap sebelah lengan Davin menggunakan kedua tangannya.
bagus