Aku Yang Kau Buang
"Bagaimana, Dok? Apa yang terjadi sama majikan saya?" tanya seorang wanita paruh baya berdaster lusuh dengan segera begitu dokter yang memeriksa majikannya membuka tirai pemeriksaan.
Disusul seorang wanita muda dengan wajah pucat pasih berjalan tertatih-tatih. Bi Sari dengan segera membantu dan mendudukkannya di kursi bersebrangan dengan dokter wanita tersebut.
"Bagaimana, Dok?" ulangnya kembali bertanya.
Dokter tersebut tersenyum, menuliskan hasil pemeriksaan juga sebuah resep yang harus ditebus. Ia menumpuk kedua tangan penuh wibawa di atas meja, memandang kedua wanita berbeda usia di depannya yang tak sabar ingin segera mendengar hasil pemeriksaan tadi.
"Nyonya tidak apa-apa, ini adalah hal wajar yang biasa terjadi pada seorang wanita hamil di trimester pertama. Jadi, tidak ada yang perlu dirisaukan," ucapnya dengan sangat tenang dan mendayu seperti lagu Melayu tentang cinta.
Namun, respon kedua wanita di hadapannya, tidak seperti yang dia pikirkan. Sang majikan dan asistennya termangu dengan kedua bibir yang membentuk celah. Tak ada ekspresi hanya kelopak mata mereka saja yang terus berkedip tak berhenti.
"Ibu, Nyonya! Saya-"
"Apa, Dok? S-s-saya ha-hamil?" tanya wanita tersebut terbata dan hampir tersedak liurnya sendiri.
Dokter tersebut mengangguk dengan senyum kecil tersemat manis di bibir. Ada lesung pipi kecil di kedua sisinya, menambah manis sosoknya.
Ia berkata, "Usia kandungan Nyonya baru memasuki Minggu ketiga."
Wanita itu terperangah, rasa tak percaya, tapi teramat bahagia menjejali rongga dada. Ia menutup mulutnya dengan tangan, setetes air jatuh dari salah satu bagian matanya. Tangan yang lain ia gunakan mengusap perut yang masih sangat rata. Diliriknya si jabang bayi yang masih terbungkus kulit sang Ibu.
"Selamat, Non. Akhirnya Non hamil juga, Bibi sangat bersyukur sekali," ucap wanita paruh baya itu pada sang majikan.
"Iya, Bi. Alhamdulillah."
"Yah, seperti itulah seharusnya. Selamat, ya, Nyonya. Jangan stress, jangan banyak pikiran, makan makanan yang bergizi. Jika nanti ada mual dan muntah, jangan kaget. Itu hal wajar. Ini ada resep tolong tebus di farmasi, ya," ucap dokter tersebut sambil menyerahkan secarik kertas berisi tulisan tangannya.
"Terima kasih, Dokter," sahut wanita itu seraya mengambil kertas tersebut dari tangan dokter.
Keduanya berpamitan, dan kembali mengantri untuk menebus obat yang diresepkan dokter.
Aku mau buat kejutan buat Mas Zafran, pasti dia seneng karena sebentar lagi akan jadi Ayah.
Ia bergumam dalam hati sambil mengusap-usap perut ratanya.
******
Seira, wanita berusia dua puluh lima tahun, istri seorang juragan beras bernama Zafran, 33 tahun. Hidupnya bahagia dan bergelimang kemewahan setelah menikah dengan laki-laki itu.
Namun, sampai lima tahun pernikahannya, ia belum juga hamil. Entah apa yang terjadi, tapi Zafran tidak pernah mempersalahkan itu semua.
"Mas, kenapa kita belum juga dikasih anak, ya?" keluhnya saat itu.
"Sudahlah, jangan mikirin yang kayak gitu mulu. Yang penting kamu sehat dan selalu melayani aku," jawabnya di ketika itu.
Zafran amat menyayanginya, lantaran Seira adalah seorang kembang desa di wilayah tersebut. Banyak lelaki yang menginginkannya, tapi hanya juragan Zafran yang berhasil menaklukkan sang kembang.
Selain itu, Seira juga disebut titisan sang Dewi Sri karena sering membantu para petani menyuburkan ladang. Ia pun kerap memberikan sembako pada mereka yang kekurangan, itu sebabnya ia dijuluki Sang Dewi Sri oleh sebagian orang.
Kebaikannya terkenal imbang dengan kecantikan parasnya, jauh sebelum ia menikah dengan Zafran. Bedanya setelah menikah, Seira bahkan jauh lebih baik dari sebelumnya.
Seira tersenyum saat membayangkan kemesraan bersama sang suami. Ia melirik perut dan mengusapnya lembut.
"Mas Zafran pasti seneng kalo tahu aku sekarang hamil," celetuknya yang masih bisa didengar oleh dua orang di dalam mobil tersebut.
Tiba-tiba mobil oleng ke kanan membuat panik Seira dan Bi Sari.
"Eh, kenapa ini Mang Udin? Hati-hati!" bentak Bi Sari sambil menahan tubuh majikannya agar tidak membentur badan mobil.
Mobil berhenti sebelum menabrak sebuah pohon, Mang Udin memburu udara secepat mungkin dan peluh bercucuran di pelipisnya.
"Ada apa, Mang? Kok, tiba-tiba oleng?" tanya Seira sambil menenangkan dirinya.
"A-anu, Bu. Maaf, saya agak ngantuk," jawabnya gugup dan gagap.
Seira menggelengkan kepala tetap tersenyum meskipun hampir saja celaka.
"Mamang pasti belum ngopi, ya. Mau istirahat dulu? Kita bisa cari warung kopi buat Mamang," usul Seira tetap dengan nada lembut mengalun merdu.
"Ng-nggak usah, Bu. Saya nggak apa-apa, kok," katanya seraya melanjutkan perjalanan lagi.
Mang Udin terlihat gelisah, sesekali ia menyeka keringat yang terus bermunculan di dahi. Seira mengernyit bingung, tak biasanya supir itu bertingkah begitu.
"Mamang lagi ada masalah, ya? Kok, kayaknya gelisah gitu?" tanyanya sembari memperhatikan wajah Mang Udin yang tampak pucat dari spion.
Bi Sari turut melirik, urat-urat kekesalan masih terlihat jelas di wajahnya yang hampir keriput. Meskipun begitu, kinerjanya tak perlu dipertanyakan lagi. Dia masih cukup kuat melakukan segala macam pekerjaan rumah.
"Masa, sih, Bu? Perasaan saya biasa-biasa aja," sahut Mang Udin tersenyum kikuk ketika bertatapan dengan manik majikannya.
"Nggak apa-apa, Mang. Kalo emang ada masalah ngomong aja, kita cari sama-sama jalan keluarnya. Jangan dipendem sendirian aja, capek hati!" seloroh Seira dengan nada jenaka.
Hal itu biasa ia lakukan ketika melihat para pekerja yang gelisah dan terbebani dengan masalah. Akan tetapi, ucapannya yang mencarikan solusi bukan hanya di ujung lidah saja. Ia akan benar-benar membantu sampai orang tersebut keluar dari masalah.
"Nggak ada, kok, Bu. Oya, Bu, saya denger tadi Ibu sekarang lagi hamil, ya?" tanya Mang Udin memastikan telinganya tak salah mendengar.
Seira melirik perutnya lagi, tak segan mengusapnya sambil tersenyum.
"Iya, Mang, Alhamdulillah. Ini juga berkat doa kalian semua. Terima kasih, ya," ucapnya.
Mang Udin terdiam, melirik takut-takut pada majikan yang terlihat senang. Rasa bersalah terbersit dalam hatinya, berulangkali meminta maaf pada sang majikan walau hanya dalam bentuk batin saja. Sejujurnya, Mang Udin tidak tega dan ingin mengatakan semuanya, tapi mendengar majikan tersebut hamil ia takut mengganggu mentalnya.
"Tapi, Mang, Bi, jangan bilang Mas Zafran dulu. Aku mau kasih kejutan sama dia. Mas Zafran pasti senang, udah lama banget kami menginginkan anak ini," ucapnya dengan pandangan mengawang membayangkan wajah sumringah sang suami.
Bi Sari tentu saja mengangguk setuju, sekecil apapun, Bi Sari tak pernah membocorkan rahasia majikannya pada orang lain. Sekali pun itu suami sang majikan.
Berbeda dengan Mang Udin yang berwajah kaku tak bereaksi. Hanya sesekali melirik pada majikan yang baik hati, sungguh dalam hati merasa iba, kasihan pada nasib yang akan menimpanya.
"Eh, Mang! Kita ke gudang aja, ya. Jangan pulang! Aku nggak sabar pengen kasih tahu Mas Zafran," sergah Seira dengan tergesa disaat mobil akan berbelok mengambil jalan pulang.
"Eh? Apa nggak sebaiknya pulang aja, Bu. Ibu harus banyak istirahat, Ibu hamil nggak boleh kecapean, Bu." Mang Udin menyarankan, tapi nada suaranya terdengar gugup.
Hal itu membuat Seira curiga, sudah lama menyimpan rasa tersebut, tapi tetap ditahannya selama ini.
"Aku nggak apa-apa, kok, Mang. Udah lama juga nggak datang ke gudang. Aku mau kasih kejutan sama suamiku," ucap Seira dengan nada berbeda.
Tak ingin dibantah, itulah nada yang ia keluarkan. Mang Udin patuh, membawa mobil berbelok ke jalan gudang yang sedikit jauh dari rumah. Senyum di bibirnya raib, berganti kecemasan yang tiba-tiba menyeruak ke permukaan.
Setibanya di gudang, ia gegas keluar dari mobil dan berjalan cepat memasuki area tersebut. Semua karyawan tampak terkejut melihat kedatangannya, Seira semakin bingung. Namun, ia menepis semua prasangka, dan tetap memasang senyum ketika melihat ruangan suaminya.
Langkahnya terhenti, tangannya yang mengudara hendak mengetuk pun tak kunjung terlaksana. Seira membeku mendengar suara tawa dan saling menggoda dua insan di dalam ruangan tersebut.
Seira dengan cepat membuka pintu, ia memekik, "Mas Zafran!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 157 Episodes
Comments
Anonymous
keren
2024-02-20
0
Bundanya Pandu Pharamadina
nyimak🙏 mbak Author,
mau ikutan marathon
🏃♀️🏃♀️
2022-12-20
3
Berlyan Syana
mampir dulu ah
2022-11-22
1