Daniel Ferondika Abraham adalah cucu pertama pemilik sekolah menengah atas, Garuda High School.
Wajahnya yang tampan membuatnya menjadi idaman siswi sekolahnya bahkan di luar Garuda juga. Namun tidak ada satupun yang berani mengungkapkan rasa sukanya karena sikap tempramen yang di miliki laki-laki itu.
Hal itu tak menyurutkan niat Dara Aprilia, gadis yang berada di bawah satu tingkat Daniel itu sudah terang-terangan mengungkapkan rasa sukanya, namun selalu di tolak.
Mampukah Dara meluluhkan hati Daniel? dan apa sebenarnya penyebab Daniel menjadi laki-laki seperti itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CutyprincesSs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
Di tengah Daniel yang menghadapi masalah baru di keluarga nya, kehidupan Dara justru lebih tenang. Gadis itu benar-benar menghabiskan waktu nya untuk belajar dan fokus pada laptop. Zahra bahkan kewalahan dan angkat tangan untuk membujuk sahabatnya itu untuk sekedar beristirahat ataupun makan.
Dua minggu lagi adalah waktu ujian akan di adakan, namun suasana di kediaman rumah Ananta itu sangat sepi. "Anybody home?" julian yang baru saja pulang sekolah sedikit berteriak ketika menutup pintu ruang tamu. Tidak ada sahutan. Anak terakhir keluarga Ananta itu berjalan menuju kamarnya, namun saat melewati kamar kakak perempuannya, pintu kamarnya sedikit terbuka. Di dalam sana, Dara duduk di depan meja belajar dengan laptop terbuka, memperlihatkan situs beasiswa.
Dara sedang meremat tangannya, menunggu harap-harap cemas bahwa malam ini adalah pengumuman mengenai beasiswa itu.
Mata Julian melebar, ia masuk tanpa permisi dan membuat Dara terkejut.
"Astaga Julian! Lo ngagetin gue sialan!" Dara sedikit berteriak lalu memukul bahu Julian dengan keras. Sementara Julian meringis menerima pukulan dari kakak nya, lalu berjongkok untuk ikut menunggu hasil pengumuman.
"Kak, lo tega ya? Kenapa lo gak ngasih tahu kami kalau lo daftar beasiswa?" Dara melihat adik laki-laki nya itu sambil mengelus puncak kepala nya. "Sengaja, gue selama ini ambis bukan karena ngejar nilai ujian dek, tapi juga berjuang buat dapat ini. Jujur setelah patah hati, tekad gue makin besar buat belajar. Jalan hidup gue masih panjang. Kalau gue gagal soal cinta, gue gak boleh gagal buat masa depan." Julian memeluk pinggang kakak perempuan nya itu. "Kak Dara, lo keren banget, gue juga pengen kaya lo!"
Percakapan keduanya terdengar oleh Davin yang baru saja pulang dari kampus. "Hei? What's up?" kenapa gak ngajak abang kalau mau me time bareng?" Dara segera menutup laptopnya, namun Julian menahan, "Kak, lo harus kasih tahu ke semua orang!" ucap Julian, Dara menatapnya lalu menunduk.
"Oke-oke, tapi lo ganti baju sana, nanti setelah makan malam, gue bakal kasih tahu semuanya." balas Dara berdiri menuju ke garis pintu, bersama Davin yang menatap nya penuh curiga. "Apa? Sana abang! Nanti gue kasih tahu!" Davin bersedekap, "Benar ya? Awas kalau gak" Dara mengangguk.
Ia benar-benar menepati janjinya. Selesai makan malam, Dara meminta keluarga nya untuk berada di ruang keluarga. "Sebenarnya ada apa Dara? Kamu bikin kami penasaran." Ali melihat Dara yang baru saja keluar kamar dengan membawa laptop nya. Dara hanya tersenyum kecil, lalu mulai menyalakan laptop itu dan membuka laman website asing. Sementara Davin tiba-tiba nyeletuk, "Ini ada hubungannya dengan tadi sore dan sesuatu yang lo sembunyiin dari gue kan dek?" mata Dara membulat, "Hah? Abang tahu?" Davin tersenyum, sorot matanya penuh keteduhan. "Feeling Ra, semenjak kelas 3 ini lo udah nggak pernah keluar rumah jarang ke mall, malah sering ke Gramedia buat beli buku, sering nyari tempat sepi, buka laptop, deg-degan sendiri. Tapi gue nunggu lo cerita sendiri ke kami."
Dara nyengir, tangan nya terasa dingin, dia menegakkan badan. "Jadi... waktu papa bilang soal minta Dara buat kuliah di Inggris itu, Dara langsung cari info. Dan... Dara udah daftar beasiswa diam-diam." Vivi langsung menegakkan badan setelah meletakkan nampan berisi 5 cangkir teh di atas meja. "Lho, kok gak ngomong sama kami dulu nak?" Julian ikut heboh, "Pantas ya bang Davin bilang lo suka nyari tempat sepi kak." Ali menggelengkan kepalanya, tapi dari senyumnya, pria berumur setengah abad itu menunjukkan rasa bangga.
Davin duduk di sebelah Dara sambil menepuk bahunya. "Lo siapin ini sendirian? G*la sih, Dara. Tapi lo keren." Dara mengangguk. "Malam ini pengumuman hasilnya keluar, jadi Dara mau bacain bareng-bareng."
Semua hening, Dara klik tombol refresh dan notifikasi masuk. Di layar tertulis : "CONGRATULATIONS! You've been accepted..." Vivi berdiri sambil teriak kecil. "Alhamdulillah anak mama lulus beasiswa!" Julian ikut dengan lempar bantal ke udara. "Kakak gue jadi buleee!" Davin masih duduk di samping Dara, perasaannya campur aduk. "Jadi lo mau ninggalin gue dek?" Dara menoleh, matanya berair, "Nggak kak, gue cuma mau belajar buat masa depan kita semua." Davin ikut terharu, dia lantas memeluk Dara. "Kalau gitu lo harus janji satu hal : jangan putus komunikasi, kalau ada apa-apa bilang sama om dan tante disana, terutama papa dan mama. Gue juga gak mau jadi orang terakhir yang tahu kabar lo." Davin melepas pelukannya, Dara mengangguk, "Deal!"
Ali lantas mengecup pucuk kepala Dara dan tersenyum. Malam itu bukan hanya pengumuman beasiswa, tapi langkah awal Dara untuk tumbuh dari luka yang akan mengubah seluruh hidup nya.
***
Vomen nya dong gaes, maaf ya kalau ada typo 🙏🏼