Ini kelanjutan cerita Mia dan Rafa di novel author Dibalik Cadar Istriku.
Saat mengikuti acara amal kampus ternyata Mia di jebak oleh seorang pria dengan memberinya obat perangsang yang dicampurkan ke dalam minumannya.
Nahasnya Rafa juga tanpa sengaja meminum minuman yang dicampur obat perangsang itu.
Rafa yang menyadari ada yang tidak beres dengan minuman yang diminumnya seketika mengkhawatirkan keadaan Mia.
Dan benar saja, saat dirinya mencari keberadaan Mia, wanita itu hampir saja dilecehkan seseorang.
Namun, setelah Rafa berhasil menyelamatkan Mia, sesuatu yang tak terduga terjadi diantara mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Rafa baru saja tiba di kampus saat menerima pesan di ponselnya. Begitu melihat ke layar, ada nama Mia yang tertera dengan pemberitahuan pesan baru.
Kedua alis lelaki itu pun saling bertaut, sebab tidak biasanya Mia mengirimkan pesan padanya. Tanpa menunggu ia langsung membukanya.
"Tolong ke rumah sekarang." Isi pesan singkat dari Mia.
Rafa tiba-tiba panik. Pikiran buruknya langsung menuju pada dugaan bahwa sedang terjadi sesuatu dengan kehamilan istrinya.
Tanpa mengulur waktu, ia segera melaju ke rumah sang mertua dengan kecepatan tinggi. Hanya butuh waktu sepuluh menit ia sudah tiba.
Memasuki parkiran, ia berpapasan dengan Gilang yang akan berangkat ke kantor.
"Assalamualaikum, Ayah," ucapnya sambil mencium punggung tangan sang mertua.
"Wa'alaikumsalam," balasnya tersenyum.
"Apa terjadi sesuatu dengan Mia?"
"Tidak. Masuk saja dan bicara dengannya." Ia menepuk bahu menantunya. "Ayah mau berangkat ke kantor dulu."
Rafa segera melangkah memasuki rumah. Airin sedang duduk di ruang keluarga saat Rafa melintas dengan tergesa-gesa.
"Bunda, Mia di mana?" tanyanya.
"Ada di kamar, Nak. Masuk saja, dia sudah menunggu kamu."
Langkah lelaki itu langsung mengarah ke kamar sang istri yang berada tak begitu jauh dari ruang keluarga.
Ketika telah berada di ambang pintu kamar, ia tampak sedikit ragu. Tangannya mulai mengetuk pintu.
"Masuk!" suara Mia terdengar dari dalam. Membuat Rafa memutar gagang pintu dan mendorongnya hingga terbuka.
Rafa memandangi punggung istrinya yang berdiri di menghadap jendela. Membelakangi dirinya. Perlahan ia melangkah mendekat meskipun ragu.
"Kamu kenapa? Apa masih mual? Sakit kepala? Atau kram perut?" tanyanya khawatir.
Mia berbalik dan menatapnya dalam-dalam.
Melihat bias kekhawatiran yang memancar dari wajah itu membuat hatinya dipenuhi pertanyaan, apakah Rafa hanya berpura-pura peduli?
"Aku ... aku mau ikut kamu mulai hari ini."
Hampir tak percaya dengan apa yang ia dengar, Rafa mematung. Bingung. Tak tahu harus apa.
"Ikut ...? Ke mana?"
"Aku mau tinggal sama kamu."
Rafa masih antara percaya dan tidak. Hingga membuatnya nyaris kehilangan kemampuan untuk berpikir.
"Kamu serius?"
"Ya, aku serius. Aku mau kita tinggal berdua di apartemen kamu. Bukan di rumah orang tuaku, bukan juga di rumah orang tua kamu."
Rafa masih tertegun. "Sudah izin Ayah dan Bunda?"
"Sudah, mereka mendukung."
"Tapi, apartemenku hanya hunian biasa, tidak mewah seperti rumah ini. Aku takut kamu tidak akan betah."
"Dulu aku tinggal di gubuk kecil yang jauh dari kata layak dan aku masih sanggup."
Dalam sekejap bola mata Rafa mengembun. Tak dapat melawan rasa haru dalam hati.
Apakah Mia mulai bisa menerimanya?
"Jadi apa boleh?" tanya Mia setelah Rafa hanya terdiam.
"Tentu saja. Kalau Bunda dan Ayah mengizinkan."
Mia mengangguk. "Tapi, aku mau pernikahan kita tetap dirahasiakan. Setelah aku wisuda, baru boleh diumumkan."
Rafa menyanggupi. Apapun akan sanggup ia lakukan demi Mia.
**
**
Sementara itu di kantor, Gilang baru saja memberitahu Joane tentang Mia yang sudah mau tinggal dengan Rafa. Tentu saja berita itu membuat Joane sangat terkejut.
"Tapi Rafa belum memberitahu apa-apa. Semalam Rafa juga pulang ke rumah tapi tidak bilang apa-apa."
"Keputusannya mendadak pagi ini. Rafa langsung datang dan menjemputnya," ucap Gilang.
"Alhamdulillah, syukurlah kalau mereka sudah tinggal bersama. Tapi, apa ini aman untuk mereka?" imbuh Joane ragu.
"Insyaallah. Aku yakin Rafa bisa menjaga anakku."
"Semoga hubungan mereka semakin membaik," tambah Pak Vino yang duduk tepat di sebelah mereka dengan memangku si kecil Bastian.
Bayi kecil itu sudah berusia dua bulan. Pak Vino baru saja selesai mengurus berkas adopsi.
Cukup sulit, mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi. Namun, semua bisa teratasi dengan baik tanpa kendala.
"Ada ya, orang bawa bayi ke kantor," kelakar Gilang.
"Ada, dan orang itu hanya seorang Vino Hadiwijaya," imbuh Joane.
Satu kebiasaan Pak Vino yang tidak berubah. Jika memiliki waktu lumayan senggang dan tidak begitu sibuk di kantor, ia akan membawa bayinya sebagai teman.
Mulai dari saat Brayn masih bayi, Zayn dan Zahra sampai Alina, dan terakhir Bima. Sekarang, kebiasaan itu kembali setelah kehadiran Bastian.
"Resha mau jemput siang ini. Sekalian mau makan siang," ucap Pak Vino, sambil memainkan dagunya di pipi gempil bayi itu.
"Awas saja kalau anaknya Mia nanti kamu rebut juga. Tidak akan kubiarkan!" ancam Gilang.
Joane terkekeh mendengar ucapan besannya.
"Oh ya, bagaimana kabar Bima?" tanya Joane setelahnya.
Pak Vino menghela napas memikirkan anak bungsunya.
"Entahlah. Dia masih keras. Aku tidak tahu ada apa dengan anakku yang satu itu. Dia cukup berbeda. Seperti ada seseorang yang meracuni pikirannya."
**
**
Setelah mengemasi pakaian dan berpamitan dengan bundanya, Mia dan Rafa menuju apartemen tempat Rafa tinggal seorang diri selama ini.
Unit milik Rafa berada di lantai sebelas dan ini adalah pertama kali Mia menginjakkan kaki ke tempat itu.
"Ayo, masuk!" ucap Rafa sesaat setelah membuka pintu.
Mia memandangi setiap bagian apartemen itu. Hunian suaminya memang bukan tipe yang mewah seperti milik orang tuanya.
Tetapi, sangat bersih dan nyaman. Semua barang tertata dengan menarik.
Ada foto pernikahan Rina dan Joane di dinding.
Ada juga foto Rafa bersama dua adik perempuannya dengan pose berbaring saling menautkan kepala di tengah rerumputan, dengan posisi Rafa berada di tengah.
Sangat manis. Rafa terlihat sebagai sosok penyayang keluarga.
"Aku tinggal di sini selama ini. Apa ada yang kamu tidak suka? Peletakan barang dan lain-lain. Kalau ada aku akan ubah sesuai selera kamu."
"Tidak ada. Semuanya pas," jawab Mia melihat seisi ruangan.
Semuanya pas dan menarik. Rafa memiliki selera yang bagus dalam penataan rumah.
Ia adalah calon arsitek.
Setelah melihat-lihat bagian luar, Rafa menunjukkan kamarnya.
Di apartemen itu ada dua kamar. Satu kamar utama dan satunya kamar dengan ukuran tidak begitu luas namun tetap sangat nyaman.
Kamar Rafa lumayan indah dengan design minimalis. Sangat rapi untuk ukuran kamar laki-laki lajang. Saat masuk, aroma khas laki-laki itu menguar.
Entah mengapa Mia suka aroma itu, aroma yang sama dengan jaket milik Rafa yang tertinggal di kamarnya tadi pagi.
"Ngomong-ngomong, apa kamu sudah sarapan? Kalau belum aku buatkan."
"Sudah di rumah."
"Tidak mual lagi?" tanyanya.
"Masih sedikit."
"Ya sudah, kamu istirahat saja di kamar. Kalau mau sesuatu beritahu aku."
Mia mengangguk tanpa ekspresi wajah. Rafa paham, masih ada kecanggungan di antara mereka.
"Tapi, apa kamu tidak apa-apa ditinggal sendiri. Aku mau ke kampus dulu."
"Tidak apa-apa. Aku di sini saja."
"Tapi kalau ada apa-apa cepat hubungi aku."
Lagi, Mia mengangguk.
Membuat Rafa mengulas senyum tipis. Ingin sekali ia mengecup kening, memeluk atau sekedar membelai perut istrinya. Bagaimana pun ia punya perasaan Rindu.
Mia adalah satu-satunya wanita yang pernah mengisi hatinya. Cinta pertama yang sudah menjadi istrinya, teman hidupnya.
Dan sekarang ia sedang mengandung anaknya. Bahkan, Rafa merasa seperti memiliki ikatan batin dengan janin di perut wanita itu.
Takut ditolak, niat Rafa urung. Ia memilih menahan diri. Paling tidak Mia sudah mau tinggal bersamanya meskipun pisah kamar. Ia bisa sering melihatnya untuk melepas rindu.
"Kenapa tidak berangkat?" tanya Mia, menatap lelaki itu untuk pertama kali.
Rafa tercenung.
Memandang wajah istrinya yang terlihat lebih cantik di matanya sejak hamil.
Perlahan ia mendekat, mengelus kepala dan mencium kening. Sangat lembut.
Membuat mata Mia mengembun, terpejam.
Menjatuhkan titik bening saat merasakan kelembutan sentuhannya.
"Ya Allah, apakah lelaki selembut suamiku ini bisa menyimpan duri di hatinya? Kenapa sakit sekali memikirkan semuanya?"
Wajah Mia yang mendadak sedih pun membuat Rafa panik seketika.
"Maaf, aku terbawa perasaan. Aku tidak akan memeluk dan mencium kamu lagi sampai kamu mengizinkan."
************
************
jangan mudah terhasut mia
apa Mia GX tinggal bareng Rafa, terus Rafa gmana
tambah lagi thor..🙏😁🫣