Bukan Mauku Hamil Di Luar Nikah
“Bukan mauku hamil di luar nikah, Bu! Apalagi sekarang aku masih kelas dua SMA!”
“Aku diperkosa, meski selama ini aku selalu berusaha menghindarinya!”
Aranti sudah jujur, tapi sang ibu terus memukulinya menggunakan rotan pemukul kasur. Tubuhnya sudah lebam parah, tapi semua itu tak separah hati dan mentalnya yang telanjur hancur. Ia tak ubahnya bunga yang layu sebelum mekar.
Di tengah suasana temaram yang menyinari rumah gubuk milik keluarganya, Aranti terus dipukuli. Ia bahkan diguyur bensin kemudian dilempar korek api yang menyala. Susah payah Aranti menyelamatkan dirinya sendiri. Ia dianggap pembuat aib oleh sang ibu, atas kehamilannya yang terjadi di luar pernikahan.
Namun sungguh, bukan mau Aranti hamil di luar nikah. Aranti juga tak menghendaki dirinya diperkosa hingga dunianya hancur tak berupa. Terlebih saat ini, Aranti masih duduk di kelas 2 SMA. Sementara sebagai orang desa yang mengandalkan beasiswa untuk biaya sebagian biaya pendidikannya, Aranti harus belajar lebih keras dari siswi lainnya.
Aranti masih ingin fokus sekolah. Aranti ingin menjadi orang sukses dan membutuhkan pendidikan tinggi sebagai salah satu syaratnya.
Adzan magrib terdengar berkumandang bersama kedatangan bapak Aranti maupun kedua kakaknya. Aranti memang merupakan anak perempuan satu-satunya di keluarganya. Orang tua Aranti merupakan seorang petani padi. Namun sang bapak bersama kedua kakak Aranti, kadang akan pergi ke Jakarta. Ketiganya akan menjadi kuli bangunan ketika pekerjaan di desa sudah tidak ada.
“Nah, Pak!” ucap ibu Santi masih sangat emosional. Menggunakan rotan pemukul kasur, ia menunjuk-nunjuk wajah Aranti. Jaraknya dan Aranti tak kurang dari tiga meter.
Pak Wanto selaku bapak Aranti yakin, alasan sang istri mengamuk putrinya hingga sangat berantakan sekaligus babak belur. Karena memang Aranti sudah melakukan kesalahan fatal.
“Anak perempuanmu sudah jadi p.elacur! Dia hamil di luar pernikahan dan bikin aib untuk keluarga kita!” ucap ibu Santi makin emosional. Kedua matanya yang melotot, dihiasi cairan bening nan panas yang perlahan berjatuhan.
Mendengar itu, kehancuran yang Aranti rasa langsung bertambah berkali lipat. Dada Aranti makin bergemuruh mengiringi sesak yang begitu menyiksa di sana. “Aku benar-benar diperkosa, Bu!” isaknya. “Aku mohon percaya kepadakuuuuuu!” lanjutnya meraung-raung.
Pak Wanto yang mendengar itu naik pitam. Tubuh apalagi kedua tangannya gemetaran dan rasanya seperti dipanggang. Namun sebelum ia meluapkan emosinya kepada Aranti dan baginya memang telah membuat aib, kedua putranya sudah lebih dulu melakukannya. Aranti diam.uk, bahkan meski Aranti sibuk menjelaskan bahwa dirinya korban. Tamparan, bogem, termasuk tendangan pun Aranti dapatkan. Bahkan, Andi selaku anak tertua dan sudah berusia dua puluh lima tahun, menjambak Aranti. Andi mengadu kening Aranti dengan meja kayu di dapur selaku ruang kebersamaan mereka.
Ulah Andi langsung membuat Aranti yang sudah babak belur berakhir sekarat. Tak ada lagi penjelasan bahkan rintihan lirih. Yang tersisa hanya butiran bening dan sesekali akan mengalir dari kedua sudut matanya. Selain darah segar yang juga masih mengalir dari setiap lukanya, termasuk kedua lubang hidung maupun kedua sudut bibirnya.
Tumbuh di lingkungan dengan ekonomi sulit memang membuat keluarga Aranti terbiasa menjadikan kekerasan ketika meluapkan emosi. Karena meski kekerasan tidak bisa membuat masalah mereka teratasi, mereka selalu merasa puas jika mereka sudah mengam.uk.
Hening menyelimuti kebersamaan. Mereka sama sekali tidak menyesal bahkan sekadar merasa bersalah atas apa yang mereka lakukan kepada Aranti. Mereka benar-benar kesal dan merasa bahwa apa yang Aranti lakukan sudah sangat keterlaluan. Aranti sudah menciptakan aib untuk keluarga mereka.
***
“Gugurkan!” ucap pak Wanto bertepatan dengan kedua mata Aranti yang terbuka.
Aranti masih meringkuk di lantai dapur yang masih berupa tanah. Wanita muda berusia tujuh belas tahun itu dibiarkan tanpa perubahan apalagi sampai diobati.
Di tengah rasa sakit yang langsung menggerogoti sekujur tubuhnya, apa yang sang bapak sampaikan benar-benar membuat Aranti terkejut. Aranti bahkan belum bisa untuk sekadar mengangkat kepalanya, tapi Andi sudah memaksanya meminum segelas air agak keruh dan entah mengandung apa.
Aranti terus berusaha menolak. Aranti memuntahkan setiap cairan yang telanjur ia tenggak karena cara Andi melakukannya benar-benar keji.
“Aku akan meminta pertanggung jawaban kepadanya! Aku akan menikah!” janji Aranti ketakutan di tengah air matanya yang kembali berjatuhan.
Hidup Aranti sudah hancur sejak 1 bulan lalu, setelah siswi kelas 2 SMA itu diperkosa oleh Davin—kakak kelasnya. Namun kini Aranti harus menegakkan bahunya lantaran kejadian tersebut menghadirkan seonggok janin yang akhirnya tumbuh di dalam rahimnya. Aranti tak mau menggugurkan janinnya. Karena selain melakukannya merupakan dosa fatal, janin tersebut juga tidak bersalah. Meski karena keputusannya itu juga, Aranti diusir dari rumah.
“Pergi dan tidak usah kembali lagi! Kami sudah tak sudi berurusan dengan kamu!” murka ibu Santi.
Tas sekolah milik Aranti dan kali ini cukup penuh, ibu Santi lempar ke depan teras rumahnya sekuat tenaga. Tak peduli meski kini hujan deras disertai angin masih berlangsung. Baginya, kesalahan yang Aranti lakukan benar-benar fatal.
Setelah tas milik Aranti yang dilempar sekuat tenaga ke depan teras, kini giliran pemiliknya. Lagi-lagi, masih Andi yang melakukannya. Pemuda bertubuh berotot itu dengan sangat mudah melempar tubuh Aranti yang memang mungil.
Sebenarnya Aranti takut, kekerasan yang ia dapat membuat janinnya gugur. Namun alhamdullilah, sampai detik ini perutnya tak sampai mengalami sakit berlebihan. Aranti belum merasakan dirinya akan mengalami keguguran.
“Bu, Pak, Mas, ... aku minta maaf,” ucap Arani tulus. Namun, jangankan balasan, yang ada ibu Santi justru menutup pintu dengan cara membantingnya.
Aranti deg-degan parah akibat ulah sang ibu.
Menghela napas pelan sekaligus dalam, dalam hatinya Aranti berkata, “Pokoknya apa pun yang terjadi, aku enggak mau gugurin janin ini. Janin ini enggak bersalah. Aku akan melakukan apa pun asal janin ini aman, termasuk itu ... menikahi Davin yang sangat aku benci dan menjadi alasan janin ini ada!”
Tekad Aranti benar-benar sudah bulat. Bahkan meski baru mengingat sosok yang ia sebut saja, ia mendadak ketakutan. Aranti jadi sibuk mengawasi sekitar karena langsung ingat saat Davin merenggut kehormatannya. Kejadian yang terjadi ketika mereka sama-sama masih mengenakan seragam SMA.
Lantas, berhasilkan Aranti menjalani tekadnya, jika mengingat nama Davin saja, ia langsung ketakutan khas orang trauma?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Abinaya Albab
keluarganya jahat bgt...ya walopun miskin tp jangan begitu juga.
aku baru ketemu ini ternyata ini ceritanya Narendra ya...aku baca smua dinasti Bu Arum pak kala dll /Heart/ bagus smua aku suka 😍
2024-10-30
1
Sri Widjiastuti
haduuh.. ngenesnya, G da tetangga sama sekali ato sdr yg peduli??
2024-11-18
0
Ria Lita
coba di tanya dulu baik2 sebagai orang tua pasti tau dong watak dan karakter seorang anak apalagi anak perempuan jgn asal maen pukul lalu di usir dengar kan dulu dan cari cara penyelesaiannya itu baru ortu yg baik
2024-10-14
0