Bu Ninda merasakan keanehan dengan istri putranya, Reno yang menikahi asistennya bernama Lilis. Lilis tampak pucat, dingin, dan bikin merinding. Setelah anaknya menikahi gadis misterius itu, mansion mereka yang awalnya hangat berubah menjadi dingin dan mencekam. Siapakah sosok Lilis yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BI STORY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kerasukan
Suasana makin dingin dan gelap. Udara berbau aneh. Ketegangan memuncak.
Reno dan Pak Ramon, meraih gagang pintu lemari.
Pak Ramon dengan suara lantang.
"Satu... Dua... Tiga!"
Mereka menarik pintu lemari itu sekuat tenaga lalu pintu lemari terbuka lebar.
Semua mata terfokus pada bagian dalam lemari.
Reno napasnya tertahan, lalu berbisik dengan kebingungan.
"Kosong?"
Di dalam lemari ukiran yang besar itu, benar-benar kosong. Hanya ada pakaian, tidak ada keanehan, tidak ada benda mencurigakan tidak ada apapun kecuali pakaian Reno dan beberapa pakaian Lilis.
Bu Ninda terlihat sangat kecewa dan marah.
"Apa-apaan ini?! Kosong?! Kamu bilang itu pusatnya, Kinanti?!"
Bu Kinanti wajahnya sama terkejutnya, namun ia segera menyadari sesuatu yang lain.
"Tidak mungkin... Energinya sangat kuat di sini. Dia menipu kita! Dia memindahkan..."
Tiba-tiba, mata Bu Kinanti melebar ketakutan. Sebuah vas bunga di dekatnya jatuh ke lantai dengan suara nyaring.
Bu Kinanti berteriak, suaranya dipenuhi panik.
"Di belakangmu! JANGAN SENTUH DIA!"
Bu Kinanti menunjuk ke arah Bu Ninda.
"Saat semua orang menoleh ke arah Bu Ninda, Bu Ninda berdiri tegak, memancarkan aura dingin yang asing.
Wajahnya yang beberapa saat lalu tampak puas kini membeku menjadi seringai sinis, mata hitamnya menatap Bu Kinanti dengan penuh kebencian.
Bu Ninda nada bicaranya tinggi, melengking, dan sarkastik, seolah mengejek.
"Menyentuh siapa, emak-emak indigo? Kamu terlambat."
Sebelum ada yang bisa bereaksi, Bu Ninda mulai bergerak dengan cara yang mustahil. Kakinya terangkat, dan tubuhnya bergerak ke samping, merangkak di dinding. Dalam hitungan detik, ia sudah berada di langit-langit, menggantung terbalik seperti laba-laba raksasa. Gerakannya patah-patah namun cepat.
Pak Ramon berteriak histeris, menunjuk ke atas.
"Ninda! Ya ampun! Apa yang terjadi!"
Reno tubuhnya gemetar, ia mundur sampai menabrak Zian.
"Mama kenapa?!"
Zian matanya terbelalak melihat kakaknya yang berjalan terbalik.
"Itu... itu bukan Mama, Mas!
Bu Ninda yang kerasukan melompat turun dari langit-langit. Lompatan itu diarahkan tepat ke Bu Kinanti satu-satunya ancaman di ruangan itu.
Bu Kinanti dengan sigap melompat ke belakang.
"Dia mengincarku! Dia menggunakan tubuh ibu kalian sebagai tameng!"
Bu Ninda, yang tubuhnya dikendalikan Alice, melancarkan serangan brutal. Ia tidak menggunakan tenaga manusia biasa. Ia meninju dan menendang dengan kekuatan yang luar biasa.
Bu Ninda tertawa terbahak-bahak, suaranya memantul mengerikan.
"Kamu mengusik aku!"
Bu Kinanti berjuang menangkis, napasnya terengah.
"Reno! Pak Ramon! Singkirkan Ninda dari sini! Jauhkan dia! Aku tidak bisa melawannya tanpa melukai Ninda!"
Reno berusaha maju, air matanya mulai mengalir.
"Mama! Sadar, Mah! Lepaskan dia!'
Reno mencoba memegang lengan ibunya, namun Bu Ninda membalikkan badan dengan kecepatan kilat.
Bu Ninda memegang bahu Reno, mengangkatnya sedikit dari lantai, matanya menyipit dengan kejam.
"Oh, Reno. Ibumu ini sangat menyebalkan, ya kan?"
Pak Ramon menjerit putus asa, meraih bahu istrinya.
"Lepaskan anak kita, Ninda! Aku bilang lepasin dia!"
Bu Kinanti membaca mantra keras-keras.
"Singkirkan dirimu, roh pendusta! Kembali ke lubang kuburanmu!"
Bu Ninda yang kerasukan melepaskan Reno dan malah berlari ke sudut ruangan. Tubuhnya kembali bergerak secara aneh, merayap mundur di antara celah dinding.
Bu Ninda suaranya menghilang ke dalam dinding, seperti bisikan yang dibawa angin.
"Ini adalah peringatan kecil untukmu Bu Kinanti! Jangan usik aku!"
Bu Ninda jatuh ke lantai, tubuhnya kejang-kejang. Wajahnya kembali menjadi wajah Bu Ninda yang tidak pucat dan dingin, namun sekarang dipenuhi air mata dan keringat.
Reno terbatuk-batuk, memegangi lehernya, ia roboh di sebelah ayahnya.
"Pah!"
Zian berlari ke arah Bu Ninda dan Reno, bingung harus menolong siapa.
"Mama! Bang Reno!"
Bu Kinanti hanya berdiri di tengah ruangan, memegang tasnya erat-erat, menatap sekeliling. Wajahnya kini terlihat sangat lelah dan takut.
Bu Kinanti berbicara kepada semua orang, suaranya nyaris tak terdengar.
"Ini bukan hantu biasa... Dia sudah menguasai mansion ini."
Beberapa menit setelah Bu Ninda pingsan.
Suasana kekacauan. Ruangan kamar terasa dingin dan berantakan.
Reno yang baru saja terlepas dari genggaman tak kasat mata, dipeluk erat oleh Zian yang masih gemetar. Pak Ramon sedang panik mencoba membangunkan Bu Ninda yang tergeletak lemas di lantai.
Bu Kinanti berdiri tegak, memandang ketakutan Reno, Zian dan Pak Ramon.
Pak Ramon menangis, memeluk Ninda.
"Sudah cukup! Sudah cukup, Ninda!"
Reno melepaskan diri dari Zian, matanya merah, ia menatap Bu Kinanti dengan sorot penuh kemarahan dan ketakutan yang bercampur.
"CUKUP!"
Teriakan Reno memenuhi kamar. Semua orang terdiam.
Reno menunjuk pintu dengan tangan gemetar.
"Bu Kinanti, Anda... Anda harus pergi dari sini sekarang!"
Bu Kinanti terkejut.
"Reno, apa yang kamu katakan? Kamu tidak mengerti. Dia tidak akan berhenti. Dia telah menguasai tubuh Ibumu!"
Reno kepalanya menggeleng panik.
Tidak! Semua ini gila! Sejak anda datang, Ibu jadi gak jelas! Ini gak membantu! Saya gak mau lagi anda datang! Kita hanya ingin ketenangan, dan anda membawa alat ritual, mantera, dan iblis ke dalam rumah ini!"
Pak Ramon membantu Bu Ninda berdiri, suaranya lemah.
"Reno benar, Bu Kinanti. Kita sudah cukup. Tolong... tolong tinggalkan kami." kata Pak Ramon.
Bu Kinanti menatap ketiganya, Reno yang kesal, Pak Ramon yang panik, dan Zian yang masih bingung. Ia tahu, mereka tidak akan mendengarkannya saat ini. Rasa panik mereka terlalu besar.
Bu Kinanti menghela napas, mengumpulkan alat-alat ritual ke dalam tas anyamannya dengan gerakan anggun namun tergesa.
"Baik. Saya mengerti kepanikan kalian Tapi dengarkan saya baik-baik. Kekuatan yang ada di sini... Lilis... dia bukan hantu biasa. Dia bukan hanya ingin mengganggu. Dia ingin mengambil alih dan dia akan menggunakan kepedulian kamu sebagai senjata Ren."
Lalu Bu Kinanti cberjalan ke ambang pintu. Bu Kinanti menoleh, menatap Reno dengan tatapan tajam.
"Kamu mengusir saya demi melindungi istri hantumu?"
Reno memalingkan muka, tidak mau melihat.
"Pergi!"
Bu Kinanti mengangguk kecil, menghembuskan napas berat. Ia tahu tugasnya belum selesai.
Bu Kinanti berbisik, lebih kepada dirinya sendiri.
"Saya akan mencari cara lain. Saya akan kembali. Saya bersumpah, hantu Lilis yang jahat itu akan saya pisahkan."
Bu Kinanti berbalik dan meninggalkan kamar yang gelap itu tanpa menoleh lagi.
Bu Kinanti berjalan cepat menuju pintu depan. Pelayan membukakannya.
Bu Kinanti berkata kepada pelayan, tanpa kontak mata.
"Tolong katakan pada Bu Ninda, dia harus berhati-hati dengan setiap sudut rumah."
Bu Kinanti melangkah keluar. Ia berhenti sejenak di tangga teras, memejamkan mata dan menarik napas dalam.
Di kejauhan, di dahan pohon, sekelompok gagak masih bertengger, menatapnya dengan diam. Bu Kinanti membalas tatapan mereka, rahangnya mengeras.
Bu Kinanti berbicara pelan di bawah napas, penuh tekad.
"Aku akan kembali. Kamu tidak akan menang, Lilis!"
Lalu dia naik ke mobilnya dan melaju menjauh dari mansion yang kini tampak begitu sepi dan angker.
Di dalam kamar, Bu Ninda terbangun, lemah, wajahnya pucat.
"Reno... Apa yang terjadi? Dimana Mama?"
Reno memeluk ibunya erat-erat, air matanya menetes.
"Sudah, Mah. Semua udah selesai. Mama aman. Wanita itu sudah pergi."
Mereka membawa Bu Ninda kembali ke kamarnya sedangkan hantu Lilis tampak sedang mengamati dari sudut ruangan, namun sosoknya tidak terlihat oleh keluarga itu.
Bersambung