Dia adalah pria yang sangat tampan, namun hidupnya tak bahagia meski memiliki istri berparas cantik karena sejatinya dia adalah pria miskin yang dianggap menumpang hidup pada keluarga sang istri.
Edwin berjuang keras dan membuktikan bila dirinya bisa menjadi orang kaya hingga diusia pernikahan ke-8 tahun dia berhasil menjadi pengusaha kaya, tapi sayangnya semua itu tak merubah apapun yang terjadi.
Edwin bertemu dengan seorang gadis yang ingin menjual kesuciannya demi membiayai pengobatan sang ibu. Karena kasihan Edwin pun menolongnya.
"Bagaimana saya membalas kebaikan anda, Pak?" Andini.
"Jadilah simpananku." Edwin.
Akankah menjadikan Andini simpanan mampu membuat Edwin berpaling dari sang istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Haryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 23 Mengabaikan
Mona mengejar Edwin keluar dari ruang kerja pria itu membuat para karyawan yang melihatnya jadi saling berbisik. Belum lagi para karyawan itu beberapa kali melihat Andini masuk keruang kerja Edwin dan keluar setelah satu jam kemudian.
Mona berhasil mensejajarkan langkah kakinya dengan Edwin masuk kedalam lift bersamaan lalu mengikuti Edwin yang masuk kedalam mobil.
"Pulanglah, Mon, kamu pasti lelah baru pulang dari Medan," titah Edwin agar Mona keluar dari mobilnya.
"Tidak, Mas, aku akan pulang bila kamu juga pulang. Kata pelayan kamu sudah seminggu tidak pulang. Kamu tidur dimana, Mas?"
"Jangan perdulikan aku karena selama ini kamu juga tak pernah perduli pada ku," ucap Edwin membuat hati Mona terasa tercubit.
"Maaf, Mas, aku tidak sadar bila itu menyakiti kamu."
"Sudah aku maafkan, sekarang kamu pulang dan istirahatlah."
"Tidak, Mas, aku hanya akan pulang denganmu."
"Please, Mon, aku ingin menenangkan diri. Aku tidak mau diganggu."
"Mas ...."
"Mon ...."
Mona menatap Edwin memohon, matanya berkaca-kaca membuat Edwin memalingkan wajahnya tak kuat melihat wanita yang dicintainya menangis. Pada akhirnya Mona mengalah dia turun dari mobil dan Edwin melajukan mobilnya.
Mona menghampiri mobilnya lalu masuk kedalamnya. Dia menangis disana tak ingin Edwin menyerah pada rumah tangganya tapi dia juga tak bisa melepas karir dan hobinya.
"Apa yang harus aku lakukan, Ya Tuhan?" lirihnya.
Edwin yang mengemudikan mobilnya meninggalkan restoran kini sedang berada dipanti asuhan dimana dia menjadi donatur disana.
Edwin duduk dibangku menatap anak-anak yang sedang bermain jungkat-jungkit, perosotan, ayunan dan lain-lain. Mereka terlihat bahagia meski tak memiliki orang tua kandung.
Andai Edwin punya anak mungkin sekarang anaknya sudah berusia sekitar 8 tahun lebih dan tentunya Edwin tak akan menyia nyiakannya. Dia akan menyayangi segenap jiwa dan raga.
...****************...
Andini sedang menunggu Ibu Della seorang diri karena Bima masih bekerja dan tak bisa izin. Sementara Edwin hanya bisa menemani Andini sebentar karena pria itu harus pergi ke restoran. Edwin berpesan pada Andini agar segera menghubunginya bila terjadi sesuatu pada Ibu Della.
Setelah cukup lama menunggu, doker Seira akhirnya keluar dari ruang rawat Ibu Della bersama satu dokter lainnya dan dua orang perawat. Andini bangkit dari duduknya lalu menghampiri dokter Seira menanyakan kondisi ibunya sekarang ini.
"Akupunturnya tidak berhasil, Ibu kamu belum sadar tapi kita akan melakukan lagi akupuntur yang kedua dan jaraknya dua minggu lagi," terang dokter Seira.
Andini lemas, harapannya ingin ibunya segera sadar tak terwujud. Dia hanya menganggukkan kepala pada dokter Seira dan mengatakan terima kasih pada kedua dokter dan kedua perawat itu.
Andini melangkah masuk kedalam ruang rawat Ibu Della, menarik kursi lalu duduk didekat wanita paruh baya itu. Andini hanya diam menatap sang ibu yang masih memejamkan mata. Dia ingin Ibunya segera sadar agar sakit paru-parunya bisa segera diobati. Sekarang dia tak perlu berfikir tentang uang karena sudah ada Edwin yang bersedia menanggungnya meski dirinya kini menjadi simpanan pria itu.
Ting.
Terdengar suara notifikasi dari ponselnya membuat Andini segera membukanya.
Angga: Satu minggu lagi kamu aktif kuliah, An.
Andini: Iya, Ga.
Angga: Kita berangkat bareng ya nanti kalau kamu sudah kuliah.
Andini: Tidak usah, Ga, aku nanti naik ojol.
Angga mengirim pesan lagi namun Andini tak membalasnya. Andini tidak ingin memberi harapan palsu pada Angga khawatir akan menyakiti lelaki itu. Tidak bisa dipungkiri bila dirinya mulai menaruh hati pada Edwin meski dia tahu Edwin mencintai istrinya dan hanya menganggap dirinya simpanan pria itu.
Pukul 09.00 malam Andini pulang dari rumah sakit setelah seharian dia benar-benar menunggui ibunya. Andini juga mengelap tubuh sang ibu, menyisirkan rambutnya dan ikut tidur diranjang ibunya.
Bima tadi setelah pulang kerja langsung membesuk ibunya tapi hanya sebentar karena dia harus segera berangkat ke Louis Club.
"Pak Edwin belum pulang?" gumam Andini yang tak melihat Edwin diapartementnya padahal Edwin biasanya akan tiba paling lambat pukul 06.00 sore karena pulang bersama dirinya.
Andini melangkah masuk kedalam kamar mandi, membersihkan diri disana, berganti pakaian dengan piama tidur lalu menyemprotkan parfume dileher dan dipergelangan tangannya.
Sudah seminggu tidur bersama Edwin membuat Andini sedikit paham kebiasan pria itu. Edwin akan menciumnya sebelum tidur lalu mereka tidur saling berpelukan. Andini ingin tubuhnya harum saat Edwin mencium dan memeluknya.
Kejadian semalam dimana dirinya berhasil memuaskan Edwin tanpa penyatuan selalu membuat Andini senyum-senyum saat mengingatnya, namun senyum Andini seketika menghilang setelah membaca pesan yang dikirim oleh Edwin.
"Saya pulang kerumah, kamu tidak usah menunggu saya."
Andini menarik nafasnya lalu menghembuskannya. Hatinya sedikit sakit namun Andini sadar bila dirinya hanya simpanan pria itu dan tak seharusnya memakai hatinya.
...****************...
Mona senang sekali melihat mobil Edwin memasuki halaman rumah. Dia lalu bergegas keluar dari kamar untuk menyambut Edwin pulang. Sejak dari restorant Mona langsung pulang, dia tidak pergi kekantor, memilih mengerjakan pekerjaannya dari rumah sembari menunggu Edwin pulang tapi pria itu baru pulang pukul 11.00 malam.
Saat mengirim pesan pada Andini Edwin masih berada disuatu tempat dan pergi setelah Andini membalas pesannya.
"Akhirnya kamu pulang juga, Mas," kata Mona saat membukakan pintu untuk Edwin. Edwin melewati Mona begitu saja tanpa melirik dan menyapanya membuat Mona seketika takut bila Edwin benar-benar menyerah dengan pernikahannya.
"Kita liburan yuk, Mas," ajak Mona setelah mereka berada dikamar.
Edwin tak menyahut, dia tak memperdulikan ajakan Mona dan memilih masuk kedalam kamar mandi. Percuma mereka liburan bila Mona tetap bekerja seperti yang sudah-sudah karena Mona membawa pekerjaannya saat liburan.
Mona menatap pintu kamar mandi yang tertutup. Dia menghela nafas kasar karena tidak mudah membujuk Edwin agar tak marah lagi padanya.
Sementara Edwin yang berada dikamar mandi kini sedang mengguyur tubuhnya dibawah shower. Menikmati titikan air dingin menyentuh tubuhnya, menetralkan perasaannya agar tak emosional saat berbicara dengan Mona.
Edwin ingin hatinya berpaling dari Mona agar bisa mencintai wanita lain dan tak merasa sakit seperti ini, tapi kenapa sulit sekali padahal dia tidak menutup hatinya untuk wanita lain.
Edwin keluar dari kamar sudah nampak segar, dia langsung menuju lemari, mengambil pakaiannya lalu mengenakannya. Mona masih duduk ditepi ranjang dia terus menatap Edwin yang mengabaikannya seolah dirinya tak ada dikamar ini.
Mona tidak tahan diabaikan seperti ini dia sudah terbiasa Edwin memperhatikannya dan ingin terus memperhatikan dirinya bukan mengabaikan seperti ini.
"Mas." Mona menghampiri Edwin yang sedang mengancing piama tidurnya dia memeluknya dari belakang.
"Maafin aku," lirihnya.
"Jangan abaikan aku," kata Mona lagi.