Reina, seorang siswi yang meninggal karena menjadi korban buly dari teman temannya.
Di ujung nafasnya dia berdoa, memohon kepada Tuhan untuk memberikan dia kesempatan kedua, agar dia bisa membalas dendam pada orang orang yang telah berbuat jahat padanya.
Siapa sangka ternyata keinginan itu terkabul,
dan pembalasan pun di mulai.
Tetapi ternyata, membalas dendam tidak membuatnya merasa puas.
Tidak membuat hatinya merasa damai.
Lalu apa yang sebenarnya diinginkan oleh hatinya?
Ikuti kisahnya dalam
PEMBALASAN DI KEHIDUPAN KEDUA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
Nyonya Sumitra Adiguna terkesiap melihat wajah dalam foto. Degup jantung nya pun menjadi semakin tak terkendali.
"ini, bukankah ini wanita penggoda itu?”
Foto itu menampilkan seorang wanita muda, cantik. Sorot matanya penuh kemenangan. Wanita itu, dia yang dimasa lalu pernah menjadi duri dalam pernikahannya, Siska.
“Siska? Dia menggendong bayi? Apa selama ini ternyata dia juga punya anak dengan Bambang?Tapi,,,. Kenapa wajah bayi ini mirip dengan baby Starla? Ataukah mungkin itu memang baby Starla? Kapan Siska datang ke rumah dan menggendong baby starla?” Berbagai pertanyaan terus berputar di otaknya.
Tiba-tiba saja wajah Sumitra terbelalak saat ia menyadari sesuatu. “Tunggu! Kenapa wajah baby Starla ada kemiripan dengan perempuan jalang itu?”
“Apa sebenarnya maksud dari semua ini?” sayangnya, berulang kali berpikir, tetap saja tak mengerti apa yang sebenarnya dia hadapi. Atau,,, dia enggan menerima kenyataan yang mulai bermunculan di kepalanya.
“CCTV.” Nyonya Adiguna berpikir cepat. “Pengirim foto ini pasti terekam kamera CCTV yang ada di gerbang depan. Aku harus tahu siapa dia. Dia harus menjelaskan semuanya!” Nyonya Adiguna kembali keluar dari kamar. Dengan langkah tergesa wanita itu menuju ruang kerja suaminya.
Duduk di kursi kerja Tuan Adiguna, tangannya dengan cekatan membuka laptop guna memeriksa rekaman CCTV kemarin sore dan pagi ini. Namun, keningnya mengerut saat tak menemukan apapun yang dia cari.
“Kenapa tidak ada? Mana mungkin pengirim foto itu tidak terekam CCTV. Apa mungkin CCTV di gerbang depan sudah diretas?” Nyonya Adiguna terus bergumam seorang diri.
“Ahh, sial! Siapa sebenarnya yang sedang bermain-main denganku?” wanita paruh baya itu menjadi geram hingga urat-urat di wajahnya bermunculan akibat gerahamnya yang saling beradu.
“Tidak. Aku tidak akan diam dan menunggu. Aku harus mencari tahu. Siapa sebenarnya yang mengirim foto ini..” Nyonya Adiguna mengambil ponsel yang ada dalam tas tangannya.
“Detektif Rudi. Dia pasti bisa membantuku, menemukan siapa pengirim teror ini.” Nyonya Adiguna segera mencari nomor kontak yang dia maksud.
Tuliling… tuliling…
Akan tetapi, belum sempat menekan tombol panggil, sebuah panggilan masuk mengagetkannya, membuatnya geragapan hingga ponsel di tangannya nyaris terlepas. Segera saja nyonya Adiguna memeriksa nya. Sebuah panggilan dari nomor tak dikenal membuat jantungnya berdebar kencang.
Dengan tangan gemetar, wanita itu menekan tombol hijau lalu mendekatkan ponsel ke telinga. “Hallo,” sapanya.
“Apa kabar, Nyonya Adiguna?” suara serak seorang pria terdengar di seberang sana.
“Siapa ini?”
“Saya? Saya yang mengirim foto-foto itu,” jawab orang di seberang sana, suaranya masih terdengar lirih. “Bagaimana menurut Anda? Foto yang sangat bagus, bukan?”
“Katakan dengan jelas! Apa maksud semua foto-foto itu?” Nyonya Adiguna berusaha mengendalikan emosinya.
“Yang benar saja, Nyonya? Mana mungkin wanita secerdik Anda tidak bisa mengambil kesimpulan. Ha ha ha.. “
Nyonya Adiguna terpaku. Pikirannya kembali melayang ke dua foto yang diterimanya sebelumnya. Bayi dengan kain bedong yang berbeda… wajah bayi lain yang terasa familiar,,, wajah baby Starla yang mirip Siska. Apakah mungkin…?
Mata Sumitra terbelalak dengan mulut terbuka lebar. “Oh tidak. Jangan bilang kalau maksudmu adalah…?”
“Ha ha ha,,, sudah aku duga. Nyonya Adiguna pastilah wanita yang cerdas dan mudah tanggap.” Suara di seberang terdengar penuh ejekan.
Suara di seberang membuat tubuh Sumitra menjadi beku. Tidak. Itu tidak mungkin. Jadi, selama ini dia membesarkan anak musuhnya? Nyonya Adiguna kemudian membayangkan wajah Starla yang sekarang, membandingkannya dengan wajah Siska dalam foto. Mereka berdua benar-benar mirip.
Wanita itu benar-benar syok. Tubuhnya bergetar hebat. Air mata seketika mengalir deras. Dia merasa dikhianati. Mencoba mempertahankan agar ponsel tetap dalam genggaman. Ada yang masih ingin dia dengar.
“Untuk memperkuat dugaan, bagaimana kalau saya mengajak Anda untuk melihat sebuah tayangan film klasik?” suara di seberang kembali terdengar.
Film klasik? Apa maksudnya?
Tring
Belum sempat bertanya, panggilan telah terputus sepihak. Lalu sebuah notif pesan masuk di ponselnya. Segera saja ia membukanya. Sebuah file video, Sumitra mendownload nya.
Adegan demi adegan, membuat air matanya kian berderai. Adegan dimana dirinya terbaring tak sadarkan diri di ranjang rumah sakit. Dia ingat itu. Itu adalah hari dimana dia baru saja melahirkan putrinya.
“Kenapa ibu mertua tega melakukan ini padaku?” Suara tangis Sumitra semakin terdengar jelas, dan semakin menyayat hati. Sampai kemudian tangis itu terhenti dengan sendirinya saat dia kembali tersadar.
“Kalau yang bersamaku adalah anak si jalang, lalu di mana putriku?”
Tring…
Sebuah notif pesan kembali masuk. Sumitra membuka nya. Itu sebuah lokasi.
“Bertemu denganku di lokasi yang sudah kukirim, dan anda akan tahu semuanya!”
Nyonya Adiguna menutup telepon dengan tangan gemetar. Memasukkannya kembali ke dalam tas, lalu menyeka air matanya kasar. Ia merasa jantungnya seakan akan meledak. Rasa penasaran dan ketakutan bercampur aduk dalam hatinya.
Tanpa ragu, Nyonya Adiguna bergegas bersiap-siap. Ia harus bertemu pria itu. Ia harus mengetahui kebenaran di balik semua ini. Keberadaan putrinya, masa lalunya, semuanya terasa begitu misterius dan terselubung. Ternyata Starla yang selama ini dia manjakan bukanlah anaknya.
Dengan langkah tergesa, Nyonya Adiguna menuju mobilnya. Ia menolak sopir yang selama ini mengantar jemput kemanapun dia pergi. Sopir itu, dulu ibu mertuanya yang mempekerjakan nya. Bisa saja sopir itu bekerja untuk mengawasi dirinya.
Sumitra memukul setir berkali-kali. Rasa kesal menyerbu. Ia sedang terburu-buru, tapi, jalanan kota begitu padat, sepadat badai emosi yang sedang berkecamuk di hatinya.
baru komen setelah di bab ini✌️✌️. maaf ya kak Author
ini setting murid SMA kan? kalau di sebelah kuliah, apakah kaka author berkolaborasi dalam membuat cerita?
bagaimana ya kira² klo tahu reina ternyata justru anak kandungnya 🤔🫣