Kala gemerlut hati semakin menumpuk dan melarikan diri bukan pilihan yang tepat.
Itulah yang tengah Gia Answara hadapi. Berpikir melarikan diri adalah solusi, namun nyatanya tak akan pernah menjadi solusi terbaik untuknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon _NM_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
XIII
Tuhan telah sangat indah menciptakan kisah. Menjadikan semua takdir yang telah terbentuk, bukan hanya sebagai memori yang diingat, tetapi juga untuk pembelajaran penting dalam kehidupan. Sejatinya takdir adalah tempat untuk belajar, bukan tempat untuk menggoreskan memori.
Tentu Jordan tahu, sangat tahu. Menikah dengan seorang wanita bernama Keysha Salsabila, membuat hidupnya kembali pada sang pencipta. Raganya yang haus akan dunia juga kini menemukan tempat untuk kembali dan tertuju.
Wanita itu, baik hatinya, murni kesetiaannya, santun tindak tanduknya, cantik parasnya. Jordan bersyukur, sangat bersyukur dengan hal itu.
Bahkan saat sebelum menikah, Jordan selalu merasa perbedaan signifikan terhadap keadaannya, tiba-tiba dia telah menjadi seorang duda dengan 2 anak kembar di usia sangat muda. Bingung, lontang lantung, kosong, raga yang tak memiliki tujuan, yah itulah yang dihadapi Jordan.
Namun, sesaat setelah ijab kabul telah dilayangkan, ketika kata sah terucap, Jordan mendapatkan bakti yang teramat tulus, seolah menandakan dialah penyempurna hidup. Sedikit demi sedikit Jordan mulai merasa dimengerti, dibutuhkan, dan dihormati.
Tetapi tetap saja, hidup hanyalah sebuah pembelajaran setiap waktunya. Cobaan akan sebuah keturunan menjadi cobaan yang berusaha dia dan istrinya lewati. Keguguran 3 kali selama masa pernikahan, membuatnya harus merasa cukup dengan kedua anaknya.
Yah, memang Jordan akan merasa cukup, tetapi tidak untuk wanita lemah lembut itu. Selain, tindak tanduknya yang lemah lembut, hatinya pun teramat lembut. Banyak cacian yang membuat wanita itu merasa sedih, merasa mundur, merasa tak layak, merasa tak patut dicintai. Sebagai seorang suami, Jordan tentu hanya dapat memberikan lingkungan positif untuk tempat keluh kesah sang istri. Tapi tak apa, semua itu akan ia dan istrinya lewati dengan tangguh.
Hal itu, membuatnya lupa. Bahwa terdapat masa 1 tahun selama hidupnya yang seolah terhapus tanpa rekam jejak dibaliknya. Awalnya Jordan tak terusik, berusaha merasa cukup dengan usahanya dulu, saat dirinya harus rela bolak balik masuk rumah sakit hanya karena pingsan saat mencoba mengingat kejanggalan demi kejanggalan yang mengisi.
Jordan selama ini telah mencoba ikhlas dan mulai menata kehidupannya lebih baik lagi. Saat ini anak-anaknya Jordan tengah berusia 12 tahun. Bukan umur anak-anak lagi, untuk dapat dibohongi. Jadilah kini ia hanya fokus pada keluarganya, keluarganya, dan keluarganya.
Namun sebuah kejadian yang tak dapat diduga tiba-tiba meruntuhkan sebuah keyakinannya akan kata 'cukup'. Kejadian yang entah bagaimana dapat menemukan memori yang telah lama hilang. Jordan ingat semua. Tentang kesalahannya, rasa sesalnya, dan penderitaan seorang wanita. Jordan ingat itu semua.
Hidupnya tidak sesimple cerai, menikah lagi, hidup bahagia. Banyak benang kusut yang jika dibiarkan akan semakin kusut dan melukainya sedikit demi sedikit. Kenangan itu kembali, kisahnya kembali, dan hal paling menyakitkannya lagi janjinya tak dapat dikembalikan dengan sempurna.
Nyatanya Jordan telah melukai salah satu hati wanitanya tanpa disengaja. Jordan menceraikan wanita itu tanpa alasan yang benar. Meninggalkan wanita itu dengan dua buah hati mereka yang lain tanpa mengucapkan salam. Tak mendampingi hari-hari yang telah wanita itu perjuangkan setengah mati untuk dilewati. Jordan lalai akan itu semua.
Merasa semua penderitaan yang telah dialami sang mantan kekasih, membuat Jordan menitikkan air mata di tengah ketidak sadarannya. Membuat semua orang yang berada didalam ruangan panik tak kepayang.
Sedikit demi sedikit Jordan membuka matanya, menyesuaikan cahaya ruangan yang masuk ke dalam netranya. Membawa perasaan sesak kian merana didalam hati.
" Yanda. " Suara cempreng itu milik putrinya, Ara. Tak lupa dengan memberatnya dadanya kini, kala anak itu memeluknya secara tiba-tiba.
Mata Jordan berkeliling keseluruh penjuru ruangan, menatap semua orang yang berada dalam ruangan. Terdapat istri solahahnya disebelah anak gadisnya, berusaha tegar meski sorot matanya tak dapat memungkiri bahwa wanita itu tengah ketakutan setengah mati. Istrinya itu mengusap lembut bahu anak gadisnya. Di sisi bagian lain, terdapat putra tampannya tengah menggenggam tangannya erat, merasa khawatir dengan keadaannya kini. Bahkan mata anak itu sudah berkaca-kaca ditempatnya.
Yah, hanya dua anaknya yang berada didalam ruangan ini. Sedangkan dua yang lainnya, masih berusaha berjuang dengan sosok masa lalu yang telah Jordan sakiti selama ini.
Membuat pandangan Jordan mendung seketika. Rasanya Jordan tak ingin membuka mata, jika kehidupan jahat seperti ini yang akan pria itu hadapi. Jordan merasa tak sanggup lagi. Ini sangat mencekik tenggorokannya.
" Yanda, kenapa pingsan lagi sih. Kan udah dibilang gak usah inget-inget kejadian yang gak perlu. Udah, nurut kata mama, Yanda. " Ucap anak gadisnya sudah terisak didalam perkataannya.
Jordan tersadar sesaat, meski dia telah menyakiti sebagian miliknya, tetapi kini dia masih memiliki seorang anak gadis yang masih membutuhkan keberadaannya. Jordan ingat itu, tapi sesaknya masih tak dapat pria itu tutupi dengan baik.
" Mas, bukan maksud aku ngelarang kamu buat inget-inget masa lalu kamu. Maksudku tuh, coba ingat secara perlahan-lahan. Jangan seperti ini. Kamu membuat anak-anak khawatir. " Suara lembut itu milik istrinya, wanita itu menggenggam tangannya yang tak di genggam oleh anaknya.
Jordan diam.
Tak mungkin Jordan juga menyakiti hati istrinya. Sudah cukup Jordan telah melukai hati seorang wanita lain. Jangan wanita itu lagi. Kesempurnaan wanita itu membuatnya segan untuk menyakiti. Jordan tak mungkin lupa, siapa sosok yang menemaninya dulu, kala kerapuhan masih kentara dilubuk hati. Tak mungkin.
" Mas, kita bisa nyoba ikut terapi kayak temen aku saranin itu. Kamu kemarin-kemarin aku ajak, gak mau. Eh, malah sekarang ditemuin pingsan lagi. " Ucap wanita itu terkekeh lembut.
Sudah, sudah cukup. Jordan tak mampu lagi menatap wanita itu. Sesaknya semakin terasa kala suara itu teramat lembut ditujukan padanya. Memang benar, wanita itu mencoba mengajaknya untuk mengikuti terapi, agar ingatannya sedikit demi sedikit dapat pulih. Namun Jordan yang merasa sangat lelah, mencoba untuk merasa cukup. Tak ingin lagi mencoba mengingat.
Menggenggam tangan Kara, dan melepaskan tangannya dari sang istri, mulai mengusap lembut bahu putri cantiknya itu.
" Bawa anak-anak pergi, Key. Jangan balik lagi kesini. Kasian mereka pasti capek. Habis ini ada yang harus aku urus. Tolong yah. Kalau beberapa urusanku diluar selesai, nanti aku pulang ke rumah kok. " Ucap Jordan, merasa lelah.
Lebih baik Jordan menjauh sebentar dari dunianya kini. Mencoba menyala masa lalu yang terpaksa harus berakhir, tanpa bisa dicegah. Paling tidak, Jordan ingin melihat anak-anaknya yang lain. Memberikan afeksinya yang selama ini hilang pada anak-anaknya yang lain.
" Mas.. " Hendak melayangkan protes, istrinya itu langsung menundukan wajahnya, sendu. Kala mengetahui sang suami tak juga ingin menatapnya.
Padahal terdapat hal besar yang sedari tadi ia tahan-tahan untuk ia kabarkan pada sang suami. Terlebih perasaan khawatir pada sang suami memenuhi Lubuk hatinya.
Berusaha menguatkan hati, wanita itu mulai berucap. " Baiklah. Inget kamu jangan terlalu keras sama tubuh kamu yah. Terus tolong, kalau sudah selesai, langsung pulang yah. " Sebelah tangannya mengusap lengan suaminya lembut.
Sehabis itu, Keysha membawa anak-anaknya pergi, meninggalkan Jordan dengan pikiran berkecamuknya. Kembali meloloskan air matanya, Jordan menutup matanya dengan salah satu tangannya yang tak terdapat infus disana.
Jordan bingung.
Jordan lelah.
Jordan salah.
Berkecamuk laranya kini.