Masa remajaku tidak seindah remaja lain. Di mana saat hormon cinta itu datang, tapi semua orang disekitarku tidak menyetujuinya. Bagaimana?
Aku hanya ingin merasakannya sekali saja! Apa itu tetap tidak boleh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Riaaan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
Sore hari, aku diantar Wisnu pulang. Bertepatan dengan ibu yang juga baru balik kerja.
"Habis dari mana, Mut?" tanya ibu.
Wisnu langsung menyalaminya. "Maaf, Tante tadi ga izin dulu. Saya minta temenin Mutia buat beli barang-barang keperluan rumah," jawab Wisnu.
"Loh, kamu udah pindah, Nu? Di mana?" tanya ibu membuka pintu rumah. "Sini masuk."
"Di mess tempat kerja, Tante."
"Kerja? Jadi sekolah kamu gimana?"
"Ya tetap sekolah. Kerja part time gitu, Tante. Ada mess-nya, jadi pas kemaren nenek meninggal, diminta buat pindah ke situ aja langsung," jelas Wisnu.
"Jauh dar sini?" tanya ibu lagi.
"Deket rumahnya Bulan, Bu. Dia kerja di pabrik bapaknya Bulan," jelasku.
"Oooh, pantesan kamu ke rumah Bulan mulu."
"Lah, mau ke rumah siapa lagi? Suci udah pindah kok. Malahan ngilang gitu aja. Ga tau ke mana," balasku.
"Jadi sekarang temen kamu cuma Bulan sama Wisnu?"
"Sejak kapan aku temenan sama dia?" tunjukku pada Wisnu.
"Loh itu kamu bantuin dia beli perabotan. Berarti temenan dong."
"Kita kan harus bantu semua orang, Bu."
"Siapa juga ya mau temenan sama lo! Berisik!" tegas Wisnu.
"Ya emang gue berisik, makanya gue ga mau temenan sama lo yang ga berisik! Ga asik!" balasku.
"Udah udah, malah berantem. Udah makan belum kalian?" tanya ibu.
"Udah sih, Bu. Tadi siang."
"Ya udah bentar ya, kalian ngobrol aja dulu. Ibu mau masak makan malem. Wisnu nanti makan bareng ya? Jangan buru-buru pulang. Makak dulu di sini bareng kita," ucap ibuku.
"Iya, Tante. Makasih,"balasnya.
Setelah ibu benar-benar pergi ke kamarnya, aku menatap Wisnu dan langsung merangkul lehernya seolah-olah aku preman paling kasar di muka bumi. "Jadi lo ga mau temenan sama gue, karena gue berisik?!" omelku dengan suara pelan agar tidak terdengar ibu.
"Lo duluan yang bilang."
"Gue kan cuma bercanda! Kenapa lo ngatain gue?!"
"Lo bilang ga mau temenan sama gue."
"Bener-bener ya lo ...."
"Tanteeee, Mut ...." Aku membekap mulut Wisnu agar dia tidak melaporkan aku pada ibu, sebab tadi aku hendak mencekiknya.
"Kenapa?" tanya ibu dari dalam kamar.
"Ga, Bu! Wisnu mau minum," jawabku setengah berteriak.
"Jangan berantem ya, Mut," balas ibu.
"Ga kok."
Wisnu melepaskan bekapanku, tiba-tiba ....
- Cup! Dia mengecup bibirku. Aku langsung panik dan melihat ke arah pintu kamar ibu.
Nanti diliat ibu! Omelku tanpa suara.
"Makanya jangan nakal!" ucapnya santai.
***
Wisnu benar-benar makan malam bersama aku dan ibu di rumah ini. Dia sangat menikmati makanannya. Dia menghabiskan semua makanan di piringnya. Itu hal yang ibuku sukai sebab aku jarang menghabiskan makanan. Lagipula, ibu sering mengambilkan makanan terlalu banyak.
Ia bercita-cita untuk membuatku banyak makan. Ibu pikir bahwa mengambilkan banyak makanan, akan aku habiskan semuanya, padahal porsi makanku tak sebanyak itu.
"Liat tuh Wisnu. Makan ga milih-milih, habis. Ga kayak kamu, makan dikit, kenyang. Ga ada isinya perut kamu, Mut," ucap ibu membuatku ku menoleh kesal pada Wisnu.
"Wajar dong, Bu. Wisnu kan cowok, butuh banyak energi, lagian dia kerja juga," balasku.
Wisnu menatapku dengan alis naik sebelah. "Emang Mutia makannya dikit, Tante?" tanyanya.
"Dikiiiiiit! Dikit banget, Nu. Setengah centong aja ga habis."
"Loh, tadi makan nasi padang sebungkus habis kok," balasnya.
"Iya, dia tuh makannya yang begituan. Nasi padang, bakso, mi ayam, yang begitu-begitu dia habis, tapi coba kalo disuruh makan nasi di rumah, kadang-kadang juga ga makan. Habis juga kalo lagi mood doang," oceh ibuku.
"Disuapin aja, Tante. Kalo belum habis, suapij aja terus."
"Lambung gue tuh ga segede lambung lo," bantahku.
"Lo harus ngerasain ga punya makanan dan asam lambung lo naik. Pilih-pilih makanan, itu artinya lo memilih untuk nyakitin lambung," omel Wisnu.
"Emang udah sakit lambung pun," balasku.
"Nah tuh kan! Lambung kalo udah rusak, susah buat hidup sehat. Ntar malah gampang anemia, gampang sakit syaraf, stress dikit langsung sakit, pingsan," oceh Wisnu lagi.
"Pingsan? Apa jangan-jangan pembuluh darah gue menyempit itu gegara lambung juga?" tanyaku.
"Bisa aja. Lo ga makan, lo kurang tidur gegara begadang main game mulu! Begadang, main game, kalah pula, stress, pembuluh darah menyempit, detak jantung jadi cepet gegara kesel. Kena itu pasti!"
"Loh!" Aku menoleh ke ibu dan pandangannya sama persis seperti Wisnu.
Mengintimidasi aku!
"Lo tau dari mana? Paling lo ngarang doang!" bantahku.
"Gue tau .... Pokoknya gue tau lah," jelas Wisnu yang tak jelas.