NovelToon NovelToon
Two Bad

Two Bad

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Murid Genius / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Bad Boy
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Aalgy Sabila

"Yang kalian lakukan salah."

Baik Meyra maupun Fero tidak mempedulikan apa yang mereka lakukan itu salah atau benar. Yang mereka tau ialah mereka senang dan puas karena melakukan hal yang mereka inginkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aalgy Sabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eschew

——

"Kamu kenapa Mayra?" tanya Ella sambil berbisik karena guru di depan sedang menjelaskan materi.

Mayra menggeleng sambil menopangkan dagu. Mungkin orang berpikir ia sedang memperhatikan penjelasan guru sejarah yang sampai sekarang belum ia ketahui namanya. Tapi tidak. Sebenarnya pikirannya bercabang ke sana ke mari memikirkan hal yang sebenarnya tak perlu dipikirkan, alias over thingking.

"Kamu kalau kayak gini, jadi kayak Mayra yang dulu aku kenal," Ella berucap lagi, kali ini tak berbisik.

"Mana ada!" Mayra menegakkan tubuhnya seketika. Ia tak mau menjadi Mayra yang dulu, yang bodoh, yang lugu, yang polos—No.

Ella menarik pelan seragam Mayra, "Kamu kekencengan Mayra," cicitnya.

Mayra memperhatikan sekitar dan untungnya guru yang mengajar tadi pergi dari sehingga yang mendengarnya berbicara sekencang itu hanya teman-teman sekelasnya.

"Gue gak mau jadi bodoh kayak dulu, gue muak—"

"Kan dulu lo gak bodoh Mayra, lo pinter," celetuk seseorang. Tentunya bukan Ella karena itu bukan gaya bicaranya.

Mata Mayra menyipit tajam melihat seseorang berparas tampan di kursi paling depan. Saat pertama masuk ke kelas ini, kenapa ia tak melihat pria manis ini? Tunggu ...  kayak kenal, tapi siapa?

"Lo gak kenal gue?"

Kalau bertanya demikian, pasti si pria beralis tebal itu salah satu teman Smpnya. Teman Sd tak mungkin karena saat masa itu ia tak mempunyai satupun teman. Teman Smp juga ia hanya punya Ella dan Khel—Apa jangan-jangan pria tampan itu Khel?

Mayra membenarkan letak kacamatanya dengan baik dan matanya semakin menyipit tajam, malahan udah gak keliatan bola matanya saking sipitnya itu mata. Btw, hari ini ia tak memakai lensa minusnya karena kesiangan. Jadi akhirnya pake kacamata.

Sebentar-sebentar, Khel teman Smpnya dulu gemuk, berpipi chubby—ya, pria ini juga berpipi chubby. Tapi tidak gemuk, malahan proporsional. Mayra yakin di balik seragam yang dipakainya terdapat otot-otot yang terbentuk dengan sempurna, seperti Fero—

Shit! Kenapa malah ke sana? Ia menggelengkan kepala, mengenyahkan bayang-bayang Fero.

Itu peringatan langsung dari otak lu Mayra, supaya lu gak muji-muji cowok lain di saat lu udah punya pacar.

Tapi Mayra gak bisa. Emangnya ada cewek yang bisa buat gak muji cowok yang bukan pacarnya?

"Gue Khel, Ay .... "

Ternyata benar, bahkan panggilan khusus yang diberikan Khel dulu padanya terucap dari Mas ganteng.

"Lo kok jadi ganteng?" tanya Mayra sambil mengelus dagunya. Sedang berintuisi tentang apa yang terjadi pada salah satu temannya, dari Mas gendut jadi Mas ganteng.

"Siapa yang ganteng?"

"Lo lah ... " ucap Mayra sambil memutar kepalanya ke arah suara berasal, bukan Khel. Lalu menunduk dan bergumam, "perasaan dari tadi ada aja yang nyautin gue."

Tadi Khel dan sekarang Bu sejarah yang gak tau namanya.

——

Ke kantin?

Lo sama temen lo aja, gue sama temen gue

"Untung tadi lo gak dimarahin Bu Wulan, kalau kena mampus lo."

Mayra menyimpan ponselnya di tas setelah membalas pesan Fero, lalu menoleh pada Khel yang sudah berdiri di depannya.

"Kalaupun akhirnya gue dihukum atau diomelin gue udah biasa Khel, udah kebal."

Khel mengangkat satu alisnya. Tak paham apa yang dimaksud Mayra.

"Dia udah berubah Khel," sahut Ella pelan.

Mayra membuat gaya-gaya aneh dengan tubuhnya dan memasang senyum genit.

Wajah Khel mengernyit jijik, "Gara-gara putus sama Aldi lo jadi gini?"

Mayra memutar bola matanya malas. "Udah ah, nanti ceritanya. Gue laper, kantin yok!"

——

Genggaman tangannya pada sendok itu semakin erat menekan mangkuk bakso, jangan lupakan juga matanya yang menyipit tajam. Katanya ke kantin bersama teman, tapi apa? Kenapa malah berduaan dengan si pengurus OSIS itu?! Ia pikir pergi dengan teman perempuannya. Ternyata bohong, pacarnya berbohong.

"Lo kenapa Fer?" Tanya Tino heran. Pasalnya mangkuk milik Fero mungkin saja akan pecah kalau tak segera diinterupsi olehnya.

"Nanti mangkoknya pecah lo teken gitu Fer, lo kenapa sih? Meresahkan banget," celetuk Ephen kesal. Gimana gak kesel kalau gara-gara Fero yang betingkah nyebelin, suasana meja mereka jadi gak enak.

Maksud dari tingkah nyebelinnya itu nusuk bakso keras-keras, ngebanting gelas dengan keras, suara mangkuk yang kebentur sama sendok plus garpu. Membagongkan sekali kan, bikin gedeg kelakuan si Fero.

Fero menggeleng keras dan mulai makan dengan cara yang lebih baik dari sebelumnya. Tapi matanya tak berhenti menatapi meja yang di ujung sana.

Tino mengikuti ke mana Fero memandang, lalu mengangkat satu alisnya.

"Lo cemburu?"

"Gak!"

"Gausah ngegas kali," ucap Tino.

Ephen menoel Tino, ia tak mengerti dengan apa yang ditanyakan teman satunya itu. Tino mengarahkan dagu ke seseorang dimana Fero masih menatapnya dengan tajam.

"Emang lo siapanya cemburu kayak gitu hah?" Tanya Ephen dengan santai.

Fero langsung mengalihkan tatapan tajamnya pada Ephen. "Gue pacarnya."

Ephen dan Tino saling pandang, Fero belum cerita apapun pada keduanya. Sepertinya harus diinterogasi nih.

"Sejak kapan lo pacaran sama dia?"

"Beberapa hari yang lalu."

"Kok lo gak bilang sih!?"

"Terserah gue lah!" balas Fero tak kalah sewot dari Ephen.

Ephen mendelik saja, tak membalas lagi.

"Gue denger pacar lo di sekolahnya dulu pinter, apa jangan-jangan perubahan lo sekarang karna dia?" Tino memusatkan pandangannya pada Fero. Ia sungguh penasaran, setahunya tak ada yang bisa mempengaruhi Fero selama ini. Jika benar alasan Fero berubah karena Mayra, ia sangat kagum dengannya bisa mengubah Fero yang keras kepala.

Anggukan Fero menjadi sebab decakan kagum dari Ephen. "Hebat banget tu orang, bisa ngendaliin lo sampai kayak gini."

Fero menatap datar Ephen. Apa katanya? Mayra yang mengendalikannya? Tidak. Hanya ia yang boleh mengendalikan di sini. Harusnya Mayra yang nurut kepadanya, bukan sebaliknya. Itu tak bisa dibiarkan.

"Tapi gue denger dia di sana sering bikin ulah," ujar Ephen heran.

"Gue sih udah nebak, soalnya waktu itu kita pertama kali ketemu dia di club," celetuk Tino.

"Jangan ngejelekin dia."

Rasanya Fero ingin mengucapkan itu, tapi ia menahannya. Sebab  ia sedang merasa kesal dengan gadis tinggi itu.

"Kalau seseorang berubah sikap sama lo, itu karena apa?" Tanya Fero tiba-tiba.

"Berarti lo punya salah sama dia."

"Gue gak punya salah sama Mayra," gumam Fero pelan.

Perubahan sikap Mayra masih menjadi tanda tanya baginya, meskipun ia tak terlihat ambil pusing dengan itu. Tapi pikirannya tak bisa berhenti untuk memikirkan alasan di balik semua itu.

"Jadi lo lagi ngomongin diri lo sendiri," ucap Ephen jail. Jangan lupakan kalau Ephen bertelinga besar, hingga gumaman Fero yang kebetulan berada di sampingnya bisa terdengar jelas.

Fero kelabakan, ia mengalihkan pandangannya ke lain arah. Kalau gini kan jadi keliatan kalau ia sedang memiliki masalah dengan Mayra. Ia tak mau hal itu diketahui oleh kedua temannya. Tapi ...  ia bodoh mengenai hal percintaan dibanding kedua temannya yang sudah berpengalaman, apakah ia ceritakan saja kejadiannya?

"Gue ... "

"Lo jangan ragu Fer, kita berdua pasti bakal bantuin lo." Tino meyakinkan.

Ephen membantah, "Enak aja, lo aja kali. Gue mah enggak, itu masalah Fero bukan gue."

"Lo gak mau ditraktir Fero lagi?"

Ephen langsung terdiam kaku.

"Gue ...  kemarin ke rumah sakit tempat Varidza dirawat sama Mayra. Katanya sekalian dia mau ke dokter kulit. Tapi pas kita pulang, sikap dia jadi berubah. Dia jadi lebih cuek, padahal dia itu orangnya cerewet. Gue ngerasa gue gak punya salah apapun sama dia. Sekarang aja dia tadi di chat bilang mau ke kantin sam temennya, tapi dia duduk berdua sama si Khel."

Tino dan Ephen saling pandang. Mereka sebagai yang berpengalaman harus memberikan nasihat bijak bagi Fero.

"Lo tanyain langsung, kenapa dia jadi berubah," ucap Tino kemudian.

"Udah gue tanyain, tapi dia gak jawab apa-apa."

"Lo cari tau apa yang paling—eh, bentar-bentar. Tadi lo bilang kalau dia abis dari dokter kulit?"

Fero mengangguk.

"Apa jangan-jangan, dia dinyatakan punya penyakit mematikan sampai dia jauhin lo karena gak mau lo sedih."

"Hipotesis lo terlalu dramatis Ephen," ucap Tino sambil memutar bola matanya malas.

"Dia ... "

"Udah jangan lo pikirin omongan si Ephen. Kalau lo emang gak ada salah sama dia ya selow aja, pasti nanti dia bakal baik sendiri."

Tino benar.

Tapi sialnya Fero malah memikirkan ucapan Ephen tadi. Yang padahal sudah tau kalau hal itu terlalu dramatis bagi seorang Mayra yang realistis.

——

1
Curtis
Terharu...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!