Josephine Silva alias Joey merupakan seorang gadis lugu dan polos.
Suatu hari dia bertemu dengan Devano Geraldi atau biasa dipanggil Al.
Mereka saling mencintai dan saling percaya satu sama lain.
Hingga pada suatu ketika di acara pernikahan mereka, tiba-tiba saja Al menggagalkan acaranya tanpa alasan yang pasti.
Lambat laun, ketika Joey sudah menata hatinya dan bangkit kembali, ia bertemu dengan Marcus Hanson Antinio (Mark), dengan sifat yang berbeda jauh dengan Al.
Mark pria yang angkuh dan sombong.
Mark melakukan berbagai banyak cara untuk bisa mendapatkan hati Joey.
Akankah Mark berhasil mendapatkan hati dan juga cinta Joey?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riana a s, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ternyata Bukan Joey, Lalu Joey Kemana?
Mark meninggalkan ruangannya menuju lobby. Ia nelangkah pasti dan percaya diri karena sang kekasih sedang menunggunya.
"Beb, kamu udah lama menungguku?" tanya Mark saat sampai di lobby.
Ia melihat seorang gadis yang duduk menunggunya sambil memainkan ponselnya. Gadis itu menoleh ke belakang karena ia mendengar suara langkah kaki. Ia terkejut melihat Mark yang ada sudah ada di belakangnya.
"Mark, kamu kapan sampai di sini?" tanya gadis itu lagi.
Mark terkejut melihat gadis itu. Ia bukan Joey.
Joey kemana? Bukannya Joey tadi yang datang? kemana kamu Joey? Sialan sekretaris itu. Berarti dia bohong ke saya. batin Mark dalam hati.
Ia kesal karena Joey sudah tidak ada di sana.
la merasa sekretarisnya Jenni membohonginya.
"Mark." panggil gadis itu lagi.
Tapi Mark masih belum menyahut. Ia masih belum menyadari ada orang yang memanggil-manggil nya dari tadi. Gadis itu mendekat dan langsung memeluk Mark.
"Kak Marcus Hanson. Aku sangat merindumu." ucapnya lagi.
Mark pun tersadar.
"Denitha? Kok kamu bisa ada di sini?" tanya Mark kepada gadis itu dan membalas pelukannya.
Denita adalah sepupu jauh Mark dari sang mama.
"Aku rindu kakak tau. Udah lama kita nggak jumpa." rengek gadis itu manja di dekapan Mark.
"Sejak kapan kamu di sini?" tanya Mark lagi.
"Baru sepuluh menit yang lalu kak." ucap Denitha.
"Oh." ucap Mark singkat. Ia baru sadar dari pikirannya. Apa yang dikatakan Jenni benar. Tadi Joey ke sini hendak menemui Mark.
Ah, sial. Kenapa pula aku tadi melamunnya terlalu lama? Jadinya Joey pergi entah kemana. gerutu Mark di dalam hatinya.
"Kok oh. Kakak nggak senang aku di sini? Aku pulang aja deh." rajuk Denitha.
Lalu melepaskan pelukannya dari Mark.
"Kak." panggil Denitha memecah lamunan Mark.
"Iya". ucap Mark datar.
"Aku ingin lihat ruangan kakak. Sekalian aku mau istirahat di sana. Boleh kan?" tanya Denitha Manja.
"Nggak boleh. Kakak mau pergi meeting. Mendingan kamj pulang saja." kata Mark menolak.
Itu hanya alasannya agar Denitha mau oulang. Karena Mark ingin mencari kemana perginya Joey. Ia masih memikirkan Joey dari tadi makanya tidak fokus dengan sepupunya itu.
"Kakak mah pelit." ucap Denitha.
"Bukan pelit. Tapi kakak memang mau ada meeting sebentar lagi." ucap Mark mencoba membuat Denitha mengerti.
"Ya udah. Kakak rapat aja. Aku nunggu di ruangan kakak. Gimana?" tanya Denitha masih tak menyerah.
Tetap juga dengan rengekan manjanya. Dari dulu ia memang selalu begitu terhadap Mark. Dan Mark pun tak pernah protes atas perlakuannya.
"Pak, maaf saya mengganggu. Seluruh pemegang saham sudah menunggu bapak di ruang rapat." ucap Jenni yang baru saja tiba.
Nafasnya masih tersengal akibat berlarian mencari keberadaan bosnya itu.
"Baik, saya akan segera ke sana." ucap Mark tegas dan serius.
Jenni pun berlalu. Ia enggan berlama-lama dengan bosnya itu apalagi dengan hadirnya seorang gadis cantik di sampingnya.
Sejujurnya Jenni masih bingung saat melihat kedekatan Mark dengan gadis itu. Jenni tidak mengetahui bagaimana hubungan mereka. Sementara hubungan Joey dan Mark, Jenni tau semuanya.
Jenni juga menyukai dan mengagumi seorang Mark semenjak dia pertama kali bekerja di perusahaan Mark sebagai sekretaris Mark.
Tapi ia sangat tau diri. Mark tak akan mungkin mau memilihnya. Maka Jenni pun hanya bisa melihat Mark dengan wanita lain tanpa memberi isi hatinya pada Mark maupun orang lain.
Rasa minderlah yang lebih berkuasa. Ia juga sadar bahwa dirinya tak sebanding dengan Mark. Mark seorang pangeran dan dirinya hanyalah gadis cupu dan miskin.
Dengan gontai, Jenni melangkahkan kakinya ke ruang rapat. Para pemegang saham sudah duduk di kursi masing-masing. Hanya kursi kerajaan Mark yang belum terisi.
"Ya sudah. Terserah kamu saja. Nanti kalau perlu apa-apa, kamu minta saja ke petugas yang ada di lobby ya. Kakak pergi dulu." ucap Mark.
Ia pun melangkahkan kakinya dengan pasti ke ruang meeting.
Semua pemegang saham berdiri dan menundukkan kepala saat melihat presiden perusahaan datang. Mark menyambut mereka dengan senyum tipisnya dan mempersilakan semuanya untuk duduk kembali.
Rapat pun dimulai. Semua orang yang ada di sana terlihat sangat antusias. Dan sangat memahami bidangnya masing-masing. Begitu juga dengan Jenni.
Ia sibuk mencatat segala tugasnya yang berhubungan dengan presiden perusahaan tersebutm Jenni adalah sosok yang pintat, dan memiliki ingatan yang sangat kuat. Selain cantik, ia juga ramah dan polos. Hal itulah yang membuat Mark mau menerima Jenni sebagai sekretarisnya.
Satu jam kemudian, rapat pun berakhir. Semua orang keluar dari ruang rapat dengan wajah lelahnya masing-masing. Yang tersisa hanya Jenni dan Mark di ruang rapat. Ya, selagi masih di kantor Jenni harus menunggu aba-aba dari Mark.
Apakah dia sudah bisa meninggalkan Mark sendirian atau belum hanya Mark yang memutuskan.
Sementara Mark masih sibuk membaca laporan hari ini, rangkuman hasil rapat yang ditulis Jenni di note booknya. Sesekali Mark berpikir lalu mengangguk sendirian. Sambil memberi tanda pada kata yang sudah dibacanya dengan pena.
Mark pun lupa tentang Joey. Dari tadi Mark juga belum ada menghubungi Joey lewat ponselnya.
"Kamu bisa keluar sekarang!" ucap Mark dengan tegas kepada Jenni.
"Baik, pak. Saya permisi." ucap Jenni menundukkan kepalanya.
Ia berjalan keluar lalu menutup pintu ruang rapat. Kebiasaan itu akan selalu dilakukan Jenni saat bosnya itu sendirian di ruangan. Dan itu juga adalah peraturan yang dibuat Mark sendiri.
Mark meraih ponselnya yang terletak di atas mejanya. Ia mencari kontak atas nama Joey.
Nomor yang anda tuju tidak menjawab. begitu bunyi suara ponsel Mark.
Ia mengulangi kembali. Tetapi hasilnya sama. Joey masih tidak mengangkat panggilan darinya. Perasaan gelisah menghantui Mark saat ini. Berkali-kali ia menghubungi Joey tetapi Joey tak menghiraukan panggilannya.
"Argh." ucap Mark marah. Ia menjatuhkan semua kertas dan note book yang berada di depannya. Pikirannya mulai kacau.
Sementara di ruangan Mark, Denitha duduk di sofa. Ia memainkan ponselnya dengan serius. Tiba-tiba ia merasa lapar. Ia baru sadar kalau Jenni tidak makan dari tadi pagi. Denitha berjalan menuju meja Mark lalu merah gagang telepon.
"Hallo, tolong antarkan saya spagethi sekarang! Saya lapar." ucap Denitha di telepon.
Ia melihat nomor telepon lobby dari buku telepon perusahaan yang berada di ruangaan Mark.
"Baik, bu. Nanti akan diantar ke ruangan bapak presdir." sahut suara perempuan dari sebrang.
Dengan cepat Denitha mematikan sambungan telepon dan meletakkannya kembali dengan kasar.
"Awas aja kalau nggak enak." gerutu Jenni.
Ia lalu kembali ke sofa dan memainkan ponselnya kembali.
Di dalam mobil.
"Pak, tolong cepat pak. Saya tidak ingin mama kenapa-kenapa." ucap Joey panik.
'Iya, bu. Ini juga saya sudah usahakan lebih cepat.