Angkara Afrizal Wijaya, ketua osis yang kehidupannya hampir sempurna. Tetapi, karena kehadiran adik kelas yang sangat menyebalkan. Kesehariannya di sekolah bagaikan neraka dunia.
Dia adalah Alana, gadis gila yang selalu mengejar-ngejar cinta seorang Angkara tanpa kenal lelah. Alana adalah ketua geng motor Avegas.
"Kak Angkasa!"
"Nama aku Angkara!"
"Tetap saja aku akan memanggilmu Angkasa, Angkara Sayang."
Kisah cinta abu-abu pun di mulai! Akankah gadis gila seperti Alana, mampu meluluhkan hati ketua osis galak?
Follow tiktok: Cepen
Ig: tantye005
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 - Cinta dan Benci
SMA Angkasa ....
Sejak beberapa menit yang lalu, tatapan Angkara tak pernah teralihkan pada lapangan basket. Bukan karena menyukai permainan tersebut, hanya saja ia sedang memperhatikan gadis cantik yang sedang berlarian di tengah lapangan. Gerakan tangan dan kaki Alana sangat lincah bermain basket layaknya seorang lelaki. Cepolan tai secara acak di kepalanya membuat gadis itu semakin cantik saja.
Menyadari perasaan yang berbeda mulai menghampiri hati, Angkara pun meninggalkan pinggir lapangan, atau ia akan berakhir sama seperti saat pertunangan di mulai.
Aksi yang Angkara lakukan sejak tadi tidak luput dari perhatian Tiara. Lambat laun, hati Tiara merasa iri dan risih jika melihat Angkara memperhatikan Alana. Dulu dia biasa-biasa saja karena hanya Alana yang mengejar-ngejar dan selalu dihiraukan oleh Angkara. Dan sepertinya akan berlaku sebaliknya.
"Kara," panggil Tiara berusaha mengimbangi langkah lebar Angkara yang entah akan ke mana.
"Hm."
"Ke kantin yuk!" ajaknya penuh senyuman.
"Nggak kayaknya, aku mau ke perpustakaan. Tapi aku boleh minta tolong?"
"Apa?"
"Tolong beli minuman dingin di kantin dan berikan pada Alana." Angkara menyerahkan uang pada Tiara.
"Kamu nggak lagi mimpi kan Kara? Kamu menyuruh aku membelikan minuman untuk Alana, yang jelas saja." Raut wajah Tiara langsung berubah tidak bersahabat. Akan dia taruh di mana harga dirinya jika diperbudak oleh adik kelas yang nakalnya seperti Alana.
"Kamu tidak mau?"
"Baiklah."
Tiara memutar bola mata malas, segera ke kantin untuk membeli minuman dingin untuk Alana. Setelahnya berjalan ke lapangan basket dan melempar botol tersebut mengenai lutut Alana yang sedang istirahat.
"Anj*ing, sakit goblok!" maki Alana dengan tatapan tajamnya.
Gadis itu berdiri diikuti oleh ke empat anggotanya. "Lo mau nyari ribut sama gue?" Menggulung lengan baju olahraganya hingga otot-otot kecil di lengannya terlihat.
"Tau lo, mentang-mentang osis suka seenaknya." Gio maju paling depan.
"Lah memangnya gue salah? Gue cuma ngasih minuman dingin ke Alana. Kurang baik apa coba?" Tiara mulai bersikap arogan.
"Gue nggak butuh minuman lo goblok!" Alana menunduk. Mengambil botol minum itu dan melempar ke kepala Tiara.
Osis tersebut meringis pelan, kepalanya seketika pusing.
"Alana kamu apa-apaan?!" bentak Angkara yang memegang pundak Tiara yang hampir terjatuh.
"Melempar air minum."
"Apa kamu nggak punya rasa terima kasih?"
"Selow dong, sebelum marah-marah cari dulu kebenarannya!" Jayden mendorong dada Angkara yang hendak mendekati Alana. "Ketua osis harus bijak, jangan membela yang dirasa benar saja."
"Gue nggak punya rasa terima kasih, puas lo hah? Gue punya uang, gue punya segalanya jadi nggak butuh pemberian dari siapa pun," ucap Alana penuh penekanan. Ia menabrak pundak Angkara sebelum berlalu.
Menyentak tangan ketua osis yang sempat menggenggam tangannya sesaat. Alana sakit hati, ia kecewa mendengar Angkara membentaknya hanya karena gadis seperti Tiara yang mempunyai dua muka. Siapa pun akan emosi bukan jika berada di posisi Alana? Niat istirahat setelah berlarian di lapangan, malah lututnya membentur benda sangat keras hingga memerah.
"Gila sih lo keren banget tadi. Mana cool banget di depan Kara, padahal biasanya mengemis cinta," puji Roy merangkul pundak ketuanya.
"Emosi gue."
"Sama, andai lo diam saja tadi karena rasa cinta lo ke Kara. Gue sudah pukul tuh perutnya," celetuk Gio. "Btw lutut lo nggak papa?"
"Nggaklah ketua kita kan kuat." Jevian menaik turunkan alisnya.
Mereka berlima berpisah setelah bel pelajaran terakhir berbunyi. Alana duduk di dekat jendela sambil memainkan ponselnya karena sedang jam kosong. Berbeda dengan Gio yang sudah tertidur pulas akibat begadang semalam.
Mendapatkan pesan dari Angkara, Alana langsung membacanya.
📩Kara
Alana bahkan telah mengubah nama Angkara dikontaknya.
📩Kara: Setelah mengubah nama sekarang mengubah panggilan pula?
📩Alana: Terus kenapa? Ada masalah?
📩Alana: Lo benci sama gue, jadi gue juga berhak dong benci sama lo. Sana jangan urus kehidupan gue lagi. Lo sekarang akan hidup tenang karena cewek gila seperti gue sepenuhnya sadar. Bahwa perjuangan selama bertahun-tahun nggak akan berhasil tanpa ada usaha dua orang.
📩Kara: Al
📩Alana: Cinta gue terlalu besar sampai berubah menjadi benci.
Alana meletakkan ponselnya di dalam tas dan ikut menopang kepala dia atas meja menghadap Gio. Ia tersenyum kala mendapati kelopak mata Gio terbuka dan tatapan mereka bertemu seperkian detik, sebelum akhirnya Gio memutus entah karena apa.
"Kenapa nggak berani menatap mata gue? Padahal yang lain bae aja gitu."
"Berani kok, tapi malas saja. Mata lo jelek."
"Awas lo jatuh cinta sama gue! Gue keluarkan lo dari Avegas!"
"Elah buset seram banget ancaman lo. Tenang saja kali, gue nggak mungkin jatuh cinta sama cewek jadi-jadian kayak lo."
mana dia nggak dkasih anak lagi
kasiaan banget,
seakan disini marwah dito dipertaruhkan