Jika kamu mau bermain api, berarti kamu harus siap untuk terbakar, karena jika api asmara sudah berkobar akan sulit untuk mematikannya.
Dan jika kamu berani untuk menyakiti, berarti harus siap untuk disakiti, ini bukan soal Karma, tapi itu hasil dari apa yang pernah kamu tanam.
Pertukaran pasangan adalah hal yang tidak wajar dilakukan, namun Embun Damara dan Arsenio Hernandes terpaksa melakukannya, karena desakan dari pasangan masing-masing.
Namun siapa sangka, yang awalnya mereka menentang keras dan merasa tersakiti, kini butir-butir cinta mulai bersemai dihati mereka masing-masing, walau masih ragu, tapi rasa sayang dan cinta diantara mereka mengalir begitu saja seiring berjalannya waktu. Padahal perjanjian mereka hanya bertukar pasangan selama satu bulan saja.
Akankah cinta mereka akan kekal sampai nanti, atau harus putus karena masa perjanjian sudah selesai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iska w, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23.Pembalasan.
Flashblack
Embun masih bisa tersenyum saat dia keluar dari ruangan Arsen kali ini, karena dia bisa sedikit menghibur Arsen yang sedang tersulut emosi karena masalah pekerjaan dan yang lebih membuat dia bahagia lagi, perlakuan Arsen yang bisa begitu lembut dengan dia, padahal masih dalam keadaan marah.
Namun saat Embun baru saja ingin melangkah kembali ke Ruangannya, dia mendapati Bagas yang sedang bersenda gurau didekat tempat kerja Nevika dan membicarakan tentang dirinya dan juga Arsen.
"Kamu sweet banget sih Ayank, jadi iri banget akunya, pasti seneng deh jadi Embun, bisa selalu dekat dengan kamu, aku jadi nggak bosen berada ditempat kerja." Karena disaat dia pamit ke kamar mandi, disela-sela waktunya dia menyempatkan diri untuk ke meja Nevika, walau hanya sekedar ngobrol sebentar dengannya.
"Embun itu tidak semanis kamu, dia hanya perduli dengan pekerjaannya saja." Karena saat ini kekasihnya Nevika, sudah pasti dia mengagungkan Nevika, karena secara mulut Nevika memang selalu bisa berbicara manis, sedangkan Embun memang tidak pandai berbicara romantis dengan Bagas, namun Embun lebih mencurahkan kasih sayangnya lewat perlakuan dan tindakan.
"Sama, Arsen pun begitu, setiap hari dia pulang lambat, kadang males berangkat bareng sama dia, karena nanti pulangnya pasti lambat, untung aja gajinya gede, nggak sia-sia kan aku nungguin dia pulang." Mereka berdua seolah mengeluarkan sisi yang buruk dari pasangan asli mereka, walau bahkan sebenarnya baiknya itu selalu menutupi kekurangannya.
"Embun juga gede gajinya, tapi yang paling penting dia bisa bantuin pekerjaan gue setiap saat, jadi gue bisa santai di Kantor." Saat ini dia bekerja sedikit ekstra, karena semua pekerjaannya dia sendiri yang menyelesaikannya, padahal biasanya kalau ada Embun, dia sering pergi ke Kantin Kantor ataupun kemana saja yang dia mau, yang penting pekerjaannya beres.
"Sebenarnya dia kekasihmu atau pembantumu sih?" Ledek Nevika dengan senyum yang terlihat merendahkan.
"Dua-duanya." Jawab Bagas dengan mantapnya, karena memang seperti itulah keadaannya, Embun saja yang terlalu lemah oleh Bagas dan hanya dibutakan oleh yang namanya Cinta.
"Bahahaha." Bagas dan juga Nevika tertawa lepas karenanya, bahkan tanpa melihat disekitar, seolah Kantor itu adalah miliknya, namun ternyata dari sudut lain ada Embun yang sudah mengeratkan barisan gigi putihnya dengan geram saat mendengar dan melihat apa yang mereka bicarakan.
"Owh iya.. akhir pekan ini ada Gathering, kita ikut yuk." Nevika yang memang paling suka dengan hal-hal yang menyangkut dengan tema jalan-jalan, sudah pasti tidak mau ketinggalan.
"Ayuk, kita bisa sambil liburan juga kan?" Begitu juga dengan Bagas, karena memang mereka berdua itu satu server, jadi banyak kesamaan dalam angan mereka.
"Iya dong dan yang pasti kita bisa berduaan sepuasnya tanpa harus mikirin pekerjaan."
Mereka berdua bahkan saling berpegangan tangan tanpa perduli dengan siapapun yang akan melihatnya dan menggosip tentang mereka.
"Bener banget tuh, aku juga lama nggak pergi hang out ke tempat-tempat yang asri begitu."
"Nanti kalau nginep, kita satu kamar ya?" Bagas mulai mengeluarkan rayuan mautnya, dia seolah tidak ingin melewatkan satu bulan ini dengan biasa-biasa saja, karena memang salah satu tujuan utamanya untuk mencari sebuah sensasi.
"Emang boleh?" Nevika seolah tidak percaya, karena ini acara Kantor, bukan acara pribadi yang bisa sesuka hati memilih tempat.
"Bisa diatur, tenang saja!" Bagas yang memang punya seribu tingkah licik langsung tersenyum penuh makna.
"Tapi nanti---"
"Sudahlah, semua pasti akan aman, okey?" Dia memberikan penegasan seolah dialah pengurus acara ini.
"Aku percaya denganmu."
"Kissnya mana dong?" Pinta Bagas yang langsung menempatkan wajahnya dihadapan Nevika dengan manjanya, seolah dunia hanya milik mereka berdua.
Cup
Dan saat kedua bibir itu saling menempel, disitulah Embun memejamkan kedua matanya, seolah masih belum sanggup jika hal itu terjadi tepat didepan mata.
Selain hatinya yang terluka karena dianggap pembantu, Embun pun seolah kesal dengan kedekatan mereka yang terlewat batas seperti itu.
"Awas saja kalian, aku tidak akan pernah rela kalian bahagia diatas luka hatiku." Umpat Embun dengan emosi yang sudah meradang, selama ini dia melakukan semua hal demi Bagas, namun kenyataannya air susu malah dibalas dengan air tuba.
Susah payah Embun mengalah dan menerima pertukaran pasangan ini, namun kenapa harus ditambah menghina, bahkan menggangapnya sebagai pembantu, jadi dia tidak akan tinggal diam dan akan membuat Gathering kali ini menjadi moment buruk bagi mereka berdua.
Hingga akhirnya Arsen datang mengagetkannya, dan saat itu juga Embun sedikit memaksa Arsen agar mereka berdua ikut serta dalam acara Gathering Kantor kali ini.
Flashback Off
Semua Karyawan Kantor sudah berkumpul semua pagi ini, untuk menunggu Bis jemputan yang akan mengantarkan mereka semua ke sebuah Resort yang ada di lereng bukit.
Tak terkecuali Embun dan juga Arsen yang sudah bersiap dengan tas ransel mereka masing-masing, karena seluruh karyawan akan menginap satu hari satu malam disana.
Dalam Bis itu tersedia ruang esklusif dengan fasilitas kursi sleeper pada bagian depan dan kursi biasa dibarisan belakang, yang menggunakan kursi sleeper adalah para ketua Divisi disana, dan karyawan lainnya duduk dikursi belakang, namun masih tersisa kursi sleeper double kosong dalam Bis itu.
"Ayang, aku mau juga duduk di kursi sleeper disana." Rengek Nevika dengan tingkah manjanya.
"Itu untuk para ketua divisi yank." Jawab Bagas yang sedang duduk sambil menyusun barang-brang Nevika diatas kursi.
"Minta saja sama si Embun, biar dia uruskan." Nevika terbiasa mendapatkan apa yang dia inginkan, jadi ketika ada kursi yang lebih bagus dia pun iri melihatnya.
"Gimana kalau kamu aja yang ngomong sama Arsen?" Ucap Bagas yang sebenarnya malas jika harus meminta-minta seperti itu, karena biasanya segala keperluan apapun selalu Embun yang menyiapkannya, bahkan yang terbaik.
"Nggak mau, tau sendiri kan Arsen orangnya kayak gimana, kalau Embun kan biasanya nurut sama kamu, ayolah Ayank itu paling belakang masih ada sleeper double yang kosong, perjalanannya kan cukup jauh biar kita bisa duduk nyaman juga kan." Rengek Nevika tanpa mau tahu, karena saat dengan Arsen apapun yang dia minta selalu dikabulkan.
"Ya sudah, tunggu sebentar."
Sebenarnya Bagas pun enggan melakukannya, karena sudah pasti dia merasa jaim dengan Embun, dia sendiri yang membuat peraturan agar mereka tak saling mengenal, dan sekarang harus meminta kursi esklusif karena permintaan dari Nevika.
"Eherm.. Embun bisa kita bicara sebentar?" Dengan terpaksa dia pun maju dan memanggil Embun disana.
"Kenapa?" Tanya Embun dengan wajah datarnya, saat ini dia sudah duduk disebelah Arsen.
"Itu kursi disamping kamu kosong kan, nggak ada yang pakai kan?" Bagas mengeluarkan suara selembut mungkin, karena biasanya Embun akan luluh jika dia sudah bersikap seperti itu.
"Apa kursi dibelakang kurang?" Tanya Embun tanpa mau memandang kearah wajah Bagas, bahkan dia mulai menselonjorkan kedua kakinya dengan senyaman mungkin.
"Tidak, cuma--"
"Pergilah kebelakang karena Bis sudah mau jalan, tidak ada perbedaan diantara kalian, nanti ada yang iri kalau kalian duduk di kursi esklusif." Ucap Embun tanpa mau perduli, bahkan dia menyilangkan kakinya dengan wajah yang dia setting menjadi orang sombong.
"Tapi kan Embun kamu bisa diam-diam saja, mereka juga nggak ada yang berani melawan kalau kalian sudah mengaturnya." Pinta Bagas yang takut kalau Nevika nanti ngambek karena dia tidak berhasil mengabulkan keinginannya.
"Nggak bisa." Tolak Embun yang langsung mendapatkan satu senyuman manis dari Arsen, dia memilih menyimak saja tanpa mau berkomentar karena merasa Embun sudah bisa mengatasinya sendiri, dia bahkan bersenandung sambil menyandarkan kepalanya di kursi nyaman itu dan merentangkan selimut hangat yang tidak didapatkan di kursi biasa.
"Embun, apa kamu lupa kalau aku dan Nevika adalah pasangan kalian yang asli, masak iya nggak ada keistimewaan untuk kami, mereka semua pasti pahamlah." Bujuk Bagas dengan segala cara.
"Bukannya kamu sendiri yang membuat peraturan itu, apa kamu mau melanggarnya?" Embun punya alasan tepat untuk membalikkan ucapan dari Bagas.
"Embun, ini hanya masalah kursi saja, nggak perlu sampai segitunya, lagian itu kosong nggak ada yang pakai." Dia tak habis pikir, baru beberapa hari mereka bertukar pasangan tapi Embun sudah banyak berubah.
"Biarkan saja, nanti biar aku buat naruh barang." Celetuk Embun yang tetap tidak terbujuk sedikitpun.
"Arsen, apa kamu tega melihat Nevika kakinya pegel karena nggak bisa duduk selonjoran?" Karena gagal membujuk Embun, dia berpindah membujuk Arsen, siapa tahu beruntung pikirnya.
"Kamu yang buat peraturan, apa kamu sendiri yang mau melanggarnya? atau kamu mau permainan kita berakhir sekarang juga hanya karena masalah kursi?" Dan satu jawaban Arsen sudah membuat Bagas langsung mati kutu, dia tidak akan rela mengakhiri permainan yang baru dia mulai.
"Astaga kalian berdua ini jahat sekali, ayolah sekali ini saja ya Embun, kalau kalian yang mengatur pasti beres deh, bisa kan Embun?" Bagas tetap berusaha dititik terakhirnya.
"Bisa." Celetuk Embun tiba-tiba.
"Beneran bisa? yes.. terima kasih Embun." Wajah Bagas langsung terlihat sumringah, akhirnya misi dia berhasil pikirnya.
"BISA DIAM NGGAK!" Teriak Embun sambil melotot kearah Bagas.
"Pffftth." Arsen bahkan langsung melengos karena menahan senyuman dan tawanya, baru kali ini dia melihat Embun seberani itu, karena biasanya saat menghadapi Bagas selalunya dia hanya bisa menangis saja.
"Embun, kamu inilah!" Bagas langsung berkacak pinggang dan merasa tidak terima.
"Pergi duduk kembali ke tempat kalian masing-masing! jadi orang itu sadar diri, sadar posisi, baru dikasih hati sedikit saja, langsung ngelunjak kalian." Umpat Embun yang sengaja memiringkan tubuhnya kearah Arsen tanpa mau perduli dengan reaksi Bagas yang terlihat marah.
"Embun! kamu berani melawanku sekarang?" Teriak Bagas kembali.
"Pergi ke tempatmu semula, atau kita batalkan saja acara Ganthering kali ini?" Namun suara Embun tak kalah keras saat menjawabnya.
"Aish, awas kamu ya!" Dan Bagas hanya bisa mundur dengan perasaan kecewa.
"Bodo amat!" Umpat Embun dengan acuh.
"Embun, kamu hebat sayang." Dan disitulah Arsen mengacungkan kedua jempolnya, dia begitu takjub dengan pembalasan yang Embun lakukan.
"Ini baru permulaan, akan aku buat sesuatu yang lebih berkesan lagi untuk mereka berdua saat di Resort nanti, mereka pikir mereka itu siapa, berani menghinaku begitu saja, kalau mau tukar pasangan ya tukar saja, kenapa harus pakai menghina segala, bukannya permainan ini hanya satu bulan saja?" Embun memang lebih pendiam orangnya, namun jika dirinya sudah disepelekan tanduknya juga bisa keluar, karena dia juga hanya manusia biasa yang bisa kesal dan marah.
"Kamu marah?" Tanya Arsen sambil mengamati wajah Embun yang tak biasa.
"Bolehkan aku marah?" Tanya Embun dengan polosnya.
"Boleh, mau marah atau enggak juga kamu tetep cantik."
Berrrrrrr!
Belum juga Bis yang mereka tumpangi berangkat ke lereng Bukit, namun seolah hawa semilir dari sana sudah datang menyeruak diwajah Embun yang putih gebu itu.
Beberapa orang tidak akan belajar bagaimana cara menghargai orang lain, sampai mereka merasakan apa itu kehilangan.
Bahkan kehidupan yang bahagia tak akan pernah ada tanpa sedikit kegelapan. Kata bahagia akan kehilangan maknanya jika tak diseimbangkan dengan kesedihan. Akan lebih bijak jika kita menerima segalanya dengan kesabaran dan ketegaran. -Carl Jung