Juara 2 YAAW 2024, kategori cinta manis.
Datang ke rumah sahabatnya malah membuat Jeni merasakan kekesalan yang luar biasa, karena ayah dari sahabatnya itu malah mengejar-ngejar dirinya dan meminta dirinya untuk menjadi istrinya.
"Menikahlah denganku, Jeni. Aku jamin kamu pasti akan bahagia."
"Idih! Nggak mau, Om. Jauh-jauh sana, aku masih suka yang muda!"
Akan seperti apa jadinya hubungan Jeni dan juga Josua?
Skuy pantengin kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Oke, gue setuju.
Selepas kepergian Josua, Jeni malah duduk di tepian tempat tidur. Dia membayangkan kebersamaannya dengan Josua, dia membayangkan kebaikan pria itu yang dengan perhatiannya menyuapi dirinya.
Jeni bahkan membayangkan Josua yang memasak untuk dirinya, walaupun dia itu lelaki, tetapi saat Josua memasak justru malah terlihat begitu keren di mata Jeni.
Jeni juga masih begitu ingat kala Josua memberikan bogem mentah kepada Julian, pria itu terlihat begitu gagah sekali. Jeni merasa berharga sebagai seorang wanita, karena sudah diselamatkan dan juga dibela oleh Josua.
"Om Jos baik banget deh, Jeni jadi suka. Jeni juga jadi merasa dilindungi, apa Jeni nikah aja ya sama om Jos?" tanya Jeni.
Jeni berpikir jika cinta bisa datang belakangan, yang terpenting dirinya menikah dahulu dan ada yang melindungi. Itu dirasa lebih aman, daripada dia tinggal sendirian dan nantinya ada yang berniat untuk melecehkan dirinya kembali.
Selain itu, Jeni juga tidak akan hidup susah lagi jika sudah menikah dengan Josua. Karena pria itu pasti akan menanggung semua biaya hidupnya.
"Eh? Kok gue mikirnya gitu, ya? Kalau mikir gitu nggak termasuk cewek yang suka memanfaatkan orang lain kan, ya?" tanya Jeni kepada dirinya sendiri.
Jeni terlihat mengacak-acak rambutnya, tidak lama kemudian dia menutup wajahnya karena merasa malu ketika mengingat wajah tampan Josua.
"Aih! Jantung gue kayaknya mulai nggak sehat, mending gue tidur aja.'' Jeni dengan cepat merebahkan tubuhnya karena dia merasa jika jantungnya berdebar dengan begitu kencang.
Dia berusaha untuk memejamkan matanya, dia ingin istirahat agar besok tidak terlambat bangun karena ada kuliah pagi.
Di lain tempat.
Josua tidak langsung pulang, tetapi pria itu langsung pergi ke tempat para pengawalnya biasa berkumpul. Tentunya dia pergi ke sana karena ingin melihat keadaan dari Julian.
"Di mana dia?" tanya Josua kepada pengawalnya.
"Di dalam, Tuan."
Josua menganggukkan kepalanya, lalu dia masuk ke dalam ruangan tersebut dan dia bisa langsung melihat Julian yang sedang dalam keadaan duduk tapi kedua tangan dan juga kakinya telah terikat.
"Om! Lepasin gue!" teriak Julian saat menyadari kedatangan dari Josua.
"Tidak semudah itu, Julian. Jika elu mau menandatangani perjanjian hitam di tas putih ini, gue bakal bebasin elu."
"Apa itu?" tanya Julian ketika melihat Josua yang memperlihatkan sebuah kertas bermaterai di hadapannya.
"Ini adalah surat perjanjian, di mana di sini menyatakan kalau elu tidak akan mendekati Jeni lagi. Elu nggak bakalan gangguin dia lagi, kalau sampai itu terjadi, Elu bakal masuk penjara dan jabatan bokap elu dicabut."
Julian yang mendengar akan hal itu langsung meludah, beruntung Josua langsung memundurkan langkahnya. Jika tidak, sudah dapat dipastikan jika air ludah itu mengenai wajah dari Josua.
"Memangnya siapa elu bisa seenaknya mendikte gue! Gue nggak percaya kalau elu punya kekuasaan yang begitu besar," ujar Julian dengan tatapan mata menantang.
Josua tidak marah sama sekali dengan apa yang dikatakan oleh Julian, dia malah tertawa dengan terbahak-bahak. Setelah puas tertawa, barulah Josua berdiri di belakang Julian dan menepuk-nepuk pundak pria itu.
Tidak lama kemudian Josua bahkan menundukkan kepalanya, dia berbisik tepat di samping telinga pria itu.
"Sorry, gue lupa memperkenalkan diri. Nama gue, Josua Albert William. Gue pemilik perusahaan William dan tentunya elu pasti tahu, kalau perusahaan William menguasai setengah saham dari perusahaan yang ada di seluruh negeri ini," ujar Josua.
Gelg!
Mata Julian langsung membulat dengan sempurna, dia tidak menyangka jika pria yang kini berurusan dengan dirinya adalah salah satu pria terkaya yang ada di negeri ini.
Julian bahkan tidak asing saat mendengar nama William, karena keturunan William memang sudah terjamin kehidupannya dan memiliki kekuasaan yang besar.
Bahkan, banyak orang yang ingin bekerja sama dengan perusahaan William. Termasuk dengan ayahnya Julian, sebelum menjadi pejabat, ayahnya adalah seorang pengusaha yang perusahaannya bisa berkembang karena sokongan dana dari perusahaan William.
"Masih mau nantangin gue?" tanya Josua seraya mencengkram kuat rahang Julian.
Pria itu sampai merilis kesakitan karena memang rahangnya terluka akibat pukulan dari pria itu, bahkan sudut bibir pria itu terlihat robek karena ulah Josua.
"Gue ngga berani nantangin, Om. Lepasin gue, gue bakal tanda tangan. Setelah itu gue bakal pergi dari kehidupan Jeni, sumpah Om." Julian berbicara dengan terbata.
"Yakin kalau omongan elu bisa dipercaya?" tanya Josua.
"Bi--bisa, Om," jawab Julian.
Josua langsung melepaskan cengkraman tangannya, lalu dia melepaskan ikatan tangan Julian. Julian dengan cepat menandatangani surat perjanjian tersebut.
"Ingat! Kalau elu berani ganggu Jeni atau putri gue, gue jamin elu nggak bakal selamat?" ancam Josua.
"Iya, Om!" ujar Julian dengan rasa ketakutan yang begitu besar.
Setelah itu, Josua juga melepaskan ikatan di kaki Julian. Lalu, Josua nampak pergi dari ruangan itu menuju mobilnya. Julian dengan cepat mengejar Josua.
"Om, gue nebeng pulang dong!" pinta Julian.
"Sorry, gue ngga bisa kasih tebengan!" ujar Josua.
Setelah mengatakan hal itu, Josua nampak melajukan mobilnya dengan kencang. Julian langsung menangis karena kebingungan, dia tidak tahu harus pulang dengan menggunakan apa.
Karena nyatanya dia bahkan tidak tahu jika dirinya kini sedang berada di mana, karena tempat itu benar-benar asing bagi dirinya.
"Gue harus pergi ke arah mana? Apa perlu gue minta dianterin sama pengawal itu? Tapi gimana ngomongnya?" tanya Julian kebingungan.