Lionel Danny, adalah pria berpengaruh yang kejam. Karena dendam ia terpaksa menikahi putri musuhnya sendiri.
Namun, tepat setelah pernikahan selesai dilangsungkan, ia justru menghabisi seluruh keluarga istrinya, Maura.
Karena benci dan dendamnya akhirnya Maura sengaja mendekati pria kaya raya bernama Liam. Siapa sangka jika Liam benar-benar jatuh hati kepada Maura.
Mungkinkah Danny luluh hatinya dan berusaha merebut kembali miliknya?
Bagaimana jadinya jika ternyata Liam justru pria yang lebih kejam dari Danny?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20. Bantu Aku Melarikan Diri
Sejak tahu suaminya bukanlah pria baik. Maura tak lagi mau sekamar dengannya. Ia berjalan cepat melewati Danny yang berdiri menatapnya lekat-lekat.
Namun, ketika Maura baru saja melintas, lengannya langsung dicengkeram lalu ditarik hingga tubuh wanita itu terjerembab ke dalam pelukan Danny.
"Sudah puas? Apa yang kamu lakukan di luar sana, Maura? Apa kamu lupa statusmu di rumah ini?" Iris mata cokelat itu terlihat tak bersahabat.
Napas Maura memburu seketika, ia tercengang tanpa kata.
Tetapi Danny yang tak sabar langsung mengangkatnya ke dalam kamar, lalu melemparkannya begitu saja di atas ranjang. Tubuh mungil itupun terpental.
Pria berwajah seram yang nyaris tanpa senyum itu, terus melangkah mendekat. Membuat Maura beringsut mundur hingga tubuhnya terdesak di tembok.
Danny langsung meraih dan menindihnya. "Siapa pria yang bersamamu, Maura? Hah! Siapa?"
Suaranya terdengar menggelegar, Maura belum sempat bereaksi. Tetapi tiba-tiba saja Danny membuat kedua bibir mereka berdua saling bersentuhan.
Entah berapa detik lamanya, hingga akhirnya Maura berhasil mengerahkan kekuatannya. Ia mendorong lalu menendang bagian tengah tubuh jangkung di hadapannya.
Oh ... Shit!
Danny terjengkang ke belakang. Lalu ia bangkit dengan wajah arogan menatap Maura.
"Mau cari mati, rupanya!" serunya mencoba mengancam.
Maura menoleh, ternyata Danny kini berdiri tepat di sisi ranjang. Jaraknya tak jauh dari Maura yang masih terbaring.
Wanita itu langsung terduduk, lalu melindungi area depan dadanya dengan memeluk dirinya sendiri.
"Mau apa kamu, Danny?" Maura menatap Danny dengan sepasang mata memicing, seolah siaga dengan apa yang dilakukan suaminya padanya.
"Tidak ada." Danny akhirnya mendesah. "Jadi, jika kamu sayang pada adikmu, Yura. Katakan, kau dari mana dan siapa yang baru saja mengantarmu?" Setelah akhirnya Danny menyadari mobil yang mengantarkan Maura masih terparkir di bahu jalan.
Danny bisa tahu. Sebab ia menyingkap gorden kamarnya. Ia benar-benar penasaran, bagaimana bisa ada mobil mewah yang mau mengantarkan istrinya pulang.
Pemiliknya pasti bukan orang biasa. Pengusaha, mungkin. Atau justru orang yang bekerja di dunia kelam sepertinya?
Memikirkannya saja Danny sudah frustasi. Lalu ia menatap ke arah istrinya, seolah sedang menuntut jawaban darinya.
"Ini bukan salahku. Julio sepertinya memberikan obat yang membuatku tidak sadar di rumah sakit. Laku aku ditinggalkan di pinggir jalan, di tempat asing," kilah Maura dengan suara pelan.
Ya, sepertinya ia sedang memainkan trik. Perempuan itu memang kesal setengah mati pada sekretaris Danny. Jika bukan karena pria itu, Maura pasti sudah bertemu dengan adiknya sekarang.
Danny terdiam sejenak. Laku ia berteriak.
"Panggil Julio, suruh dia menemuiku!" perintahnya pada salah seorang pengawal pribadinya.
Pria itu terlihat setengah membungkukkan badannya, membuat Maura mengalihkan pandangannya ke arah lain. Takut, mungkin.
Kemudian Danny melangkah mendekati Maura, iris matanya terlihat lebih tajam dari biasanya.
"Lain kali, jangan membawa orang asing ke tempat tinggal kita. Kamu bisa 'kan naik taksi?" Manik mata Danny tak sedikitpun melepaskan Maura.
Bibir wanita itu terlihat gemetar. Tetapi ia tetap mencoba bicara.
"Biarkan aku pergi, Danny. Kau tidak menyukaiku bukan? Kenapa harus mengurungku seperti ini? Semua keluargaku sudah kamu habisi. Apalagi sekarang?" Bulir bening tiba-tiba mengalir deras membasahi pipi Maura.
"Dendam ini belum reda, Maura. Aku ingin kamu merasakan pesakitan sepertiku. Kesusahan, tapi tidak satu pintupun yang ku ketuk membukakan pintu. Beberapa di antara mereka... justru mendorongku. Jatuh ... lebih dalam."
Wanita itu langsung beranjak berdiri, lalu menghapus air matanya.
"Maka anggap saja kita impas. Kaku merenggut kesucianku saja itu sudah menyakitkan. Apa lagi kamu menyandra adikku yang bahkan sedang sekarat. Ini keterlaluan, Danny!" Maura bersandar di dekat jendela, menolak coklat hangat yang baru saja disodorkan oleh seorang maid untuknya.
Danny nyaris saja melingkarkan lengan memeluk Maura, entah apa maksudnya ia bersikap seperti itu. Tetapi ia belum sempat menggapai tubuh wanitanya, Maura justru menutupi bibirnya.
"Hooooeeeek!"
Maura berjalan cepat mendekati wastafel.
Ia memuntahkan isi perutnya. Lagi.
Cuaca memang sangat dingin malam itu. Tubuhnya bahkan sampai menggigil.
Danny langsung menahan tubuh bagian belakang wanita itu, saat nyaris terhuyung dan jatuh.
"Panggil dokter pribadiku!" perintah Danny.
Maura menggeleng cepat. "Aku mau ke rumah sakit, aku ingin melihat kondisi adikku. Beri aku kesempatan. Hanya dia yang aku punya," pinta Maura dengan tatapan memohon.
Danny kesal. Lalu ia membungkuk, dan mengecup mengecup lembut bibirnya.
"Danny!" Dia menarik wajah, kaget.
PLAK!
***
Mobil meluncur perlahan menuju rumah sakit dalam kebisuan. Saat Maura melihat ke arah luar jendela. Ia melihat mobil Liam mengikutinya. Wanita itu melihat mata suaminya berusaha fokus ke jalanan di depan sana, meski raut wajahnya tak dipungkiri terlihat gelisah.
Maura sadar, ia sedang dalam masalah besar jika ia benar-benar hamil sekarang.
*
Maura masih dibiarkan terbaring di atas ranjang rumah sakit tempatnya diperiksa.
Pintu kamar itu setengah terbanting ketika Danny terkejut mendengar penuturan dokter yang memeriksa Maura.
Dari sisi ruangan, Maura melihat Julio terus mengawasinya. Seperti sedang mencoba menelisik, apa yang barusan saja terjadi antara Tuannya dan Maura.
***
Maura sedang berusaha untuk berdiri. Tetap seseorang melangkah mendekat. Julio. Pemuda berwajah seram dengan bulu-bulu tipis di kedua sisi wajahnya itu, mengamati gerak-gerik Maura dengan tatapan sedikit curiga. Kemudian mengalihkan pandangan pada seorang perawat yang sedang membantu Maura merapikan pakaiannya.
"Kau perawat pria, bukan? Apa kau tidak takut? Beraninya kamu menyentuh Nyonya Lionel Danny?"
Pria yang bersama Maura itu menoleh sejenak.
"Saya hanya membantu pasien. Kami tidak berniat untuk tidak sopan," terangnya.
Julio mengangguk saat menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Sepertinya ia sedang melihat Danny melambaikan tangan ke arahnya.
"Kalian lanjutkan saja bicara, hanya dua orang asing 'kan?" tebak Julio setengah menyindir.
Maura memicingkan matanya, mendengar itu. Ia tak mengerti apa maksud dari sindiran Julio kepada mereka berdua.
Lalu pria itu pergi menemui Tuannya.
"Liam. Mungkin saja aku hamil. Bantu Aku melarikan diri, aku tidak mau melahirkan anak ini. Aku tidak mau." Maura menangis histeris.
Rupanya pria yang menyamar sebagai perawat itu adalah Liam.
"Kecilkan suaramu, Maura. Danny bisa tahu jika aku ada di sini, nanti. Aku akan mencari cara. Aku akan membuatmu menghilang dari sisinya untuk selamanya," cetus Liam.
Tak lama berselang, detak suara sepasang sepatu pantofel sedikit menggema di ruangan. Lalu muncul sosok Julio yang berhenti tak jauh di belakang Liam.
"Nyonya, aku akan mengantarmu ke mobil, dan kau perawat ... Tuan Danny ingin bicara padamu, empat mata saja."
Mata Maura terbelalak seketika. Sedangkan Liam, pria itu justru terlihat santai. Ia mengangguk pelan, lalu pergi meninggalkan Maura yang kini bersama Julio.
update lebih bnyk lgi sehari 2-3 bab hehe...