Sering dijuluki perawan tua ditengah gencarnya pernikahan dini di kalangan masyarakat, hal itu sudah terbiasa bagi Alara, seorang guru bahasa inggris yang mengajar di salah satu sekolah swasta ternama. Usianya yang sudah menginjak 32 tahun namun masih enggan untuk menikah, bahkan untuk sekedar dekat dengan lelaki saja Alara rasanya sungkan. Alara menyingkirkan hal asmara dalam hidupnya. Kebenciannya pada pernikahan bermula ketika rumah tangga kedua orangtuanya hancur. Ayahnya mematahkan hatinya.
Apakah Alara akan tetap teguh dengan pendiriannya yang tidak ingin menikah, disaat takdir mempertemukannya dengan seseorang yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santy puji, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diobati
"Sebentar lagi magrib, pasti ibu nyariin, aku pulang duluan yah." Alara meletakan gagang tasnya di pundak.
"Nanti dulu, diobati dulu yah." Adam lalu memanggil karyawan untuk meminta tolong mengambilkan air es dan washlap, kain apapun boleh yang terpenting bersih.
"Nggak usah pak Adam, ini nggak sakit kok." Alara memegangi pipinya yang mulai membengkak.
"Terus kamu mau bilang yang sakit hati kamu?"
Alara mengangguk cepat.
"Nanti aku obatin juga hati kamu, sekarang pipinya dulu itu, kalau ibu kamu lihat bagaimana? pasti sedih." Adam terus meyakinkan Alara yang keras kepala.
Alara tersenyum tipis, "Haduh, jangan bikin aku baper, Pak. Tanggung jawabnya mahal lhoo."
Adam terkekeh, "Tenang, isi Atm aku cukuplah untuk mengisi saldo aplikasi online shop kamu."
Alara tergelak, " Bapak emang pinter banget ini. Eh pak tapi beneran deh aku mau pulang aja."
Ketika Alara beranjak dari tempat duduknya, pegawai restoran membawakan air es dan washlap pada Adam. Lelaki itu menarik tangan Alara agar duduk kembali.
"Diobati dulu Ra, jangan keras kepala." Adam mulai mencelupkan washlap pada air es, memerasnya lalu menempelkan pada pipi Alara yang masih tampak merah dan membengkak.
Alara menatap serius lelaki yang tengah mengobatinya. Malaikat mana sebenarnya Adam ini, selalu ada disaat situasi genting.
"Romantis banget ya kita," ledek Alara. Adam meliriknya sekilas.
"Di Bagian mananya?"
"Ih nggak pernah nonton film korea yah?"
Adam menggeleng, sedari kecil dirinya tidak pernah menonton film, setiap hari televisi di rumahnya hanya untuk menonton berita dan perkembangan bisnis yang ada di dalam negeri maupun luar negeri.
Alara membelalakkan mata, "Serius?"
"Iya serius."
"Ih kapan-kapan nanti aku ajak nonton deh."
"Boleh." Adam cukup senang karena mendapatkan teman diluar frekuensinya. Alara menurutnya wanita yang cukup cerewet namun menghibur.
"Adegan ini kalau di vidio terus diedit pakai slow motion terus kasih lagu Davici, This love pasti romantis banget."
"Lagu apa itu?"
"Korea, belum pernah denger?"
"Belum, coba nyanyikan."
Alara berdehem lalu menyanyikannya.
Hajiman nan marya
neoui bakkeseon sal su eopseo
naegen neo hanaro muldeun
siganmani heulleogal ppuniya
saranghaeyo. gomawoyo
ttatteushage nareul anajwo
i sarang ttaemae naneun sal su isseo
"Suara kamu bagus," puji Adam. Menurutnya suara Alara memang bagus, jadi teringat waktu kondangan, Alara juga bernyanyi menggantikan penyanyi yang tak kunjung datang.
"Ah bapak ini, eh pak nanti kalau di perusahaan ada acara, jangan lupa pakai aku aja MC nya yah," ucap Alara promosi terselubung.
Adam terkekeh, ia mengusap tangannya dengan tisu setelah selesai mengobati Alara.
"Bukannya jadwal kamu padat?"
Alara mengerucutkan bibir, ia jadi teringat minggu depan sudah mulai memberikan les privat pada Andre, murid tengilnya.
"Kenapa?"
"Iya padat, tapi untuk bapak akan aku usahakan."
"Biar ketemu aku lagi yah?" canda Adam meledek Alara.
"Dih, ngarang banget, biar dapat cuan bapak. Pejuang cuan ini. Yah setidaknya kalau punya cuan, jelek aku bisa termaafkan pak."
"Kamu ini kalau ngomong suka aneh-aneh aja. Oh ya pulangnya aku antar yah, biar motornya di sini aja, nanti aku suruh orang buat antar ke alamat kamu." Adam menawarkan lagi bantuan pada Alara.
"Nggak usah pak, aku pakai motor aja, makasih banyak yang buat semuanya pak." Alara mengucapkannya dengan sungguh setulus hati.
"Aku antar aja yah." Adam menggandeng tangan Alara yang memang sudah berdiri saat itu. Ia tidak tega membiarkan Alara pulang sendiri dengan sepeda motornya, takut nanti dijalan terpikirkan kejadian tadi.
"Idih si bapak maksa, jangan asal bawa anak orang Pak."
"Keras kepala kaya kamu harus dipaksa."
Alara melongo, siapa elu.