Kakak Itu Jodohku
semua isi novel ini lagi masa perombakan ulang, karena masih banyak kata-kata typo.
“Nanti hubungi Mamah ya, kalau enggak ada les tambahan,” ucap mamahku dari dalam mobil.
“Iya, Mah. Nanti aku kasih kabar, soalnya jadwalnya sering diubah-ubah. Kalau gitu aku masuk kelas dulu ya Mah.” Kuraih tangan seorang ibu yang telah melahirkanku, kukecup lembut punggung tangannya yang sudah mulai keriput.
“Assalammualaikum.”
“Waalaikumsalam, Mamah pulang dulu ya. Kamu belajarnya yang rajin ya.” Setelah mamah melajukan mobilnya, aku memasuki gerbang sekolah, diikuti oleh siswa-siswa lainnya. Hingga mataku tak sengaja bertemu dengan segerombolan kakak kelas, mereka semua menatapku dengan tatapan kebencian, buru-buru aku mengalihkan pandangan ke arah lain. Aku tidak berani melihat ke arah mereka semua.
“Woi! Jalan santai aja dong!” seseorang memukul pundakku, saking sakitnya aku sampai meringis kesakitan. Aku tahu, siapa yang memukulku sampai seperti ini.
“Kebiasaan banget kamu! Jangan suka pukul-pukul pundak orang!” aku mengelus pundakku yang tadi dipukul oleh temanku yang bernama Rara Krinel, biasa dipanggil Rara oleh anak-anak yang lainnya.
“Heheh, sory. Gitu aja marah.” Aku berdengus kesal, sudah sering sekali dia melakukan hal ini padaku.
“kamu jalannya buru-buru banget? Jam masuk sekolah juga masih lama,” ucapnya, tanpa aku jawab Rara sudah paham maksud aku jalan terburu-buru. Ia menoleh ke arah segerombolan kakak kelas yang tadi menatapku.
"Hoh, jadi gara-gara geng rusuh kamu buru-buru masuk gerbang sekolah. Enggak usah takut, ada aku di sini.” Sara merangkulku membuat diriku sedikit tenang. Aku beruntung mempunyai teman seperti Rara, yang siap membantuku jika aku diganggu oleh kakak kelas yang suka membullyku.
“Makasih Ra, aku jadi enggak enak sama kamu. kamu sudah sering banget bantu aku.”
“Jangan sungkan gitu, apa pun itu aku bakalan bantu kamu. Asal satu, jangan pernah kamu berbohong sama aku. Aku paling benci kalau ada kebohongan di antara kita berdua!” Mendengar ucapan Rara, aku hanya tersenyum kecil. Begitulah sifat Rara. Paling anti yang namanya kata bohong.
Sekali lagi Rara melihat ke arah segerombolan kakak kelas yang masih berdiri di dekat gerbang sekolah, tanpa rasa takut ia mengacungkan jari tengah ke kakak kelasnya. Melihat kelakuan Rara, membuat adrenalinku meningkat 100%.
Dengan cepat aku memukul tangan Rara, agar tidak mengacungkan jari tengah ke arah kakak kelas. Aku takut mereka semua akan marah. “Rara! Kamu ini apa-apaan sih! Kamu jangan kaya gitu! Aku enggak suka kamu kaya gitu!”
“Santai aja Bos! Kalau pun mereka marah, aku bisa kok lawan mereka semua,” ucapnya enteng, aku tahu dia punya nyali besar. Apalagi dia jago bela diri, tapi aku tidak suka cara dia. Saking kesalnya dengan Rara, aku memutuskan untuk masuk kelas dan meninggalkan dia.
“Woi! Tunggu, Yuri!” Rara berteriak sambil berlari mengejarku sampai masuk kelas.
sebelumnya aku belum memperkenalkan diri kepada kalian semua, aku Yuriko Aiko, biasa dipanggil Yuri. Umur 17 tahun kelas 2 SMA, aku keturunan Jepang Indonesia, ayahku lahir di Jepang. Sedangkan ibuku asli orang Indonesia.
Aku sekolah di kota X, jarak yang ditempuh menuju sekolah dari rumahku lumayan jauh. Membutuhkan waktu kurang lebih 30 menit. Makanya hampir setiap hari aku diantar jemput oleh mamah atau pun ayah, jika tidak ada kerja di kantornya. Perlu kalian tahu, aku ini tipe anak yang sedikit pemalu, aku tidak suka banyak bicara di dalam kelas. Kecuali ada hal penting, baru aku buka suara. Beda sekali dengan Rara, yang mudah dekat dengan siapa pun. Banyak orang yang menyukai Rara, karena dia tipe orang yang suka sekali bercanda. Aku dan Rara, bagai langit dan bumi.
“Yuri?” Rara menyenggol lenganku.
“Kenapa Ra? Pasti mau liat PR lagi kan?” ucapku datar, melihat raut wajahku. Rara hanya bisa cengar-cengir mirip kuda.
“Tahu aja maksud aku, boleh dong lihat PR kamu. Semalam aku lupa, soalnya sibuk sama tugas lainnya.”
“Tugas nonton Drakor maksud kamu! Banyak banget alasan kamu! Awas ya, ini yang terakhir kamu lihat PR aku. Kalau ada PR lagi aku enggak mau kasih ke kamu lagi!” kesalku, setiap kali kita mendapatkan tugas. Pastilah Rara tidak pernah mengerjakan, ujung-ujungnya aku juga yang kasih PR sama dia.
“Kamu baik banget sama aku. Udah baik, cantik lagi.” Rara menyentuh daguku, aku tahu dia memujiku pasti ada maunya. Tapi bagiku tidak masalah, ini semua aku lakukan karena dia sudah pernah menolongku dulu.
…
1 tahun yang lalu, Rara pernah ribut dengan kakak kelasnya dan mengancamnya, dengan sebuah rekaman video. Di dalam video itu ada aku sedang dikepung oleh kakak kelas, aku terduduk sambil menangis karena pipiku ditampar oleh kakak kelas.
"Mana uang lo! gue butuh uang untuk beli rokok!" pinta kakak kelas bernama Dewi Sanjayani, anak kelas 3 dengan suara tinggi.
“Maaf, Kak. Saya enggak ada uang.” Aku tertunduk, aku tidak berani menatap wajahnya. Wajahnya terlihat seram seperti makhluk halus.
"Jangan suka bohong sama Kakak kelas, gue tahu lo anak orang kaya. Hampir setiap hari lo diantar jemput pakai mobil keluaran terbaru. Buruan kasih gue uang!” bentaknya lagi, aku tidak mau memberikan uang padanya. Aku masih mempertahankan hakku.
“Ye! Berani lo yang sama gue? Teman- teman geledah kantong bajunya, dan ambil semua uangnya," perintah Dewi pada teman satu gengnya. Aku dikeroyok oleh teman Dewi, dompet yang ada di kantong bajuku langsung ditarik tanpa ampun, saking kuatnya kantong bajuku sampai robek.
"Jangan Kak!" Di saat aku mempertahan dompetku, salah satu teman Dewi langsung menarik jilbabku membuat rambutku tertarik. Bukan hanya menarik jilbabku saja, mereka pun mendorongku hingga jatuh tersungkur di atas batu kerikil.
Aku meringis kesakitan, lututku terluka, terkena goresan batu kerikil tajam. Rok panjangku sampai bolong dan kotor. Ditambah kepalaku sakit.
"Sini dompetnya." Dengan kasarnya Dewi berhasil merampas dompetku, ia menggeledah isi dompetku. Seketika mata Dewi dan teman-temannya terpancar cerah.
"Wih! Duitnya banyak banget.” Dewi mengeluarkan uang dua lembar berwarna merah, padahal uang itu adalah uang jatahku selama 1 minggu jajan
"Dew, kayanya bisa nih kita makan enak," timpal teman Dewi.
“Pulang sekolah, kita mampir dulu yuk di warung bakso. Tenang aja, masalah duit jangan khawatir.” Dewi mengibaskan dua lembar uang berwarna merah. Aku hanya bisa meratapi uang jajanku selama 1 minggu, diambil olehnya. Dalam hati, aku kesal. sayangnya aku tidak punya nyali cukup besar.
"Ya, sudah. Kita pergi dari sini." Di saat Dewi dan satu gengnya melangkah pergi. Tiba-tiba langkah Dewi terhenti. Dewi kembali membalikkan badanya ke arahku, lagi-lagi aku hanya bisa diam.
"Aa, tunggu dulu! lo!" Dewi menunjuk satu jari ke arahku, aku hanya menatapnya bingung, mau apalagi dia, "tolong catat omongan gue! Lo jangan pernah dekat sama Alex. Apa lagi sampai punya hubungan ksusus sama dia, kalau lo masih deket sama Alex sedikit aja. Lo bakal tahu akibatnya," ancamnya, selesai urusannya denganku, ia dan teman-temannya pergi meninggalku sambil tertawa terbahak-bahak, setelah mereka merampas uangku.
“Sabar, kamu harus sabar Yuri. Suatu saat nanti Dewi akan mendapatkan balasan dari Allah, karena dia telah zalim sama kamu,” ucapku dalam hati berdoa semoga dikabulkan oleh Allah, cepat atau lambat.
Sebelum aku pergi menuju kelas, aku memilih untuk merapikan jilbabku yang sudah berantakan ke mana-mana. Bahkan rambut panjangku sudah terurai ke mana-mana, untungnya tidak ada siswa laki-laki lewat ke belakang sekolah. Tiba-tiba saja aku mendengar suara jeritan keras dari arah depan.
“Aaaahhkk!”
“Ya, Allah! Suara siapa tuh yang teriak kenceng banget?” batinku bertanya-tanya, karena penasaran dengan suara teriakan. Aku bergegas jalan ke depan untuk melihat apa yang sudah terjadi.
“Kurang ajar! Siapa sih yang lempar bola basket ke arah gue?!” teriak Dewi, suaranya begitu nyaring membuat telingaku sedikit sakit. Kulihat kak Dewi sedang meringis kesakitan sambil memegang pipinya yang terkena hantaman bola basket.
Wajahnya terlihat kotor terkena hantaman bola, ditambah wajahnya merah padam. Aku yakin dia pasti merasakan perih, spontan aku tersenyum puas melihat Dewi meringis kesakitan. Ternyata doaku dikabulkan oleh Allah.
“Gila, sakit banget! Wajah gue panas.” Dewi mengeluh kesakitan, teman yang lain membantu mendinginkan wajah Dewi dengan cara mengipaskan menggunakan kipas kayu ke wajah Dewi.
“Dewi, kayanya gue tahu siapa yang sengaja lempar bola ke arah muka lo.” Salah satu teman Dewi menunjuk ke arah siswi perempuan. Seketika mata Dewi langsung menatap tajam ke arah siswi itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Juliai Ani
nyimak dulu
2023-07-12
0
Ig nr.lynaaa20
hai kak yuk mampir juga di lapak aku, siapa tau kakka tertarik, jangan lupa tinggalkan jejak
2023-06-16
0
Endang Winarsih
mampir kak, kelihatannya seru nih
2023-02-08
0