NovelToon NovelToon
Kala Sungsang

Kala Sungsang

Status: tamat
Genre:Matabatin / Time Travel / Iblis / Akademi Sihir / Horor / Tamat
Popularitas:9.6k
Nilai: 5
Nama Author: I Putu Weda Kresna Witana

Dalam kehidupannya yang tampak biasa, Manik merasakan sentuhan kehadiran yang misterius dan menakutkan. Amurva, sosok yang muncul di berbagai sudut hidupnya, membawanya ke dalam lapisan gelap dunia yang tak terduga.

Namun, dia segera menyadari bahwa keberadaan Amurva adalah awal dari sebuah petualangan yang tak terbayangkan. Kekuatan sihir yang mengelilinginya memasuki dunianya, membuka pintu bagi entitas supranatural yang bertujuan baik, dan juga bagi seorang pengejar kegelapan yang berbahaya - Kala Sungsang.

Manik, terjebak di persimpangan nasib, harus mengungkap misteri di balik kekuatan luar biasa ini dan menemukan jalan untuk melindungi dunianya dari ancaman yang tak terlihat. Tetapi, apakah dia cukup kuat untuk menghadapi arus gelombang magis yang misterius ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I Putu Weda Kresna Witana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kabut Putih di Perpustakaan

    Di Sekolah Amanta, Manik beberapa kali menyaksikan kejadian aneh: kabut putih tebal yang hanya dia yang melihatnya. Kabut ini masih menjadi misteri bagi Manik. Hari ini, saat berada di lorong perpustakaan, Manik tengah mencari buku sejarah untuk kelompok studi bersama Candra dan Barsa. "Buku ini sepertinya cocok untuk belajar, tapi sepertinya Candra sudah punya. Aku akan mencari yang lain," gumam Manik dalam hati.

    Manik menjelajahi rak buku, merasa seperti ada seseorang di sebelahnya yang juga mencari buku. "Mungkin aku sebaiknya mencari di tempat lain yang tidak terlalu sepi," pikir Manik. Namun, ketika Manik melangkah ke rak sebelah, tidak ada orang. "Mungkin orang itu sudah pergi," pikirnya.

    Manik terus mencari buku untuk diskusi. Tiba-tiba, kabut putih tebal mengelilingi plafon di atasnya. "Kenapa kabut putih lagi?" batin Manik. Saat Manik berusaha mencari tahu, dia mendengar suara lembut memanggil namanya dari rak buku sebelahnya. "Manik... Manik," bisik suara itu.

    "Ada yang memanggil," pikir Manik, mendekati sumber suara. Namun, tidak ada orang di sana. Meskipun aneh, Manik memilih fokus mencari buku sejarah. Namun, tangan dingin seorang kakek menyentuh pundaknya. "Dik, jangan lama-lama di sini," kata kakek itu.

    Manik melawan rasa takutnya, "Kalau tidak lepas, aku akan melawan!" kata Manik dengan marah. Kakek itu menghilang, tetapi kemarahannya masih menyala. "Jangan ganggu aku lagi," gerutu Manik sebelum meninggalkan perpustakaan.

    Manik heran dengan keberanian barunya. Manik memutuskan untuk mencari tahu asal muasal kabut putih tersebut. Kembali ke lorong rak buku, Manik merasa lebih tenang. Manik berbicara dalam hati, "Jika ada sesuatu yang ingin kamu sampaikan, katakan padaku. Aku bukan bawahanmu." Manik menepuk dinding tiga kali dan meminta bantuan kepada kekuatan gaib.

    Kemudian, Manik bertemu dengan Candra dan Barsa di taman baca sekolah. Mereka bersiap-siap untuk tugas kelompok. Manik membantu teman-temannya menyelesaikan tugas, termasuk menangani pertanyaan yang sulit. Setelah sekolah, mereka bekerja sama menyelesaikan tugas kelompok hingga selesai.

    Manik mengingat sebuah tanda terkait kabut putih tersebut: kabut putih yang sama muncul ketika dia mengantarkan Ade, adiknya, di pertigaan jalan sekolah Mutiara. Pikiran Manik dipenuhi pertanyaan, "Apa hubungan antara kabut putih ini dengan kakek tanpa hidung tadi?"

    Sore itu, Ade mengajak Manik bermain bulu tangkis di halaman rumah yang luas. Sambil bermain, mereka saling tertawa dan bergurau, menciptakan momen keceriaan. Namun, Manik mulai merasa jengkel karena Ade terus melempar lontaran pendek dan keras ke arahnya, padahal Manik berencana bermain dengan serius.

    "Ade, mainnya serius dong, kan tadi katanya mau bermain dengan serius," tegur Manik dengan suara sedikit kesal.

    "Iya, Kak, cuma iseng kok," sahut Ade dengan nada santai.

    "Awas ya, nanti kamu akan mendapat akibatnya," ancam Manik.

    "Hehehe... maaf Kak," kata Ade sambil tersenyum.

    Tiba-tiba, Ibu Ida berlari mendekati mereka dan memanggil agar segera mandi dan berganti pakaian. "Manik! Ade! Cepat mandi, kita akan pergi ke rumah bibi Brista, buruan!" desak Ibu Ida dengan tergesa-gesa.

    Manik heran melihat reaksi terburu-buru ibunya. "Pak, ada apa dengan ibu?" tanya Manik.

    "Paman Brista kecelakaan dan meninggal tadi," jawab Pak Ida.

    "Hah?!" Ade kaget mendengar kabar itu. "Kapan ini terjadi?"

    "Tadi saja, paman Brista meninggal setelah ditabrak truk besar saat berada di tepi jalan. Katanya, dia akan pergi ke rumah, tapi malangnya dia kesenggol," jelas Pak Ida kepada anak-anaknya.

    Sontak, Manik terkejut, sementara Ade menangis mendengar berita dari ayahnya. "Hm… paman Brista kan orang baik, kok bisa begini ya? Apakah dia melakukan kesalahan?" ucap Ade sambil terisak.

    "Ayo, Ade, cepat mandi," ujar Manik, mencoba menenangkan adiknya.

    Dalam perjalanan menuju rumah sakit, suasana di keluarga sangat hingar-bingar, diwarnai oleh kesedihan yang mendalam. Manik mencoba meredakan tangis Ade. Manik memahami betapa dalamnya rasa kehilangan yang dirasakan Ade, karena Paman Brista, yang tidak memiliki anak, telah memperlakukan Ade seperti anak kandungnya.

    Dalam hatinya, Manik bertanya-tanya, "Apakah ini ada hubungannya dengan kabut putih yang mengejar aku dan Ade saat pulang sekolah waktu itu?" Manik berusaha menenangkan dirinya, menahan emosi sedihnya agar Ade bisa tetap tegar. Orang tua Manik sibuk mengurus administrasi di rumah sakit, sementara Bibi Brista memeluk Ade dengan erat.

    Manik mengelus punggung Bibi Brista, memberinya dukungan untuk tetap kuat dan menghindari pingsan. Situasi genting ini memaksa Manik untuk memahami keadaan dan bersikap sebijaksana mungkin, agar tidak menambah beban kesedihan yang sudah begitu mendalam.

    Kamar rumah sakit ini terasa hening, kecuali suara mesin-mesin yang berdetak dan bunyi langkah kaki yang gemetar. Wajah pucat dan lesu Bibi Brista mencerminkan kepedihan yang mendalam. Ade, yang biasanya penuh semangat, kini terlihat rapuh dan hancur di pelukan Bibi Brista. Manik melihat keadaan itu dengan hati yang teriris.

    Manik mencoba menguatkan dirinya dan mendekati Ade. Manik meraih tangan Ade dengan penuh kasih sayang, mencoba memberi kehangatan dalam keheningan yang menggelayutkan kepedihan. Ade menatapnya dengan mata yang penuh air mata, mencari ketenangan dalam kegelapan yang menyelimuti hatinya.

    "Ade, kita harus tetap tegar. Paman Brista pasti ingin melihat kita kuat meskipun dia sudah pergi," ujar Manik dengan suara lembut, mencoba memberi semangat pada Ade.

    Namun, bibir Manik gemetar, dan Manik kesulitan menahan air mata yang ingin keluar. Manik ingat saat-saat bahagia bersama Paman Brista, sosok yang selalu memberi semangat dan senyuman di setiap kesempatan. Paman Brista adalah pahlawan kecil dalam hidup mereka, dan kepergiannya meninggalkan luka yang mendalam.

    Bibi Brista menarik nafas dalam-dalam, mencoba menahan tangisnya. "Paman Brista adalah orang yang hebat, dia selalu ingin melihat kita tersenyum, bahkan di saat-saat sulit seperti ini," bisik Bibi Brista, mencoba menguatkan hati mereka.

    Manik merangkul Ade dan Bibi Brista, menciptakan kehangatan di tengah dinginnya suasana rumah sakit. Mereka saling menyandarkan diri satu sama lain, mencari kekuatan dalam kehadiran keluarga. Meskipun kehilangan begitu menyakitkan, mereka tahu mereka harus melanjutkan hidup, mewarisi semangat Paman Brista yang penuh kebijaksanaan dan kebaikan.

    Dalam keheningan ini, satu perasaan menguat: ketetapan hati untuk mengenang Paman Brista dengan menjadi pribadi yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih peduli satu sama lain. Meskipun air mata masih mengalir, mereka tahu bahwa cinta dan kenangan akan menjadi cahaya dalam kegelapan, membimbing mereka melalui duka yang begitu mendalam.

    Jenazah Paman Brista telah dibersihkan dan dibungkus dengan kain, tubuhnya kini tak bernyawa. Manik melihat kabut putih yang sama seperti yang dilihat di perpustakaan; Paman Brista berdiri di sebelah tubuhnya dengan senyuman. Perasaan Manik bergejolak, membuatnya bertanya-tanya, "Apakah ini nyata? Apakah aku melihat Paman Brista tersenyum padaku?" bisik Manik dalam hati.

    Bibi, Ade, dan Manik menemani Paman Brista semalaman di rumah sakit, sementara orang tua Manik membantu mengatur persiapan untuk upacara pemakaman besok. Ruang tunggu pasien, malam ini terasa sangat berbeda dari kunjungan terakhir Manik saat menemani Ade yang sakit. Manik membelikan roti dan air mineral untuk Bibi Brista dan Ade, berusaha menjadi sandaran kuat bagi mereka. "Bibi, minumlah sedikit air dulu, untuk menenangkan diri. Manik dan Ade akan tetap bersama Bibi di sini," kata Manik, merayu Bibi Brista agar mau makan dan minum sedikit, meskipun kesedihan mencekam hati mereka.

    Pukul 23:15... Ade masih belum bisa tidur, menemani Bibi Brista yang gelisah. Suasana hati Bibi Brista berganti-ganti dengan cepat: saat melamun, saat tersenyum dan mencoba bertahan, saat-saat lainnya dipenuhi kesedihan yang mendalam. Keduanya saling mendukung, berusaha menciptakan kehangatan di tengah dinginnya malam yang penuh kepedihan.

    Manik yang sudah mulai mengantuk, merebahkan dirinya sebentar. Namun, begitu terkejutnya Manik saat melihat kabut putih mengelilingi kakinya, Bibi Brista, dan Ade. "Eh! Kalian pindah ke sana saja, yuk! Aku tidak suka di sini, hm..." Manik segera merapikan karpet merah dan memindahkannya ke sisi yang lebih jauh. Rasa takut yang muncul tidak membiarkan Manik tertidur.

    "Hm... begitu aneh. Apakah kabut putih ini merupakan pertanda dari Paman Brista ataukah ada ulah makhluk aneh?" gumam Manik, merasa sedikit kesal dan ketakutan.

    Manik mencoba mengesampingkan rasa takutnya dan berusaha memejamkan mata sejenak. Namun, tiba-tiba, cahaya yang menyilaukan muncul di depannya. Manik terkejut ketika mendengar ucapan dari kakek tua tanpa hidung tersebut, "Manik, ada sesuatu yang jahat mengikutimu, ada seseorang yang mengetahui tentang kemampuan Magnesa yang kamu miliki, berhati-hatilah," ucap kakek tersebut.

    Manik merasa heran, "Apakah kakek ini baik atau jahat? Tapi kakek memberi peringatan untuk berhati-hati. Aku tidak tahu harus berhati-hati terhadap apa," gumam Manik. "Kakek, aku harus berhati-hati terhadap hal apa? Dan siapa yang mengetahui kemampuan ini? Bagaimana aku bisa mengenali bahaya yang kakek sampaikan?" tanya Manik, mengambang di antara dunia mimpi dan kenyataan.

    Manik merasa ada firasat bahwa Paman Brista meninggal karena melihat kabut putih itu. "Apakah paman Brista melihat kabut putih ini dan itulah yang menyebabkan kematiannya? Dan kakek penyebabnya?" pikir Manik.

    "Tidak, bukan aku yang menyebabkannya. Pamanmu menjadi sasaran kabut putih itu. Aku sebenarnya diawasi oleh kabut putih ini untuk mencegahku memberitahukan hal ini kepadamu. Paman Brista hendak menepi karena melihat kabut putih tebal di tengah jalan. Namun, aku tak bisa berbuat banyak saat itu. Pengemudi truk juga terpengaruh dan menyenggol pamanmu, Manik," jelas kakek tersebut kepada Manik.

    "Kenapa baru memberitahukan padaku setelah kejadian ini? Mengapa kamu tidak memberitahukan sebelumnya? Kejadian ini sudah terlanjur terjadi," sahut Manik dengan suara pahit.

    "Aku selalu diawasi oleh kabut putih ini. Mereka harus mendapatkan korban sebelum kejadian itu. Untungnya, Ade tidak mendapat bahaya saat kamu dihadang olehnya. Tugasku sudah selesai, Manik. Jagalah dirimu dengan baik," ucap kakek itu dan kemudian menghilang dari hadapan Manik.

    Telinga Manik berdengung keras, membuat Ade terkejut melihat kakaknya yang tampak kesakitan. “

    Manik mencoba meredakan dengungan di telinganya, mencoba mengatasi kebingungan dan ketakutan yang melanda dirinya. Manik berusaha menjelaskan kejadian yang baru saja dialaminya kepada Ade. Walaupun sulit dipercaya, Ade mendengarkan cerita Manik dengan penuh perhatian. Bibi Brista yang masih tidur, mencoba beristirahat dalam duka yang menyelimuti dirinya.

    “Kakek itu pasti ingin melindungi kita, Ade. Dan mungkin, dia sekarang di sisi Paman Brista,” kata Manik mencoba menenangkan adiknya.

    Ade menatap Manik dengan mata yang penuh kebingungan, tetapi juga penuh keyakinan. “Aku percaya, Kak. Kita harus waspada dan berhati-hati,” ucap Ade dengan suara lirih, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

    Malam ini berlalu dalam ketegangan dan kekhawatiran. Bibi Brista mencoba untuk tidur, tetapi terjaga berkali-kali oleh mimpi buruk yang menghantui pikirannya. Manik dan Ade juga sulit tidur, terus-menerus terbangun oleh suara-suara aneh dan keanehan yang mereka alami.

    Keesokan harinya, suasana pemakaman Paman Brista sangat hening dan terisi oleh duka cita yang mendalam. Mereka berkumpul di pemakaman, dikelilingi oleh kerabat dan sahabat yang datang memberikan penghormatan terakhir. Manik mencoba menjaga kekuatannya, memegang tangannya Ade dan Bibi Brista dengan erat. Manik berjanji pada dirinya sendiri untuk melindungi keluarganya dan mencari tahu kebenaran di balik semua kejadian aneh yang mereka alami.

    Setelah pemakaman selesai, Manik membawa Ade dan Bibi Brista pulang. Mereka memutuskan untuk menghadapi semua ini bersama-sama, menjaga satu sama lain dari ancaman yang tak terlihat. Sambil berjalan pulang, Manik merencanakan langkah-langkah berikutnya, mencoba memahami lebih banyak tentang kemampuan Magnesa yang dimiliki Manik dan mencari tahu bagaimana cara melindungi diri mereka dari makhluk aneh dan kabut putih yang misterius itu.

    Perjalanan mereka untuk mencari kebenaran dan melawan kegelapan baru saja dimulai. Mereka bersama-sama menghadapi masa depan yang penuh rahasia, mempererat ikatan keluarga, dan menghadapi tantangan yang tidak pernah mereka duga sebelumnya.

    Saat matahari terbenam, Manik, Ade, dan Bibi Brista kembali ke rumah mereka dengan hati yang berat. Suasana rumah terasa sunyi, tapi di dalam hati mereka, api keberanian mulai berkobar. Manik memutuskan untuk melakukan riset lebih lanjut tentang Magnesa dan segala sesuatu yang terkait dengannya.

    Mereka berdua duduk di ruang tamu, membuka buku-buku tua yang Paman Brista simpan. Manik membaca dengan tekun, mencari kenangan yang indah bersama Paman Brista. Ade duduk di sebelahnya, memegang tangan Manik dengan erat, memberikan dukungan moral yang dibutuhkan.

    Sementara itu, Bibi Brista menghabiskan waktu di dapur, mempersiapkan teh hangat dan makanan ringan untuk mereka. Bibi Brista tahu bahwa mereka membutuhkan kekuatan untuk menghadapi perjalanan yang sulit ini.

    Hari demi hari berlalu, Manik terus menggali pengetahuan mereka tentang dunia gaib. Manik menemukan bahwa Magnesa adalah kekuatan alam yang terkait dengan elemen-elemen tertentu. Manik juga menemukan bahwa kabut putih adalah makhluk entitas kiriman dari seseorang yang menguasai Amurva Pati.

    Pada suatu malam, ketika bulan purnama menerangi langit, Manik mendapat penglihatan aneh. Manik melihat bayangan Paman Brista dan kakek tanpa hidung itu muncul di depan Manik.

    Dapatkah Manik mengungkap identitas sosok yang dimaksud oleh kakek tanpa hidung tersebut? Meskipun Manik telah menjalani prosesi Hreyanisa, apakah kemampuan Magnesanya akan menjadi tidak berdaya di saat-saat seperti ini?

~ Catatan ~

    Suatu perpisahan yang tak terduga memberikan kejutan berarti dalam kehidupan, memberikan makna mendalam pada setiap kenangan dan cerita bersama orang-orang terkasih.

1
Vivi Z
lanjut author
weda kresna witana: oke siap
total 1 replies
Vivi Z
😭
weda kresna witana: jangan sedih-sedih reader
total 1 replies
Dima
sepi nih
weda kresna witana: Iya nih kurang ramai reader, kayaknya harus bikin konser
total 1 replies
Dima
gas terus author
weda kresna witana: pelan-pelan pak sopir
total 1 replies
Vivi Z
Kalau aku mah bukan ketakutan lagi, udah pingsan 🤣🤣🤣
weda kresna witana: Hahaha... author tahan dulu emosinya, soalnya author juga pas nulis cerita horor malah suka kagetan ^^
total 1 replies
Vivi Z
🥹🥹🥹author semangat ya
weda kresna witana: Berasa sih semangatnya terus!
total 1 replies
Vivi Z
Panji pasti ngang ngeng ngong thor untung Panji gak teriak terus loncat ke Manik 🤣
weda kresna witana: Panji kayaknya kuat sih
total 1 replies
Vivi Z
author... terlalu nyaman baca di noveltoon. manjakan lah kami pembacamu di platform ini author hihi... terus kalau bisa tambah lagi novel2 horor nya
weda kresna witana: Author bakal terus bertumbuh dan berkembang, ikutin terus author, karena author ingin reader senang... Author akan upayakan fokus ke noveltoon, jangan lupa download noveltoon *duh jadi promosi noveltoon hahaha
total 1 replies
Vivi Z
🥰🥰🥰🥰
weda kresna witana: seperti sedang jatuh cinta nih reader ^^
total 1 replies
Vivi Z
iiih kebayang ada orang malam2 manggil nama kita 🤣
weda kresna witana: kata orang tua sih katanya jangan nengok, cari aman aja
total 1 replies
Vivi Z
Manik bener2 nyalinya tinggi
weda kresna witana: Author salut juga kok sama Manik ahhaha
total 1 replies
Agas
ngeri juga ya wkwk
weda kresna witana: banget
total 1 replies
Agas
mampir thor
weda kresna witana: silakan gas
total 1 replies
Agas
gak kerasa ya udah 10 bab thor wkwkwk lama2 bisa jadi fans bayangan ke 100 eps
weda kresna witana: hahaha, kalau bisa 1000 episode
total 1 replies
Agas
lanjut lagi author
weda kresna witana: siap dilanjutkan agas
total 1 replies
Agas
berani juga Manik nanya ke makhluk goib wkwkwk
weda kresna witana: Kadang harus diberaniin sih
total 1 replies
Agas
Event genre horor cocok sih ini ceritanya fresh
Vivi Z: iya bener nih. semoga authornya juara 1 hahaha
total 1 replies
Dima
kayaknya yg digudang itu ada nayla lagi deh... kan awal2nya Nayla memang baik sama Manik... eh gak tahu deh, asal nebak aja hahaha
weda kresna witana: Kan nayla bukan nenek-nenek loh, eh apa iya juga ya, kayaknya gak sih ^^ dududu
total 1 replies
Dima
kenapa bisa Manik ketemu makhluk dimaha ini author... apakah ini tandanya Manik bakal masuk ke dimensi peteng??? ditunggu kelanjutannya author... Aku penasaran kalau Manik mengalami teror terus nyelamatin temen2nya deg2an sih kek main petak umpet sama Panji, untung Panji berhasil kabur
weda kresna witana: wah baca kelanjutnya sih, wajib. Soalnya Manik punya .... hehehe isi sendiri
total 1 replies
Dima
Mulai seru author. Intinya aku padamu yaaaa hihihi... jangan menyerah. Selalu semangat, kalau sempat balas chat, kalau nggak juga gak masalah. Aku tahu author pasti berjuang keras. Aku kasi gift tonton iklan dulu aja ya hihi... Semangat bujang
weda kresna witana: Nyerah karena belum bisa jadi yang terbaik buat pembaca
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!