"Saya berharap dimasa depan nanti kita akan berjumpa lagi, tapi tidak sebagai teman. melainkan sebagai pasangan yang sudah terikat secara Agama mau pun Negara. Saya akan menjadi seorang Ayah, sedangkan kamu menjadi seorang Ibu bagi anak-anakku kelak." Itulah kata-kata yang diucapkan oleh seorang siswa laki-laki kepada Yuri saat kelulusan sekolah, akankah mereka berdua bisa dipertemukan kembali dikemudian hari? Lalu siapakah siswa laki-laki itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pajar Wati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22
novel ini masih banyak yang harus aku rombak, aku mau ubah total. maklum ini novel aku yang pertama jadi masih banyak yang salah sama banyak typonya, makanya mau dirombak semua.
Sementara di kantin.
"Yuri, kamu harus makan nasi. Masa Cuma
makan camilan aja sih!”ucap Airin melihatku hanya makan camilan saja.
“Aku lagi enggak ***** makan Rin, aku makan
ini aja udah kenyang kok.”
“Nanti kamu sakit loh, kalau kamu pingsan
gimana? Katanya kerjaan kamu banyak, masa Cuma makan itu aja sih.”
“Kamu tenang aja say, aku kuat kok.” Yah, mau
gimana lagi. Aku memang tidak ingin makan berat, yang penting perutku terisi
oleh makanan.
Selesai jam istirahat, kami semua kembali ke
tempat kerja masing-masing.
“Ri, berkas yang kemarin Mbak suruh kasih ke
Pak Tono sudah kamu serahkan?” tanya mbak Lia.
“Sudah Mbak, kemarin aku simpan di meja
kerjanya.”
“Kalau gitu tolong kamu kasih lagi ke Pak Tono
ya, kalau dia enggak ada di ruang
kerjanya. Simpan aja di meja kerjanya.”
“Oke.” Saat aku ingin berdiri dari kursi
kerjaku, tiba-tiba pandanganku sedikit gelap, aku merasa kepalaku
berputar-putar. Aku mencoba berpegangan dengan meja kerja agar kepala ini tidak
berputar-putar.
“Ri, kamu kenapa?” tanya Airin melihatku masih
berdiri sempoyongan.
“Aku enggak apa-apa kok, tadi itu kepala aku
sedikit berputar-putar.”
“Tuh, kan. Apa aku bilang. Kamu sakit ya.”
Terlihat wajah Airin begitu khawatir denganku. Karena aku tidak ingin
membuatnya khawatir, dengan sigap aku berdiri tegak.
“Aku enggak sakit, aku sehat. Nih lihat, aku
bisa berdiri tegakkan? Kalau gitu aku ke ruang kerja Pak Tono dulu ya.” Dengan
semangat 45 aku berjalan menuju ke ruang kerja Pak Tono, baru saja beberapa
langkah kepalaku kembali berputar-putar.
“Ya, Allah. Kepalaku kenapa bisa sakit begini
ya?” Aku memegang kepalaku yang semakin berputar-putar, saking tidak kuatnya.
Kusenderkan tubuh ini ke tembok, perlahan aku menjatuhkan bobot tubuhku ke
lantai. Padahal ruang kerja Pak Tono sebentar lagi sampai, untungnya tidak ada
karyawan lain yang lewat di sekitar sini.
“Kamu kenapa? Kamu sakit?"
"Astagfirullah!” aku bergegas berdiri
dari dudukku, ketika ada orang di sini. Ternyata orang itu adalah Direktur Daya
Makmur. Mati aku, kenapa juga di saat seperti ini harus ketemu sama dia lagi
sih. Kalau sudah seperti ini aku harus apa dong.
“Kamu lagi ngapain duduk di sini?” tanyanya
dengan suara sedikit berat, membuat aku semakin takut.
“Maaf, tadi saya lagi duduk sebentar aja kok
Pak.” Aku menundukkan wajahku ke bawah, aku tidak berani menatap wajahnya.
“Wajah kamu pucat.”
“Maaf, Pak. Saya permisi dulu, saya masih ada
urusan.” Aku berjalan meninggalkannya, tiba-tiba penglihatanku gelap.
Sayup-sayup aku mendengar namaku dipanggil berkali-kali, aku merasa tubuhku
seperti melayang.
Perlahan aku membuka mataku, sayangnya
penglihatan ini masih sedikit kabur. Kepalaku juga masih terasa pusing. Saat
penglihatanku sudah jelas, aku melihat sekeliling. Ternyata aku ada di
klinik kantor.
Kok aku bisa ada di sini ya, perasaan tadi aku
mau tempat ruang kerja Pak Tono? Aku bangkit dari ranjang klinik, saat aku ingin bangkit ada
satu tangan menahan pudak ku.
“Jangan bangun dulu, kayanya kamu masih belum
stabil,” ucap seseorang tapi aku belum tahu siapa yang berbicara denganku.
Masalahnya penglihatan ini masih sedikit buram. Perlahan tangannya mendorong
pundak ini agar kembali tidur di ranjang
klinik. Tiba-tiba aku seperti mendengar suara derap langkah begitu cepat, ada
suara yang memanggil namaku. Aku tahu suara heboh ini pasti Airin.
“Yuri! Yuri!” panggil Airin dengan suara
hebohnya, saat dia masuk ia kaget melihat ada Direktur dari perusahaan Daya
Makmur. Ia tidak tahu jika ada Alex di klinik, buru-buru ia menjaga sikap.
“Maaf Pak, saya tidak tahu kalau ada Bapak di
sini,” Airin terlihat sangat ketakutan saat melihat Alex, apalagi dia panggil
nama Yuri dengan suara hebohnya.
“Tidak apa-apa, kalau begitu saya keluar.
Tolong kamu temani Yuri di sini ya, saya masih ada urusan di kantor ini.”
“I-iya Pak.” Alex keluar dari klinik, ia
sangat panik ketika melihat Yuri pingsan di depan matanya, untungnya ia dapat
menahan tubuh Yuri agar tidak terbentur lantai. Alex yang sudah panik langsung mengendong tubuhnya dan
membawanya ke klinik kantor.
Sesampainya di klinik, ia membaringkan Yuri di
ranjang, kebetulan di sini masih ada dokter perusahaan bertugas.
“Dia kenapa Pak?” tanya bu dokter.
“Tadi dia pingsan, saya langsung bawa dia ke
sini. Tolong dia Dok, kayanya dia lagi sakit.” Dokter itu langsung memeriksa
keadaan Yuri, ternyata ia hanya kelelahan saja. Mendengar penjelas dokter,
perasaan Alex sedikit plong.
“Alhamdulillah, untung dia Cuma cape aja.
Aduh! Kalau aja gue enggak ke toilet, gue enggak akan tahu kalau Yuri pingsan
di jalan,” batin Alex.
...
“Loh, Pak Alex kok bisa ada di sini?” tanya
Adi melihat Alex ada di depan klinik.
“Saya habis mengatar bawahan Bapak yang bernama
Yuri ke klinik, tadi dia pingsan jadi—“ saat Alex ingin menjelaskan Adi
langsung masuk begitu saja ke dalam klinik tanpa peduli dengan penjelasan Alex.
Ia membalikkan badanya dan melihat ke dalam
klinik, terlihat Adi begitu mengkhawatirkan Yuri. Melihat Adi begitu perhatian dengan
bawahannya, membuat hati Alex sedikit sakit. Ia menghela napasnya, terlihat Adi
begitu menyukai Yuri. Ia takut Yuri akan menjadi milik Adi.
“Ya, Allah. Tolong jangan dekatkan Yuri dengan
Adi, saya enggak sanggup jika jauh lagi dari Yuri.” Doa Alex dalam hati,
selesai dari klinik ia memutuskan untuk kembali ke perusahaannya.
Sepanjang perjalanan Alex terus terdiam, ia
masih memikirkan keadaan Yuri. Apa dia sudah sehat kembali atau belum.
...
Paginya aku berangkat bekerja, padahal
teman-temanku sudah menyuruhku untuk tidak masuk kerja hari ini, tapi aku
memaksa untuk masuk kerja.
“Yuri, gimana keadaan kamu sekarang?” tanya
Pak Adi.
“Alhamdulillah Pak, saya sudah sehat lagi.”
“Untuk ke depannya kamu harus menjaga
kesehatan, kamu harus makan dan istirahat yang cukup. Biar kamu enggak pingsan
lagi, untung saja ada Pak Alex yang bantu kamu ke klinik.”
“Pak Alex?” aku mengeritkan keningku.
“Iya, saya dengar kamu dibawa oleh Pak Alex ke
klinik.”
“Hoh, begitu ya.” Aku terdiam, aku baru tahu kalau
kemarin dia yang membawaku ke klinik, tapi saat aku pingsan. Sayup-sayup aku
mendengar suaranya memanggil namaku. Entah kenapa aku seperti teringat wajah
seseorang yang pernah aku kenal.
Saat aku bekerja, mataku tidak sengaja melihat
ke arah lain. Aku melihat ada segerombolan atasan sedang berjalan melihat-lihat
keadaan kantor. Di antara segerombolan itu ada Direktur Daya Makmur melihat ke
arah ruang kerjaku.
Setelah melawati ruang kerjaku, mereka semua
melanjutkan perjalanannya. Aku sedang berpikir, bagaimana caranya agar aku bisa
mengucapkan terima kasih padanya.
Jam istirahat tiba, kali ini aku tidak boleh
melewatkan makan siang. Sebelum aku ke kantin, aku ingin ke toilet. Baru saja
aku masuk ke dalam, tiba-tiba ada yang menarik tanganku.
“Aargghh!”tanganku ditarik oleh seseorang ke
arah ruang penyimpanan alat kebersihan. Ia membekap mulutku.
“Jangan berisik, ini saya?” Mataku terbelalak
saat tahu siapa orang yang menarikku ke dalam sini.