NovelToon NovelToon
Debaran Hati

Debaran Hati

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Pelakor
Popularitas:822
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Mengisahkan mengenai Debby Arina Suteja yang jatuh cinta pada pria yang sudah beristri, Hendro Ryu Handoyo karena Hendro tak pernah jujur pada Debby mengenai statusnya yang sudah punya istri dan anak. Debby terpukul sekali dengan kenyataan bahwa Hendro sudah menikah dan saat itulah ia bertemu dengan Agus Setiaji seorang brondong tampan yang menawan hati. Kepada siapakah hati Debby akan berlabuh?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tak Ingin Khawatir

Hendro mengepalkan tangannya kuat-kuat, rahangnya mengeras. Amarah membakar dirinya ketika ia mendapatkan informasi bahwa Debby mengajak Agus bertemu dengan kedua orang tua wanita itu. Informasi ini ia dapatkan dari mata-mata suruhannya yang terus membuntuti Debby. Di mata Hendro, tindakan Debby ini adalah pengkhianatan terbesar. Ia merasa cemburu dan dendamnya semakin menggebu.

"Jadi... kau berani membawa pemuda itu ke rumah orang tuamu, Debby? Kau benar-benar menantangku!" geram Hendro seorang diri di dalam mobilnya yang terparkir tak jauh dari rumah orang tua Debby. Ia tidak akan tinggal diam.

Dengan otak yang dipenuhi amarah dan obsesi, Hendro kembali menyusun rencana jahat. Kali ini sasarannya adalah rumah orang tua Debby. Ia ingin Debby tahu bahwa ia bisa menyentuh siapa pun yang berani mendekati wanita itu.

Setelah memastikan suasana sekitar cukup sepi, Hendro mengeluarkan sekantong petasan besar dari bagasi mobilnya. Petasan itu berukuran cukup besar dan biasa digunakan untuk perayaan yang sangat meriah. Hendro dengan hati-hati menyalakan sumbu salah satu petasan, lalu dengan sekuat tenaga melemparkannya ke arah jendela rumah orang tua Debby.

DUAR!

Suara ledakan petasan yang sangat keras memecah keheningan malam. Kaca jendela rumah orang tua Debby langsung pecah berhamburan, serpihannya menyebar ke segala arah. Asap dan bau mesiu memenuhi udara. Orang tua Debby yang sedang bersantai di dalam rumah terkejut dan panik mendengar suara ledakan itu.

Hendro menyeringai puas melihat kerusakan yang ia timbulkan. Tanpa menunggu lama, ia segera menyalakan petasan kedua dan kembali melemparkannya ke arah jendela lain.

DUAR! DUAR!

Ledakan kedua dan ketiga menyusul, menghancurkan jendela-jendela lain di rumah itu. Orang tua Debby yang melihat jendela rumahnya hancur berantakan merasa ketakutan dan bingung. Mereka tidak mengerti siapa yang melakukan tindakan sekeji ini.

Hendro tertawa jahat di dalam mobilnya. "Rasakan itu, Debby! Ini baru permulaan jika kau berani melawanku!" Ia merasa puas telah memberikan "peringatan" kepada Debby. Baginya, setiap tindakan keji yang ia lakukan adalah cara untuk menunjukkan dominasinya dan memaksa Debby kembali padanya.

Setelah melampiaskan amarahnya, Hendro segera melajukan mobilnya pergi dari lokasi, meninggalkan kekacauan dan ketakutan di rumah orang tua Debby. Ia sama sekali tidak memikirkan keselamatan orang tua Debby atau dampak psikologis yang akan ditimbulkan. Pikirannya hanya tertuju pada satu hal: Debby harus kembali padanya, bagaimanapun caranya. Hendro semakin terjerumus dalam lingkaran setan obsesi dan kekerasan, tidak menyadari bahwa setiap tindakan jahatnya justru semakin mendorong Debby menjauh dan memperburuk nasibnya sendiri.

****

Naura duduk lemas di sisi jalan, memeluk Marcella yang tertidur pulas. Di sampingnya, Subeni dan Haryati tampak putus asa, menatap tumpukan barang-barang seadanya yang menjadi satu-satunya harta benda mereka. Mereka baru saja diusir lagi, kali ini dari rumah kontrakan terakhir mereka. Uang mereka sudah ludes, habis untuk biaya pengobatan Naura di rumah sakit dan kebutuhan sehari-hari yang terus membengkak tanpa adanya pemasukan.

"Kita mau ke mana lagi, Yah?" lirih Haryati, suaranya parau menahan tangis. "Uang kita sudah tidak ada. Mau tidur di mana malam ini?"

Subeni hanya bisa menggelengkan kepala, wajahnya tampak lelah dan putus asa. "Ayah juga tidak tahu, Bu. Semua kenalan sudah kita datangi, tapi tidak ada yang bisa membantu."

Naura menatap wajah lelah orang tuanya. Hatinya perih. Ia merasa menjadi beban bagi mereka. Di saat seharusnya ia bisa menopang keluarganya, ia justru terus-terusan membawa masalah. Pekerjaan yang baru didapatkannya lenyap begitu saja, hanya karena ulah sepupu yang penuh dengki.

"Maafkan Naura, Ayah, Ibu," bisik Naura, air mata mengalir di pipinya. "Seharusnya Naura bisa menjaga kalian, bukan malah membuat kalian menderita seperti ini."

"Jangan bicara begitu, Nak. Ini bukan salahmu," kata Subeni lembut, mengusap bahu putrinya. "Ini semua cobaan. Kita pasti bisa melewati ini bersama."

Di kejauhan, Fathia menyaksikan penderitaan Naura dan keluarganya dengan senyum lebar yang mengerikan. Ia bersembunyi di balik pohon, menikmati setiap detik kesengsaraan yang ia ciptakan. Hatinya dipenuhi kemenangan. Naura, yang selalu ia irikan, kini benar-benar hancur.

"Lihatlah mereka. Miris sekali," gumam Fathia seorang diri, tawanya nyaris meledak. "Memang pantas kamu seperti itu, Naura. Hidupmu akan terus menderita!"

Fathia sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalah atau iba. Dendamnya yang sudah mengakar kuat telah membutakannya dari segala rasa kemanusiaan. Baginya, melihat Naura sengsara adalah puncak kepuasan.

Naura dan keluarganya hanya bisa pasrah. Mereka tidak tahu harus mencari perlindungan ke mana lagi. Jalanan kota terasa begitu dingin dan kejam. Mereka hanya bisa berdoa dalam hati, berharap ada keajaiban yang datang di tengah keputusasaan yang melanda. Ketidakpastian masa depan membayangi mereka, namun mereka tetap berpegangan tangan, saling menguatkan di tengah badai kehidupan yang tak henti-hentinya menerpa. Kejahatan Fathia telah membuat mereka kehilangan segalanya, bahkan harapan.

****

Pagi yang seharusnya tenang di kediaman Lukman dan Rena, orang tua Debby, berubah menjadi kekacauan. Mereka terbangun oleh suara ledakan keras yang disusul dengan pecahan kaca berserakan. Saat mereka keluar kamar, pemandangan di ruang tamu membuat mereka terperangah. Jendela-jendela hancur, kusennya retak, dan bau mesiu menusuk hidung.

"Ya Tuhan! Apa yang terjadi ini, Yah?" seru Rena panik, menatap Lukman dengan wajah pucat.

Lukman, meskipun terkejut, berusaha tetap tenang. "Ayah juga tidak tahu, Bu. Sepertinya ada yang sengaja melemparkan sesuatu." Ia melangkah hati-hati mendekati jendela yang pecah, memeriksa kerusakan.

Tak lama kemudian, Debby keluar dari rumah orang tuanya juga. Ia melihat keramaian di depan rumah dan langsung tahu ada sesuatu yang tidak beres. Begitu masuk, ia melihat kerusakan yang parah. Hatinya mencelos. Ia yakin seratus persen, ini pasti ulah Hendro.

"Ayah, Ibu! Apa yang terjadi?" tanya Debby cemas, menghampiri kedua orang tuanya.

Rena menoleh, air mata mulai menggenang di matanya. "Rumah kita, Nak... hancur dilempari sesuatu. Kami tidak tahu siapa yang tega melakukan ini."

Debby memeluk ibunya. "Aku tahu, Bu. Ini ulah Hendro."

Lukman dan Rena menatap Debby dengan tatapan terkejut. "Hendro? Tapi kenapa?" tanya Lukman, tidak percaya.

Debby menarik napas dalam-dalam, menguatkan diri. "Ayah, Ibu, ada banyak hal yang belum sempat aku ceritakan. Hendro... dia bukan orang yang kalian kira."

Debby kemudian menceritakan semua teror yang dilakukan Hendro selama ini. Mulai dari insiden di kafe, kecelakaan Agus, penculikan dirinya, hingga keributan di apartemen. Ia juga menceritakan bagaimana Hendro tidak bisa menerima kenyataan bahwa ia tidak ingin kembali padanya, dan bagaimana pria itu menjadi semakin terobsesi dan berbahaya.

Lukman dan Rena mendengarkan cerita Debby dengan ekspresi marah yang semakin kentara. Wajah Lukman memerah, tangannya terkepal. Rena terisak mendengar penderitaan yang dialami putrinya.

"Jadi, dia yang melakukan semua ini? Dia berani-beraninya mengganggu putriku, bahkan sampai merusak rumah kita?!" geram Lukman, suaranya menggelegar.

"Dia memang sudah gila, Yah. Dia tidak terima aku menolak keinginannya," jelas Debby.

Rena memeluk Debby erat. "Ya Tuhan, Nak. Kenapa kamu tidak cerita dari awal?"

"Aku tidak ingin membuat kalian khawatir," jawab Debby lirih.

1
kalea rizuky
klo ortu agus gk bs nrima ywda
kalea rizuky
lanjut
Serena Muna: terima kasih kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!