NovelToon NovelToon
AKU BUKAN AYAHNYA, TAPI DIA ANAKKU

AKU BUKAN AYAHNYA, TAPI DIA ANAKKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

"Mas aku pinta cerai" ucap laras
Jantungku berdetak kencang
Laras melangkah melauiku pergi keluar kosanku dan diluar sudah ada mobil doni mantan pacarnya
"mas jaga melati, doni ga mau ada anak"
aku tertegun melihat kepergian laras
dia pergi tepat di hari ulang tahun pernikahan
pergi meninggalkan anaknya melati
melati adalah anak kandung laras dengan doni
doni saat laras hamil lari dari tanggung jawab
untuk menutupi aib aku menikahi laras
dan sekarang dia pergi meninggalkanku dan melati
melati bukan anakku, bukan darah dagingku
haruskah aku mengurus melati, sedangkan dua manusia itu menghaiantiku

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 2

tidak ada keeajibanku mengurus melati dia bukan anakku dia bukan darah dagingku..aku akan meninggalkannya tapi....

tapi aku tidak bisa meninggalkan melati

wajahnya cantik usianya belum genap 4 tahun, anak yang sedang lucu-lucunya,cerewet, banyak bertanya, Laras kadang marah karena menerima rentetan pertanyaan dari melati

senyumnya, tawanya, bahkan tangisnya apakah aku sanggup kehilangan itu semua..berat sekali hatiku..

"Ayah... aku haus..."

Suara Melati, memecah lamunanku.

"Yah, bobo, yuk," ucap Melati, menarik tanganku menuju kasurnya.

Aku mengikutinya, merebahkan diri di sampingnya. Melati menyedot susu dari dotnya dengan lahap, lalu meletakkan dotnya di samping bantal. Mata mungilnya menatapku, dan getaran di hatiku semakin kuat.

"Ayah cengeng," katanya dengan nada khas anak kecil, "kok ayah nangis?"

Aku tersenyum getir, mengusap air mata yang tak bisa kubendung. "Ayah menangis karena melihat Melati makin hari makin cantik," jawabku, membohongi diriku sendiri. Padahal, sama sekali aku tidak bahagia.

Orang bodoh mana yang mengatakan aku bahagia? Siapa yang berani berkata seperti itu? Mereka tidak tahu. Mereka tidak mengerti. Mereka tidak merasakan.

Empat tahun. Empat tahun aku menunggunya, berharap, dan mencintainya dengan sabar. Empat tahun aku tak pernah menyentuhnya. Dan hari ini, dia pergi.

"Cinta tak harus memiliki," itu semua omong kosong. Itu semua dusta. Buktinya, aku sakit. Rasanya seperti ada bagian dari diriku yang robek saat dia meninggalkanku.

"Yah, mama mana?" tanya Melati.

Jantungku kembali terasa sakit, seolah ditusuk sembilu yang sama berulang kali. Haruskah aku jujur? Haruskah aku katakan, "Ibumu sudah pergi bersama bapak kandungmu, dan dia menyuruhku merawatmu"? Tapi kata-kata itu terlalu kejam untuk telinga mungilnya. Terlalu pahit untuk ditelan oleh hatinya yang masih polos.

"Ibu sedang pergi sebentar, nanti juga pulang," jawabku, lagi-lagi mengucap kebohongan yang sama. Berharap, suatu saat nanti, kebohongan itu berubah menjadi kenyataan.

"Pulang? Mungkinkah?"

Kalimat itu berulang kali mengoyak pikiranku. Rasanya tidak mungkin. Cinta Laras pada Doni tidak pernah mati. Ia hanya tertidur, menunggu waktu yang tepat untuk terbangun. Cinta memang membutakan segalanya. Doni menghamilinya, lalu meninggalkannya. Aku, si pahlawan kesiangan, datang untuk menyelamatkan nama baiknya.

Aku terpaksa menikahinya. Dan sekarang, dia pergi. Pergi dengan Doni. Laras sangat bodoh. Bodoh karena mencintai pria yang tidak pantas. Tapi yang paling bodoh adalah aku. Aku seharusnya tidak sok jadi pahlawan, seharusnya aku tidak menikahinya. Masih banyak perempuan di luar sana. Aku memang kere, tapi wajahku tak jelek. Aku yakin masih banyak yang mau denganku.

Aku memang bodoh. Dan sekarang Laras meninggalkan Melati untukku. Mereka yang membuat anak, mereka yang seharusnya bertanggung jawab, tapi justru meninggalkannya begitu saja. Anak ini sekarang menjadi tanggung jawabku.

Pikiran itu terlintas di kepalaku: seharusnya Laras menyerahkan Melati ke panti asuhan, atau aku saja yang mengantarkan Melati pada mertuaku. Ya, itu ide bagus. Biar mereka yang merasakan, biar mereka tahu apa yang Laras perbuat. Ini bukan lagi urusanku, bukan lagi tanggung jawabku.

"Yah..." ucap Melati, kepalanya terbaring di pangkuanku. "Yah... temenin aku," bisiknya.

Suaranya begitu lembut, selembut bulu-bulu di kepalanya yang kuusap perlahan. Dia bukan darah dagingku. Dia anak dari dua manusia yang mengkhianatiku. Seharusnya aku buang saja dia. Seharusnya aku lampiaskan sakit hati ini padanya.

Tapi, sanggupkah aku? Sanggupkah aku hidup tanpa Melati? Sanggupkah aku kehilangan senyumnya?

"Ah, Laras saja berani, kenapa aku tidak?" bisikku pada diri sendiri. Tapi, "Ah!" dadaku terasa sakit, baru niat saja meninggalkan Melati hatiku sudah remuk.

"Ayah akan nemenin Melati," ucapku, membelai rambutnya dengan lembut.

"Yah, dongeng lagi dong," pintanya.

Dia memang paling suka saat aku bercerita. Aku mulai menceritakan kisah-kisah heroik, termasuk tenggelamnya kapal Van der Wijck. Aku menghayati setiap kata, Melati terdiam, matanya berbinar-binar.

"Yah, ayah hebat. Ayah harus seperti Zainudin, ya? Ayah harus banyak uang, ya?"

Aku tersentak. Ucapan Melati seperti tamparan di wajahku.

"Benar kata Melati, lelaki harus banyak uang," batinku. Ucapan polosnya itu, tanpa sadar, menampar kesadaranku. Zainudin bisa memulangkan Hayati ke kampungnya, bisa dihormati banyak orang, semua karena uang. Uang bukanlah segalanya, tapi uang bisa menjadi alat untuk mencapai segalanya.

Terpuruk bukanlah solusi. Aku harus bangkit. Aku harus banyak uang. Tapi bagaimana? Menjadi ojek online? Tidak masuk akal.

"Yah, kenapa diam?" tanya Melati, suaranya mengejutkanku dari lamunan.

"Ayah sedang membayangkan jadi Zainudin," jawabku lantang, "dari miskin menjadi kaya."

"Yey! Ayah pasti bisa! Kalau Melati besar, Melati akan ajak ayah naik kapal Van... Van..." ucapnya, bibir mungilnya kesulitan menyebut nama kapal Van der Wijck.

"Makanya kamu jangan malas belajar," ujarku sambil tersenyum, "kamu harus pintar."

"Iya, aku enggak akan jadi Hayati. Aku akan jadi Zubedah!" ucap Melati, bibir mungilnya kesulitan menyebut nama itu.

Astaga. Sepertinya aku terlalu berat menceritakan dongeng sebelum tidur pada Melati. Seharusnya aku ceritakan saja dongeng kancil mencuri mentimun. Pernah kucoba, tapi dia tidak suka.

"Baguslah," jawabku, "tapi harus juga seperti Siti Fatimah, anak yang sayang sama ayahnya. Boleh jadi Zubaidah yang licik, tapi sesekali saja."

"Tidak," ucap Melati dengan bibir manyun, "aku mau pintar kayak Zubedah! Aku enggak bodoh kayak Hayati."

"Ya, ya, sudah, terserah kamu," jawabku, membelai rambutnya. "Yang jelas, kamu harus jadi orang baik."

Melati mulai menguap, kantuk menguasai dirinya.

"Yah, kok mama belum pulang, sih?" tanyanya dengan suara serak.

"Sudah tidur, Nak," bisikku, menepuk-nepuk punggungnya hingga ia terlelap. Pertanyaan itu, yang tak pernah ku jawab jujur, kembali menggantung di udara. Aku memandang wajahnya yang damai, dan janji untuk menjadi Zainudin, untuk menjadi orang yang layak dibanggakan Melati, semakin menguat di dalam hatiku.

Aku pun tertidur, memeluk Melati. Tidur memang lebih baik daripada terus-menerus memikirkan Laras. Pagi datang. Tiba-tiba, kaki Melati menendang kepalaku. Aku terbangun, tetapi Melati masih terlelap.

"Awas kau penyamun! Jangan kau sakiti ayahku!"

Ternyata Melati sedang bermimpi. Dia menjadi Zubedah yang melawan para penyamun, dan aku adalah ayahnya yang ia lindungi.

Aku terbangun. Kesiangan. Bergegas kuambil air wudhu dan melaksanakan salat Subuh. Setelah itu, aku masak air. Kubuatkan susu untuk Melati dan kopi untukku. Pandanganku jatuh pada pizza yang tak pernah disentuh Laras. Ku hangatkan, lumayan untuk sarapan.

Semua sudah beres, saatnya aku membangunkan Melati. Tapi, saat hendak melangkah, ketukan di pintu menghentikanku. Aku membuka pintu. Di sana, berdiri Pak Ferdi dan Ibu Rosidah, mertuaku.

"Kami mau mengambil Melati," ucap Ibu Rosidah.

Deg. Jantungku terasa sakit.

1
Tismar Khadijah
Banyak riko2 dan melati2 lain di dunia nyata, ttp berjuang dan berharap
Inyos Sape Sengga
Luar biasa
Sri Lestari
thor....aku salut akan crita2mu...n othor hebat ngegrab kog bs sambil nulis....mntabbb/Good/
adelina rossa
astagfirullah laras...belum aja kamu tau aslinya doni ...kalau tau pasti nyesel sampe.nangis darah pun rahim kamu ga bakalan ada lagi...lanjut kak
SOPYAN KAMALGrab
tolong dibantu likekom
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
menunggu karma utk laras
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
dari sini harusnya tau donk, kalo gada melati, gakan ada riko
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
teruslah maklumi dan dukung anakmu yg salah.. sampaii kau pun akan tak dia pedulikan
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
salahin anakmu yg bikiinyaa buuukkk
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
ayah
Su Narti
lanjutkan 👍👍👍👍💪💪💪💪💪💪💪
mahira
makasih kk bab banyak banget
Nandi Ni
Bersyukur bukan dari darah para pecundang yg menyelamatkan melati
SOPYAN KAMALGrab
jangan fokuskan energimu pada kecemasan fokus pada keyakinan
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
alhamdulillah
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
apa? mau duit ya?
mahira
lanjut
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
apalagi ini..? mau dijual juga laras?
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
dirumah doni thoorrrr
🏘⃝Aⁿᵘ𝓪𝓱𝓷𝓰𝓰𝓻𝓮𝓴_𝓶𝓪
untung mood anak cewek gampang berubah 😂
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!