NovelToon NovelToon
Kez & Dar With Ze

Kez & Dar With Ze

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Teen Angst / Teen School/College / Keluarga / Persahabatan / Romansa
Popularitas:310
Nilai: 5
Nama Author: Elok Dwi Anjani

Mimpi bukan selesai saat sudah meraihnya, tapi saat maut telah menjemput. Aku tidak meninggalkan teman ataupun orang yang ku sayang begitu saja, melainkan mencetak sebuah kenangan terlebih dahulu. Walaupun akan meninggalkan bekas di situ.

Maaf jika aku pergi, tapi terimakasih atas semua kenangan yang kita cetak bersama. Suara tawamu akan selalu bergema, dan senyumanmu akan selalu menjadi canduku. Rela itu tidak semudah sebuah kata saja. Tapi hati yang benar-benar tulus untuk melepaskannya.
Mengikhlaskan? Harus benar-benar melepaskannya dengan merelakannya setulus mungkin.

Seperti biji-biji dandelion yang berhamburan tertiup angin, setelah usai di suatu tempat. Mereka akan kembali tumbuh di berbagai tempat. Entah kita akan dipertemukan kembali atau tidak, setidaknya aku pernah berbahagia karena dirimu.

Ada sebuah kata-kata yang bertuliskan "Di setiap pertemuan pasti ada perpisahan," tapi dengan perpisahan bukan berarti aku dapat melupakan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Dwi Anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bimbang

..."Sebuah pilihan yang membuatku dilema. Berpikir secara logika di saat-saat seperti inilah yang membuatku lelah, karena kurang tidur"...

...•...

...•...

Kezia menunggu kedatangan Sean dan yang lainnya di bangku tunggu depan ruangan Rania dengan memainkan ponselnya. Sean dan Aza tiba dan langsung menghampiri Kezia yang sedang menunggunya. Di sisi lain, teman-temannya sangat bingung dengan Aza dan Sean. Bukankah tadi Aza hanya ingin ke stasiun kereta untuk segera kembali? Lalu mengapa ia justru kembali ke rumah sakit?

Tidak ada penjelasan dari keduanya yang membuat teman-temannya ingin tau pasal apa yang telah terjadi. Bahkan, Kezia pun menjadi sangkut pautnya. Zea dan lainnya pun berlalu memasuki ruang Rania dirawat dan meninggalkan Sean, Aza dan Kezia berbincang tentang hal yang tidak mereka ketahui. Mereka tau kalau temannya akan cerita hal tersebut nantinya.

"Untuk tawaran itu ak-"

"Terima? Kalau diterima aku bakal seneng karena ada temennya. Untuk sekolahnya....biar aku yang tanggung. Kak Aza jadi temen aku dan punya tekad dan juga usaha yang kuat buat meraih apa yang diinginkan. Aku nggak maksa, kok. Tapi kalau kak Aza terima pasti aku seneng banget," potong Kezia menatap Aza.

Aza bimbang dengan tawaran Kezia yang ingin menjadikan teman sekaligus rasa keluarga di sini. Sementara rumah di kampung halamannya bagaimana? Ah, iya, itu hanya rumah sewa yang akan berakhir 2 bulan lagi. Bagaimana dengan sekolah? Aza tidak enak hati jika hanya menetap di rumah Kezia tanpa melakukan hal yang baik pula untuk tuan rumah.

Bekerja? Aza tidak berani untuk hal itu. Ia selalu khawatir jika harus terus beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah-ubah dengan orang yang berbeda-beda pula saat ia temui. Keramaian pun ia membencinya. Sejujurnya, Aza senang mendapatkan tawaran dari Kezia. Tapi hatinya bimbang dengan pilihan ini.

"Atau kak Aza balik ke kampung setelah menyelesaikan ujian kenaikan kelas dan melanjutkan kelas 12 di sini? Aku nggak apa-apa kok kalau harus menunggu beberapa bulan lagi. Lagian juga bentar lagi naik kelas, ya, kan?"

Sean menatap Aza yang meremas tangannya karena sedang berpikir keras dengan rasa dilema yang terus menyelimuti dan rasa bimbang yang membuatnya ragu-ragu untuk menerimanya. "Terima aja, lagian ini juga keberuntungan lo dapat tawaran emas," kata Sean.

Dengan rasa bimbang serta keraguannya, Aza menganggukkan kepalanya tanpa setuju yang membuat Kezia mengembangkan senyumannya. "Bener, ya?"

Lagi-lagi Aza mengangguk dan menatap balik Kezia. "Iya, tapi aku minta tunggu beberapa bulan lagi. Bisa, kan?"

Kezia mengangguk cepat dan memeluk tubuh Aza yang hampir sama dengannya. Ia sangat senang. Walaupun harus menunggu beberapa bulan, tapi Kezia akan terus menantinya untuk mendapatkan sapaan pagi saat ia bangun.

Aza membalas pelukan Kezia dan mengeratkan pelukannya saat merasakan kenyamanan dalam pelukan gadis itu. Ia tersenyum, musibah memang menghujam dirinya tadi. Tapi kebahagiaan itu kembali lagi dengan versi yang berbeda namun menghangatkan tubuhnya.

Sean tersenyum tipis dan meninggalkan keduanya di luar sementara ia memasuki ruang Rania. Berbagai pertanyaan mulai menghujaninya karena teman-temannya yang sedang menunggu penjelasan darinya. Zea terkejut, bahkan Arden juga seperti itu. Mereka mengembangkan senyumannya ikut bahagia karena Aza mendapatkan orang yang baik dan memiliki hati yang tulus untuk menjadikannya sebagai keluarga.

Kisah mereka hampir sama, Kezia dan Aza. Kedua tidak memiliki orang tua dan menyendiri dari balik sisi dunia yang gelap. Rasa kekhawatiran Zea sedikit berkurang saat Sean menceritakan dan menjelaskan bahwa Aza menerimanya. Jika seperti ini, ia tidak akan selalu khawatir karena Aza juga orang yang baik untuk Kezia.

Zea percaya, bahkan Aza bisa menjaga Kezia dan begitupun sebaliknya. Aza itu polos, lembut, tidak menyukai hal yang berlebihan. Tapi di sisi lain, orang-orang menatapnya aneh. Gadis seperti Aza yang selalu diam dengan pikirannya yang entah memikirkan apa. "Jadi Aza tinggal di sini waktu kita lulus?" Tanya Zea.

Sean mengangguk sebagai jawaban dan duduk di samping Arsa yang sedang tertidur dengan menyandarkan punggungnya di sofa. Sheila mencubit bahu Sean kala laki-laki itu akan mengusik tidur Arsa yang terlihat sangat pulas. Sean hanya cengengesan tanpa dosa dan menepuk tempat kosong di sebelahnya untuk gadis itu. "Sini!"

Sheila menurut. Ia duduk di samping Sean dan menyandarkan kepalanya di bahu laki-laki tersebut. Dan, ya.... Teman-temannya menatap mereka dengan tatapan sinis. "Pahit banget di sini," kata Garrel melirik Sean dan Sheila.

"Emang lo jilat?" Bingung Arzan.

"Enggak sih.. tapi mata gua juga punya lidah perasa kayaknya."

Zea menghela nafasnya dan duduk di samping Arden yang sedang menatap Agatha yang tertidur pulas. Bayi mungil itu sangat lucu dan menggemaskan.

"Kak!" Panggil Arden.

"Apa?"

"Lucu mana? Aku atau Agatha?"

Naufal menahan senyumannya saat Arden melontarkan pertanyaan yang ia anggap konyol. Sementara Zea bingung harus berbicara apa.

"Kalau Kia itu lucu, gemesin. Dan Arden itu ganteng, dan ngeselin," ujar Naufal mengusili.

Arden yang awalnya tersenyum langsung mendengkus kesal karena kata terakhir yang di ucapkan Naufal. Zea melirik Naufal yang sedang tertawa kecil dengan menghembuskan nafas lelah. Sejak pagi ia sampai langsung memasak, berkunjung ke tempat berbagai kenangan di pantai, rumah sakit, tempat pemakaman, dan kembali lagi ke rumah sakit. Ia lelah. Zea menyandarkan punggungnya dengan mata yang terus menatap Arden.

...••••...

"Terima kasih, ya? Udah mau ke sini padahal mau main bareng sama Zea yang baru balik," kata Fino dengan tersenyum.

Zea tersenyum tipis dengan teman-temannya yang sedang menatap Agatha di gendongan Fino. "Nggak apa-apa kok, Om."

"Boleh gigit Agatha nggak, Om?" Izin Arzan.

"Ya, nggak boleh lah! Lo kira adik gua makanan?" sahut Naufal menatap Arzan yang sedang cengengesan.

"Kalau gua colong boleh nggak?" Balas Garrel.

Naufal memutar bola matanya malas. "Kayak lo bisa jagain bayi, Arsa aja kadang nggak mau sama elo."

Arsa mengangguk-anggukkan kepalanya. "Bang Garrel nyebelin soalnya."

Garrel melirik ke bawa, lebih tepatnya Arsa. "Terus yang beliin kamu es krim sama roti itu siapa?"

"Bang Anka. Siapa lagi?"

Garrel mulai malas dengan Arsa dan Naufal yang sedang memojokkannya. Ia langsung berlalu ke parkiran menunggu Sean daripada ikut berbincang dengan mereka. Baru saja ia duduk menatap ke depan, Sean, Arsa dan Sheila menghampiri mobil di depannya.

Karena kekesalannya, Garrel menyandarkan punggungnya dan menutup matanya untuk segera pulang menemui mamanya di rumah Gilang.

...••••...

Keringat dingin, tangan bergetar, detak jantung tidak teratur, rasa takut dan kekhawatiran terus Arlan rasakan saat menyembunyikan 2 lembaran hasil ujiannya di bawah kasurnya. Lembaran hasil ujian matematika yang telat ia kerjakan dan hanya terdapat 5 soal saja. Tidak ada keberuntungan di sana, ia hanya menjawab satu pertanyaan dan hanya benar itu saja.

Kalian pasti tau berapa nilai tersebut bukan? Lima soal dengan 1 jawaban yang benar. Yap! Hanya nilai 20 yang Arlan dapatkan. Sementara yang lainnya bernilai 70 karena salah penulisan di ujian bahasa Indonesianya.

Variel hanya menatap abangnya yang sedang kepanikan menyembunyikan kertas tersebut di kursi meja belajar. Ia tau jika Gio melihat hasil ujian abangnya mungkin akan mendapatkan hadiah yang luar biasa sakitnya. Apalagi kalau bukan gertakan atau bentakan, kata-kata kasar, dan juga penekanan yang lebih dalam. Memang tidak sakit di fisik tapi hatinya yang hancur.

"Kalau Papa tau pasti dimarahi, Bang. Aku bawa ke sekolah aja gimana? Aku taruh di loker," kata Variel mendekati Arlan.

"Bukannya tambah beresiko?"

"Enggak, kok. Papa aja nggak pernah jemput aku, cuman sopirnya papa aja. Nggak pernah tanyain tentang kegiatan atau aktivitas apa yang aku lakuin di sekolah sama Bu guru."

Setelah dipikir-pikir ada benarnya juga ucapan Arlan. Tapi di sisi lain itu menjadi salah satu kekurangan keluarganya yang kurang akan kasih sayang dan malah mendapat sebuah tekanan batin akan nilai. Arlan menganggukkan kepalanya setuju dan berjalan menuju kamar Variel yang berada di sebrang kamarnya. Ia langsung memasuki 2 lembaran hasil ujiannya lalu menutup resleting tas tersebut.

Arlan kembali ke kamarnya dan merentangkan kedua tangannya di atas kasur. Variel yang melihatnya langsung menaiki kasur dan tidur di samping Arlan dengan menjadikan tangan abangnya sebagai bantal. Ia bergumam tidak jelas dan membuat Arlan merasa keanehan dengan adiknya.

"Kenapa?" Tanya Arlan melirik ke Variel yang menundukkan kepalanya.

"Aku pengen kayak dulu lagi, Bang. Bisa seneng-seneng bareng, bukannya dipenjara di rumah terus-terusan. Aku pengen kayak temen-temen aku yang lainnya yang dijemput orangtuanya dan dipeluk waktu pulang."

Arlan tidak bisa memberikan tanggapan. Ia mati kutu. Tidak bisa membalas ucapan adiknya yang merupakan curhatan dari diri anak kecil di sampingnya. Gio yang dulunya sangat tulus, sekarang obsesi akan nilai. Pria itu sangat menekan anak-anak untuk mendapatkan nilai yang sempurna.

Hanya helaan nafas saja yang dapat Variel dengar. Arlan menatap atap kamarnya dengan pikiran yang berkecamuk. Sejujurnya, ucapan Variel juga benar. Ingin merasakan apa yang orang lain rasakan dan ikut merasakan kebahagiaan.

Apa salahnya jika kebahagiaan menghampirinya?

Tapi sekarang seakan-akan hal tersebut enggan untuk mendekati laki-laki yang menatap nanar ke atap itu. Adik kecilnya semakin dekat dan memeluk tubuh Arlan dengan perasaan sedih karena mengingat hal bahagia orang lain.

Walaupun ada rasa iri kepada orang lain, tapi Arlan dan Variel tidak pernah mengeluh hal tersebut kepada orang di luar sana. Hanya mereka berdua saja yang saling bercerita dan mengeluarkan keluh kesah. Iri itu tidak baik, maka dari itu keduanya menyembunyikan hal tersebut dan memilih untuk menerima apa adanya. Walaupun dengan tekanan yang sangat amat berat dan membebani.

"Abang bilang kalau sedih itu tidur aja. Kenapa nggak tidur aja? Lagian, mikirin hal itu juga nggak ada gunanya."

Ucapan Variel benar lagi. Arlan memiringkan tubuhnya dan memeluk tubuh kecil Variel ke dekapannya. Perasaan itu masih ada, bahkan seolah-olah itu sudah tertanam di dalam dirinya.

Arlan tidak menutup matanya sedikit pun, ia hanya memiringkan tubuhnya dan mengelus kepala Variel dengan pelan agar adiknya tertidur. Siang ini Arlan tidak tidur dan hanya hanya berteman dengan pikirannya yang sedang bercampur aduk.

Rasa ketakutan, kekhawatiran, sedih, pilu, dan ketakutannya yang paling besar adalah masa depannya. Bagaimana dengan masa depannya saat lulus nanti? Berkuliah? Arlan memang menginginkan, tapi penekanan itu pasti akan datang kembali. Bagaimana dengan Variel? Bocah kecil itu sangat lemah dan polos. Hatinya bahkan sudah lama tidak merasakan kebahagiaan dari orangtuanya.

...••••...

...TBC....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!