lili ada gadis lugu yang Bahkan tidak pernah punya pacar. tapi bagaimana Ketika tiba di hari kiamat dia mendapatkan sebuah sistem yang membuatnya gila.
bukan sistem untuk mengumpulkan bahan atau sebuah ruang angkasa tapi sistem untuk mengumpulkan para pria.
ajaibnya setiap kali ke pria yang bergabung, apa yang di makan atau menghancurkan sesuatu, barang itu akan langsung dilipatgandakan di dalam ruangan khusus.
Lily sang gadis lugu tiba-tiba menjadi sosok yang penting disebut tempat perlindungan.
tapi pertanyaannya Apakah lili sanggup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon samsuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
Sudah dua hari berlalu sejak Real pergi. Lili menunggu dengan sabar di hari pertama, namun ketika matahari terbit dan belum ada kabar juga, pikirannya mulai melayang-layang.
Dulu dia agak ragu dengan kepergian reil, apakah pria ini menginginkan dia atau tidak.Tapi sekarang yang ada hanya rasa kekhawatiran apakah masalah reil begitu serius sampai nggak bisa di tangani untuk satu atau dua hari.
Tapi untung lah rasa itu perlahan diisi oleh Evan Qi, yang seolah tanpa rencana selalu muncul di waktu yang tepat.
Hari itu, mereka duduk di bangku taman kecil di dekat pusat komando, tempat yang sekarang ditumbuhi tanaman liar namun masih menyimpan sisa keindahan dari masa lalu.
Evan tertawa ringan setelah Lili menceritakan kisah konyol tentang dirinya dan makanan kaleng kadaluarsa. “Kamu memang selalu bisa bikin suasana jadi nyaman, Lil… Nggak heran banyak orang suka sama kamu.”
Lili tersenyum, pipinya sedikit memerah. Evan berbeda dengan Real. Real seperti api yang panas dan membakar, penuh kontrol dan dominasi. Tapi Evan… seperti angin musim semi, lembut dan manis.
[DING!]
(Sistem mencatat: Emosi Evan Qi saat ini - Rasa suka: 60%. Kejujuran: 53%. Fluktuatif. Nilai terlalu rendah untuk jaminan kesetiaan.
(Catatan: Kecocokan dengan host masih tetap 99%.)
Lili menghela napas dalam hati. “Kenapa kamu selalu bilang 99%, tapi nilainya naik turun terus?”
(Karena kecocokan sistem berdasarkan profil psikologis dan memori tubuh di tambah dengan emosi aktual dari subjek. Kecocokan adalah potensi, bukan jaminan.)
Lili menatap Evan yang tengah memetik bunga liar dan menyelipkannya ke telinganya. Dia tertawa kecil, geli tapi juga terpesona.
“Gaya kamu kayak anak sastra banget,” ujarnya sambil memperbaiki posisi bunganya.
“Dulu aku memang anak sastra,” jawab Evan sambil mengedip. “Romantis, kan?”
Lili di gombalin oleh Evan Qi.lili tau tapi dia tetap tersipu-sipu karena nya.
Evan Qi menarik dan pesona nya berbeda dengan real yang penuh dengan maskulin.
"Sistem cari tau tingkat kejujuran nya"kata lili pada sistem harem.dia bisa saja menarik sembarang pria ke dalam Harem nya tapi Lili sendiri punya batasnya sendiri.
Dia hanya perlu orang yang jujur dan baik serta memiliki kebaikan untuk umat manusia.reil sudah sangat cocok untuk kriteria ini dan dia tidak ingin menurun kan levelnya hanya karena Evan Qi.
[DING!]
(Emosi Evan Qi meningkat: Rasa suka: 65%. Kejujuran: 49%.)
Sistem tampak ragu, lalu berbicara lagi di kepala Lili
(Sistem tidak bisa memastikan niat pria ini sepenuhnya tulus. Ada kecenderungan manipulatif… meski belum berbahaya.)
Ah kecenderungan manipulatif? Evan Qi ingin menipu?
“Tapi sejauh ini dia tidak menyakitiku,” Lili membalas dalam hati. “Dan… dia cukup mampu membuatku senang.”
Tapi sebenarnya Evan Qi belum cukup mampu membuat Lili membuka kakinya kan.
Haruskah Evan Qi masuk uji coba atau di eliminasi?
Lili ragu.
Sore itu, mereka kembali duduk berdampingan di pinggir jalan.ada beberapa rumah di sini meskipun tidak begitu bagus. Saat angin berembus pelan, dan Evan duduk sangat dekat. Jarinya nyaris menyentuh tangan Lili.
"Lili..
"Hem?"
“Kalau suatu hari aku punya tempat tinggal yang aman, aku ingin ajak kamu tinggal di sana, Lil,” ucapnya tiba-tiba, suaranya rendah dan hangat.
Lili merasa nyaman dengan ini tapi dia ingin sistem memindai lagi.apakah Evan tulus atau tidak.
[DING!]
(Emosi Evan Qi – Rasa suka: 67%. Kejujuran: 51%. Nada suara menunjukkan niat membujuk, bukan janji.)
Lili tersenyum samar. Hatinya terasa ringan, tapi juga… waspada.
"Lili... bisakah kau.. menjadi pacar ku.eh aku tau kau punya pacar tapi aku tidak bisa menahan diri"
"Lagi pula ini bukan era sebelumnya.Kau tau ada wanita yang aku tau punya pacar lebih dari satu Kata Evan lagi.
Zaman sekarang, jumlah manusia menurun secara drastis.bencana zombi sudah lebih setengah tahun.Pada saat ini manusia tidak lagi peduli dengan moral begitu nyangkut keinginan biologis.
Jadi punya keinginan salur kan saja , entah suka sama suka atau dengan sedikit paksaan.
Lili juga sama,ada pacar tapi siapa yang menuntut untuk setia saat ini.Apalagi pacar Lili nggak kelihatan setelah dua hari kebelakang.
Mungkin kah dia ada kesempatan.
Evan berdiri perlahan untuk meyakinkan lili."Lili tolong pertimbangan aku meskipun hubungan kita di bawah tanah Hem?"
Lili terkesima dengan ini tapi dia masih berkata “Kalau kamu serius, aku akan mempertimbangkannya.”
Evan bersemangat mendengar nya.Dia lantas memeluk lili dan berkata dalam hati,mesin ATM otw.
Sementara itu Lili masih bertanya pada sistem tentang nilai emosi Evan ketika dia setuju tadi.
(Sistem mencatat Potensi pengangkatan Evan Qi ke dalam harem sangat tinggi. Nilai emosional tidak stabil,rata rata cuma empat puluh persentase.ada kecenderungan untuk mendominasi.Rekomendasi: Tunda keputusan hingga nilai kejujuran stabil)
“Baiklah,” bisik Lili .
"Trimakasih Lili terima kasih,aku ..aku sayang kamu"kata Evan dengan semangat.
Tapi Lili masih berkata “ Evan aku setuju tapi tidak sekarang.Aku akan tunggu Real… baru aku akan putuskan.”
Evan pikir melunak kan hati Lili sangat mudah.Dia punya pacar Lili juga punya pacar.Tapi Lili setuju untuk bermain cantik.
Alangkah baiknya itu.
Lili juga berkeinginan untuk memberikan Evan kesempatan m
Malam itu, saat dia menutup mata di kamarnya, wajah yang muncul bukanlah Real. Melainkan Evan dengan senyum lembutnya, dan tatapan mata yang tak mudah ditebak.
Di tempat yang jauh,di pangkalan B.
Di salah satu aula kecil yang dibangun dari reruntuhan hanggar lama, suasana hari itu sangat berat. Matahari sudah tinggi, tapi di dalam ruangan, cahaya hanya menembus samar lewat celah-celah seng. Di depan barisan warga sipil dan beberapa tentara yang tersisa, berdiri seorang pria tegap dengan pakaian militer yang sudah usang, tapi sikapnya tetap kokoh,Kapten Real.
“Terima kasih sudah datang…” Suaranya dalam dan mantap, meski mata-mata yang menatapnya penuh beban dan luka. “Saya tahu, tidak ada kata yang cukup untuk menggantikan orang yang sudah pergi. Tapi… saya di sini bukan untuk mengganti mereka. Saya di sini untuk berdiri bersama kalian.”
Dia sekali lagi membujuk para petinggi pangkalan tapi hasilnya tetap mengecewakan.Hari ini dia ingin memberikan prajurit nya kesempatan untuk memilih pergi atau tinggal.
Beberapa kata dari Real membuat semua orang bersedih
Terdengar isakan dari baris kedua. Seorang wanita hamil, dengan wajah pucat dan tangan memeluk seorang anak perempuan kecil, berusaha menahan tangis namun gagal. Anak itu, mungkin baru lima tahun, hanya memeluk kaki ibunya dengan tatapan kosong.
“Suami saya…” suara si wanita gemetar, “dia ikut dalam patroli terakhir… dan tidak kembali. Saya… saya bahkan tidak tahu bagaimana caranya beli roti di sini tanpa poin.”
"Ibu...
Ini adalah keluarga prajurit yang mati melawan anjing mutan.Istrinya hamil tua dan anaknya masih kecil.
Bagaimana mereka bisa menyewa rumah' di pangkalan ini tanpa tulang punggungnya.
Real melangkah turun dari mimbar darurat. Ia mendekat, lututnya ditekuk hingga sejajar dengan anak kecil itu. “Apa nama ayahmu?” tanyanya lembut.
Lin dayon,” jawab si anak pelan.
Real menatap mata si ibu. “Saya ingat Lin. Dia salah satu yang menyelamatkan pos utara dari terbakar total. Dia kuat tapi gugur saat melawan anjing mutan”
Anak dan istri almarhum menangis lagi .
Air mata tak kunjung reda mengingat mereka akan jadi beban di mata semua orang.
Tapi di mana keadilan.Suami nya mati untuk tugas negara tapi negara bahkan meningalkan mereka untuk mati.
Reil tidak kuasa menahan kesedihannya,dia bangkit, lalu berbicara pada semua orang yang hadir. “Mereka yang berkorban bukan hanya prajurit. Keluarga mereka juga ikut berkorban. Kalian tidak akan saya biarkan jatuh.”
"Aku akan membayar kompensasi yang jelas , yakin lah"
Di antara barisan, beberapa wajah mencurigakan memandang penuh harap bukan karena kesedihan, tapi karena hitungan dalam hati mereka.
Kata kompensasi sungguh mengiurkan.
Seorang bibi berpakaian rapi, bahkan terlalu rapi untuk kondisi sekarang,dia mendekat sambil mengeluh, “Keponakan saya juga ikut bertugas.Dulu saya tidak kekurangan makanan tapi saya sekarang sendirian.Kapten real ngomong ngomong Saya perlu tambahan ransum… dan mungkin tempat tinggal yang lebih dekat ke pusat.”
Real menatap wanita itu lama, lalu mengalihkan pandangannya ke seorang petugas catatan di sampingnya. “Pastikan data pengorbanan keponakannya benar. Dan beri yang ia butuhkan, jika sesuai catatan.”
Bibi itu tersenyum puas, namun Real tidak tersenyum balik.
Dia akan menyelidiki masalah ini.Bibi ini mungkin terlalu sering mengambil keuntungan dari yang namanya keponakan tadi.
Bukannya prajurit masih ada keluarga inti seperti orang tuan dan saudara kandung.
Tapi ini akan di bahas lain kali bukan sekarang.
Suara tangis tak kunjung reda. Seorang ibu tua menggenggam tangan Real, tubuhnya bergetar. “Kapten… kami tak mampu membayar sewa rumah. Bahkan bubur pun kami hanya bisa buat dari air dan rumput liar. Jika tidak ada bantuan… bagaimana anak-anakku bisa bertahan?”
Di belakangnya, sejumlah prajurit berdiri membisu. Mereka tak sanggup berkata apa-apa, tapi dalam hati mereka mulai terhimpit oleh kecemasan yang sama "Kalau aku mati besok, keluargaku akan jadi seperti ini juga…"
Real mengepalkan tangannya. Suaranya tenang tapi tegas. “Aku sudah memikirkan solusi.”
Semua mata tertuju padanya.
“Akan ada sistem poin khusus untuk keluarga prajurit gugur. Aku sedang mengusulkan agar setiap keluarga yang kehilangan tulang punggung dapat pengurangan biaya, jatah bahan makanan khusus, dan perlindungan tempat tinggal. Itu tidak cukup membalas pengorbanan kalian. Tapi itu awal.”
Real membahas tentang mereka yang akan pergi mencari tempat yang lain.
Ada pro dan kontra di sini.
Tapi real tidak menyebut tentang kota Harem.Dia hanya memberikan mereka pilihan, tinggal atau pergi.
Seusai pertemuan itu, beberapa ibu dan anak-anak menghampiri Real satu per satu, mengucapkan terima kasih dengan tangisan dan pelukan.
Rata rata mereka ingin pergi dan terus mengikuti kapten.
Namun Real tahu, tidak semua dari mereka tulus. Ada yang benar-benar kehilangan dan butuh harapan, tapi ada pula yang sekadar melihat celah untuk bertahan lewat belas kasihan.
Tapi ada juga yang tidak ingin pergi karena mereka tidak tau kapan mereka akan menemukan pangkalan yang lain'.Jika pun ada, apakah pemimpin pangkalan akan berbeda dari pemimpin pangkalan B.
Reil membiarkan mereka untuk berpikir sampai beberapa hari.
Setelah semuanya bubar, Real masih berdiri di tengah aula kosong itu. Seorang prajurit muda menghampirinya. “Kapten… Anda tidak harus menanggung semua itu sendiri. Kami bisa bantu.”
Real menggeleng. “Aku harus tahu… mana yang masih bisa diselamatkan dan mana yang cuma ingin selamat sendiri.”
Dia menatap langit yang mulai beranjak senja. Dalam hati, dia tahu Lili sedang menunggunya. Tapi langkahnya terasa berat ,bukan karena tubuh, tapi karena tanggung jawab yang terus menumpuk.
Dalam keputusasaan, seseorang harus tetap berdiri. Kalau bukan dia… siapa lagi?
"Aku adalah kapten dan ini sudah menjadi tanggung jawab ku.Jangan khawatir aku sudah punya solusinya.
Beberapa orang langsung menangis terharu. Tapi belum sempat Real melanjutkan, langkah tergesa datang dari pintu masuk aula.
“Kapten!” Seorang prajurit muda mendekat cepat, lalu membisikkan laporan dengan suara tertahan.
Real mengerutkan dahi. Prajurit itu adalah salah satu yang ia perintahkan secara diam-diam untuk memantau keadaan Lili belakangan ini.bukan karena cemburu, melainkan karena khawatir ada pihak yang mencoba mendekatinya dengan niat jahat.
“Lili… sedang bersama seorang pria?” gumam Real sambil menatap kosong ke arah dinding.
Prajurit itu mengangguk. “Namanya Evan Qi. Terlihat akrab. Sudah dua hari ini mereka sering bersama.”
Seketika, ada semburat kesal di wajah Real. Ia tidak bersuara selama beberapa detik. Namun sorot matanya berubah tajam. "Begitu cepat berpaling?"
Tapi logika dengan cepat mengimbangi emosinya. "Tidak… dia tidak salah . karena Sistem itu… harem. Dia harus memilih."
Pada akhirnya Real juga tidak punya hak untuk cemburu.
Real memejamkan mata sejenak. Ia tahu ini bukan masalah pribadi, melainkan konflik antara hati dan takdir yang dikendalikan teknologi aneh itu.
“Apa dia terlihat mencurigakan?” tanya Real dingin.
“Tidak jelas, Kapten. Pria itu… terlalu halus. Terlalu sempurna.”
Real mendengus pelan, tapi tidak mengucapkan apa-apa. Dalam dadanya, sebuah bara kecil mulai menyala.
Jika keberadaan kota Harem mengharuskan cinta Lili untuk berbagi,maka...
Sakit hati ini perlu di pikirkan lagi.
Namun
Jika Lili memang harus memilih seseorang… maka pastikan dia tidak memilih orang yang salah.
Dia harus membantu Lili menentu kan pilihannya.
Ini tugas nya sebagai permaisuri dalam Harem lili.
thor Doble up ya /Grin/