Sebuah perjodohan tanpa cinta, membuat Rosalina harus menelan pil pahit, karena ia sama sekali tidak dihargai oleh suaminya.
Belum lagi ia harus mendapat desakan dari Ibu mertuanya, yang menginginkan agar dirinya cepat hamil.
Disaat itu pula, ia malah menemukan sebuah fakta, jika suaminya itu memiliki wanita idaman lain.
Yang membuat suaminya tidak pernah menyentuhnya sekalipun, bahkan diusia pernikahan mereka yang sudah berjalan satu tahun.
Akankah Rosalina sanggup mempertahankan rumah tangganya dengan sang suami, atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hilma Naura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dihantui rasa bersalah.
Handrian masih berdiri terpaku sambil menatap layar ponselnya. Nama yang muncul di sana seakan menariknya keluar dari rasa sesak yang tadi mencengkeram dadanya. Apalagi pesan singkat itu tertulis tegas dari seseorang.
"Datanglah malam ini juga, karena ada hal penting yang ingin aku bicarakan."
Tidak ada keterangan lebih lanjut yang bisa ia lihat, dan juga tidak ada penjelasan apa pun yang bisa membuatnya mengerti. Namun disana hanya ada satu kalimat yang terasa mendesak, dan seolah tidak ingin memberinya ruang untuk menunda.
Jari-jarinya tangan Handrian terlihat gemetar saat menggenggam ponsel itu. Hatinya terasa belum tenang setelah pertengkarannya dengan Rosalina, namun entah kenapa ada dorongan kuat yang membuatnya tidak bisa menolak panggilan tersebut, seakan ada sesuatu yang lebih besar menantinya di luar sana.
Dengan nafas yang terasa berat, ia melangkah ke arah garasi. Pintu rumah pun ditutupnya dengan pelan, meski saat ini hatinya tahu bahwa di balik pintu itu Rosalina masih menangis dalam pilu yang menusuk.
Hati Handrian kembali terasa dihantam oleh rasa bersalah, namun langkah kakinya tidak bisa lagi dihentikan, dan juga tidak sanggup untuk menunda niatnya pergi meninggalkan rumahnya bersama istrinya tersebut.
Tangannya segera meraih kunci mobil, lalu ia masuk dan menyalakan mesin. Suara deruman mesin dimalam itu memecah kesunyian, dan dengan tatapan kosong ia pun melajukan mobilnya keluar dari halaman.
Jalanan malam terasa lengang, lampu-lampu jalan berdiri tegak bagai saksi bisu perjalanan hatinya yang sedang terguncang. Sesekali ia menatap pantulan wajahnya di kaca spion, dan yang ia lihat hanyalah sosok lelaki asing yang kini bahkan tidak mampu mengendalikan dirinya sendiri.
"Kenapa aku menjadi seperti ini? Dan kenapa pesan tadi seakan tidak membuat hatiku bahagia seperti biasanya? Dan kenapa fikiranku tiba-tiba malah kefikiran pada Rosalina?" Ia bergumam lirih, seakan berbicara pada dirinya sendiri.
Namun, mobil yang dikendarai olehnya terus melaju kencang, seolah menelan setiap jarak tanpa ampun. Ia tidak memikirkan lagi apa yang akan menantinya, tapi hatinya berdegup keras, seakan memberinya pertanda bahwa malam itu tidak akan dilaluinya seperti biasa.
Dan akhirnya, setelah menempuh perjalanan yang membuat dadanya semakin berdebar keras, ia pun sampai di sebuah kawasan elit yang dikelilingi oleh pagar tinggi dan pepohonan rapi.
Di antara deretan rumah mewah, ada satu rumah yang sinar lampunya bercahaya terang, dan rumah itulah yang saat ini menjadi tujuan langkahnya.
Rumah itu berdiri anggun dengan pilar-pilar kokoh, dan dindingnya yang berlapis dengan cat putih berkilau, serta lampu-lampu taman yang menyorot lembut ke arah halaman depan. Membuat rumah itu terlalu indah untuk tidak diperhatikan, dan juga terlalu mewah untuk disamakan dengan rumah-rumah biasa.
Handrian memarkirkan mobilnya di depan halaman rumah itu, lalu keluar dengan langkah yang sedikit goyah.
Jantungnya terasa berdegup cepat dan juga semakin tidak menentu. Pintu rumah sudah terbuka, seolah pemiliknya telah tahu tentang kedatangannya sejak tadi.
Dan begitu ia menaiki anak tangga untuk menuju pintu utama, sosok seorang wanita muncul. Wanita itu berparas cantik dan juga terlihat begitu mempesona dengan gaun malam yang membalut tubuhnya anggunnya, wajahnya juga dipoles dengan riasan tipis yang justru menambah pesonanya.
Senyum wanita itu mengembang saat menatap Handrian, lalu tanpa ragu ia pun melangkah cepat ke arah pria tersebut.
Sebelum Handrian sempat berkata apa pun, wanita cantik itu langsung meraih tubuhnya, dan memeluknya dengan erat, bahkan ia juga mencium pipi Handrian dengan lembut dan penuh arti.
"Handrian… akhirnya kamu datang juga." Ucapnya, dengan suara yang terdengar begitu lirih, tapi sarat dengan sesuatu yang sulit untuk ditebak.
Tubuh Handrian seketika menegang. Hatinya yang sudah tidak tenang sejak meninggalkan rumah, kini terasa semakin terguncang.
Ia hanya berdiri kaku dalam dekapan wanita itu, dengan tatapan mata yang terlihat bergetar di bawah sinar lampu rumah mewah tersebut.
Aroma parfum wanita itu yang lembut namun menusuk begitu dekat, seolah kini merayap dan masuk ke dalam pori-pori kulit Handrian.
Hatinya semakin kacau karena dirinya terus terngiang-ngiang dengan jeritan dan juga teriakan Rosalina, namun tubuhnya seakan tidak berdaya untuk bergerak, dan terus menikmati apapun yang dilakukan oleh wanita itu terhadapnya.
Wanita itu pun menatapnya dengan senyum samar, lalu jemarinya yang lentik terulur untuk menyusuri garis rahang Handrian dengan lembut. Sentuhan itu membuatnya menghela nafas dalam-dalam, seolah ia ingin menahan sesuatu yang sama sekali tidak bisa ia kendalikan.
"Tenanglah Handrian… malam ini biar aku yang menuntunmu," bisik wanita itu, suaranya bagaikan racun yang terdengar manis.
Handrian masih terdiam, dan tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya. Hanya sorot mata bingung dan gelisah yang kini menatap kosong ke depan, sementara langkah-langkah lembut wanita itu terus membawanya masuk ke dalam rumah.
Pintu menutup dengan perlahan, dan suasana di dalam terasa begitu berbeda. Ruangan itu dipenuhi oleh cahaya hangat lampu kristal yang menggantung dari langit-langit yang tinggi. Aroma bunga mawar yang segar juga memenuhi udara didalam rumah itu, menciptakan suasana yang begitu intim dan menyesakkan.
Wanita itu tidak pernah melepaskan genggamannya. Ia terus menuntun Handrian ke ruang tengah, kemudian dengan tatapan penuh makna ia mendorong tubuh pria itu agar Handrian duduk di sofa besar yang berlapis beludru.
Handrian hanya bisa menunduk dengan hati yang bergejolak, karena mengingat tangisan Rosalina yang masih membekas di telinganya. Namun setiap kali ia ingin menyingkir, maka tangan wanita itu selalu kembali menahannya dengan kelembutan yang justru semakin melumpuhkan.
Jari-jarinya yang halus kini mengusap pipi Handrian, lalu turun ke bahunya seolah ingin meyakinkannya bahwa tak ada lagi ruang untuknya menolak.
Handrian masih saja terdiam, tetapi sorot matanya penuh kegelisahan yang tidak mampu ia sembunyikan.
"Lepaskan saja bebanmu malam ini Han… biarkan aku yang mengambil alih, meskipun hanya malam ini aku yang memegang kendalinya, tapi aku berjanji pelayananku akan tetap membuatmu puas seperti biasanya." ucap wanita itu dengan lirih, kemudian ia semakin mendekatkan bibirnya untuk menyentuh bibir Handrian.
Handrian memejamkan mata sejenak, seakan pasrah pada keadaan. Ia sama sekali tidak menolak saat bibir wanita itu mengecup bibirnya dengan lembut, meskipun tubuhnya terlihat kaku karena sejak tadi hanya diam. Namun diamnya itulah yang membuat wanita itu semakin berani untuk melakukan hal yang lebih.
Maka, kendali malam itu benar-benar berada di tangan sang wanita. Dialah yang terus mengarahkan dan menghapus setiap jarak, serta menenggelamkan Handrian ke dalam pusaran rasa yang semakin tak terhenti.
Waktu seakan melambat, dan hanya tersisa suara helaan nafas yang semakin dalam dan juga dentuman jantung yang bertalu-talu.
Hingga akhirnya, malam itu pun membawa mereka pada hubungan yang tak lagi bisa dielakkan. Sebuah hubungan yang didasari dengan cinta, namun kali ini terasa begitu hambar bagi Handrian, entah karena apa?
Dan ketika segalanya telah selesai, Handrian hanya bisa terbaring dalam kondisi yang masih diam. Matanya menatap kosong ke langit-langit ruangan, sementara fikirannya dipenuhi oleh kekacauan yang semakin menyesakkan.
Tiba-tiba saja, tangisan Rosalina kembali terngiang di telinganya.
Sementara itu disampingnya, wanita yang telah melakukan hubungan intim dengannya, hanya tersenyum dengan senyum puas. Bola matanya masih menatap Handrian dengan sorot mata yang penuh arti.
Kini tangannya juga terulur untuk menyentuh dada Handrian, seakan ia ingin menahannya agar tidak pergi.
Namun hati Handrian justru semakin tenggelam dalam rasa bersalah.
"Kenapa malam ini rasanya begitu berbeda? Dan kenapa aku sama sekali tidak bisa menikmati semua ini? Dan kenapa juga aku terus terbayang-bayang pada Rosalina? Apa yang sebenarnya terjadi padaku?"
Handrian terus membatin dalam hati, ditengah-tengah elusan lembut yang berasal dari tangan wanita, yang kini mencoba berbaring didada bidangnya.
Bersambung...